Kekerasan Seksual pada Anak Merupakan Concern Bersama
Merdeka.com - Belum lama ini muncul pemberitaan seputar kasus melibatkan seorang anak berusia 14 tahun yang diduga dibawa kabur oleh tetangganya W (41). Kasus ini kemudian ramai di media sosial yang menunjukkan video dari Ibu anak tersebut sedang menangis dan memohon anaknya untuk segera pulang. Sebelum anak tersebut hilang, ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diduga merupakan anak dari W.
Ai Maryati Solihah, salah satu anggota KPAI mengatakan bahwa KPAI akan mengirimkan laporan yang didapatkan terkait kasus agar kepolisian dapat menindaklanjutinya.
"Posisi kami masih menunggu. Tentu karena ini rumitnya berbasis siber dan kita juga ingin mendapatkan informasi yang lebih akurat. Tetapi kalau pengaduan langsung belum ada ke KPAI. Tetapi masyarakat dan para pegiat anak sudah banyak mengirimkan ke grup WA, ke grup KPAI dan kita tindak lanjuti di minggu ini sebagai mana kominfo sudah mengevaluasi ke pihak-pihak berkepentingan," ujarnya, Senin (17/8).
Ai mengatakan terdapat beragam kondisi yang membuat anak atau korban kehilangan keputusan dan cara berpikir sehingga terlibat dalam situasi buruk. Beberapa kondisi tersebut dapat berasal dari anak yang tidak memperoleh pengasuhan optimal, pelaku melakukan pembujukan dan iming-iming, paksaan berupa intimidasi serta ancaman. Serta pelaku yang memposisikan anak tersebut dalam situasi aman dan nyaman sehingga korban menuruti pelaku.
Ai juga mengatakan bahwa insiden seperti ini mengingatkan orang dewasa untuk memastikan bahwa anak-anak menerima haknya sebagai subyek, bukan obyek. Artinya anak itu harus dipenuhi hak pengasuhannya, hak akan kasih sayang, didengarkan pendapat, keluh kesah dan berbagai persoalannya. Selain itu, Ai juga menyatakan bahwa pengasuhan dan pendidikan merupakan hak dasar untuk anak.
"Itu juga membutuhkan sekali informasi, edukasi. Bahkan saya kira juga advokasi karena mereka harus mengetahui bahwa ketika tubuh ini mengalami interaksi dengan berbagai hal yang sifatnya reproduktif, maka akan ada risiko-risiko yang kita hadapi. Sehingga kematangan di dalam edukasi inilah yang membuat seseorang itu sangat objektif terhadap dirinya, memiliki perlindungan terhadap seluruh aktivitas secara reproduktif, bukan hanya seksual. (karena) seksual itu merupakan bagian dari reproduktif," ujar Ai.
Ai menjelaskan bahwa KPAI juga melakukan pemantauan terhadap langkah-langkah kepolisian dalam menyelidiki kasus yang berhubungan dengan anak. Tentu saja kasus tersebut harus dilaporkan secara resmi kepada KPAI.
"Tentu pelaporan ini harus secara resmi kepada kami KPAI, dan kemudian langkah-langkah koordinasi ini akan diteruskan dan dimonitori sejauh mana kepolisian kemudian menemukan, bagaimana juga mempertemukan dengan orang tuanya, lalu apakah anak juga membutuhkan rehabilitasi. Karena saya kira tidak mudah menjadi anak yang kemudian berbadan dua kemudian harus berkonflik sedemikian kuat dengan persoalan siapa yang bertanggung jawab pada dirinya, tapi dia juga takut berkeluarga," katanya.
Jenis rehabilitasi yang dipilih juga akan disesuaikan dengan kebutuhan dari korban, ada rehabilitasi fisik, rehabilitasi psikososial, rehabilitasi mental, dan dukungan keluarga dalam memberikan perlindungan pada anak. Agar anak memiliki keberfungsian secara emosi dan psikologis untuk menghadapi situasi rumit yang harus dilewati. Setelah itu, KPAI juga akan memantau apakah anak ingin tinggal di rumah aman, rumahnya sendiri, atau di panti rehabilitasi. Jika kasus melibatkan anak tersebut mengandung konflik hukum yang masih harus diselesaikan, keamanan dan kenyamanan anak secara psikologis harus terjamin.
Ai juga berpesan bahwa penting bagi penegak hukum untuk mengoptimalkan diri dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anak. Baik anak itu sebagai korban, saksi, atau pun sebagai tersangka.
"Ketika anak di BAP untuk keterangan kekerasan seksual itu membutuhkan kesabaran. Membutuhkan pendekatan perlindungan anak. Jadi saya berharap konteks BAP ini dibedakan, karena anak menjadi saksi sekaligus korban begitu ya. Ada juga anak sebagai pelaku. Itu membutuhkan keadaan yang normal, keadaan yang nyaman dulu baru dia akan bicara dengan obyektif. Kadang-kadangkan diperlakukan secara sama misalnya harus menjawab, harus menggali fakta-fakta hukum. Itu mungkin di saat-saat anak (Sedang) sulit dan belum siap. Inilah yang menurut saya perspektif perlindungan anak bagi aparat harus optimal," katanya.
Selain itu, Ai juga berpesan bahwa aparat hukum tidak perlu mengungkap perihal anak atau korban yang dikatakan melakukan hubungan seksual atas dasar suka sama suka. Menurutnya perlu ditanyakan mengapa anak tersebut bisa menjadi demikian.
"Ada alibi bahwa anaknya yang mau dan atas dasar suka sama suka. Saya kira siapapun aparat penegak hukum, apa pentingnya mengungkap ini. Why anak ini bisa begini. Apakah di awal ia mengalami serangkaian intimidasi terror luar biasa sehingga dia akhirnya melayani. Jangankan anak kecil, orang dewasa juga jika sudah di zona nyaman, addict dengan hasrat seksual maka dia sulit mengendalikan dirinya, dan yang muncul adalah bukan mau atau suka, tapi penaklukkan relasi kuasa," katanya.
Menurutnya, berbeda dengan orang dewasa yang bisa memilih, memberi keputusan, menolak, dan bahkan melawan, anak-anak tidak dapat melakukan hal-hal tersebut. Ai mengatakan bahwa anak-anak masih membutuhkan kematangan berpikir, kematangan secara fisik, dan kematangan emosi. Namun, jika ada orang dewasa yang membuat dominasi atas anak tersebut, maka anak itu akan mengikuti dan terbawa arus. Itulah persepsi yang seharusnya dimiliki oleh para penegak hukum.
Ai juga menyarankan penegak hukum untuk mengoptimalkan aturan agar sesuai dengan fakta-fakta di lapangan. Pasalnya, kekerasan seksual juga dapat dilakukan dengan alat-alat tertentu yang tidak tercantum dalam aturan yang sudah ada. Ai berharap aturan terkait kekerasan seksual dapat merespon dan menjawab fenomena-fenomena terkini dalam aspek kekerasan seksual.
Selain itu, Ai juga mengimbau masyarakat khususnya mahasiswa dan anak muda untuk melakukan terobosan terkait kekerasan seksual. Terobosan tersebut dapat berupa konten-konten kampanye di media sosial untuk memerangi kekerasan seksual atau konten edukasi melalui berbagai platform di media sosial.
Ai juga mengingatkan pada orangtua untuk melindungi anak mereka ketika berinteraksi dengan orang lain, bahkan jika orang tersebut merupakan orang yang dikenal dengan baik. Selain itu, Ai mengimbau media untuk tidak mendetailkan nama dan identitas anak yang menjadi korban.
Reporter: Maria Brigitta Jennifer
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berada dalam situasi di mana Anda dan pasangan kepergok anak saat bercinta tentu bisa memicu perasaan yang kompleks. Jangan panik, segera lakukan hal ini.
Baca SelengkapnyaGejala selesma pada anak biasanya meliputi bersin, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, hingga demam ringan. Namun kondisi ini bisa membaik dengan sendirinya.
Baca SelengkapnyaPada saat anak sedang sakit, orangtua biasanya akan mengalami sejumlah kebingungan. Penting bagi orangtua untuk memerhatikan sejumlah hal.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh anak-anak.
Baca SelengkapnyaUntuk memastikan kondisi anak dan memberikan pendampingan psikologis dampak peristiwa tragis yang menimpa keluarganya.
Baca SelengkapnyaKebiasaan memukul merupakan suatu hal yang kerap dilakukan anak. Hal ini perlu diperhatikan dan dihindari oleh orangtua.
Baca SelengkapnyaSejumlah kebiasaan buruk pada anak perlu diketahui dan diatasi oleh orangtua.
Baca SelengkapnyaKecerdasan pada anak memiliki bentuk yang berbeda-beda satu sama lain. Ketahui sejumlah jenis kecerdasan pada anak.
Baca SelengkapnyaKanker adalah penyakit yang ditakuti oleh banyak orang, terutama orang tua yang memiliki anak. Ya, kanker bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak.
Baca Selengkapnya