Cerita Korban Banjir Garut Kehilangan Rumah, Semula Menduga Tinggi Air Cuma Sejengkal
Merdeka.com - Ruhyat (45) dan Edi (48), warga Kampung Dayeuh Handap, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota, Garut, Jawa Barat tidak pernah menyangka akan kehilangan rumahnya karena banjir, Jumat (15/7). Berdasarkan pengalaman banjir pada September 2016, ketinggian air yang masuk ke rumahnya hanya sejengkal.
Keduanya, kini terpaksa mengungsi dengan sejumlah warga lainnya di salah satu rumah warga yang biasa digunakan untuk penjualan air minum isi ulang bersama seluruh keluarganya. Rumah keduanya tidak bisa ditempati karena kondisinya hancur.
Ruhyat nampak terpukul dengan banjir yang telah merusak tempat tinggalnya bersama keluarga. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan ini pun mengaku cukup bingung karena diperkirakan harus mengungsi cukup lama.
Tidak Waswas
Dia bercerita bahwa saat kejadian banjir, ia bersama keluarga tengah bersiap untuk melaksanakan salat magrib, atau sekitar pukul 18.00 WIB. Waktu itu, kondisi air Sungai Cipeujeuh sudah terlihat mulai naik dan sedikit masuk ke rumahnya.
"Saya waktu itu mikirnya pasti masuk, karena yang banjir tahun 2016 juga, yang banjir bandang memang masuk ke rumah, karena hujannya cukup deras. Tahun 2016 ketinggian air cuma sejengkal lah, nggak lebih dari itu," kata Ruhyat saat ditemui di pengungsian, Rabu (20/7).
Berbekal pengalaman kejadian banjir itu, Ruhyat pun melakukan kegiatan biasa saja dan tidak terlalu waswas. Namun lama-kelamaan, sekitar setelah Isya, ternyata kondisi air terus meningkat.
Bantu Warga Lain
Saat kondisi air terus meningkat, dia pun sempat membantu rumah-rumah warga yang kondisinya sudah lebih parah. Lokasi rumah Ruhyat diketahui lebih tinggi dibanding beberapa rumah warga lainnya yang lebih rendah. Saat kondisi air sungai naik, beberapa rumah sudah tenggelam dan rusak.
"Semakin sini ternyata air semakin meningkat. Saat ketinggian air di rumah saya sudah mencapai 50 sentimeter, saya langsung ke rumah untuk membawa anak-anak dan istri saya mengungsi ke masjid. Sekitar pukul 21.00 WIB, saat lihat rumah, ketinggian air sudah sekitar 2 meter lebih," ungkapnya.
Ruhyat akhirnya pasrah dan kemudian kembali ke pengungsian, masjid. Keesokan harinya, Sabtu (16/7) pagi sekitar pukul 05.00, atau tepatnya setelah salat Subuh, ia bersama Edi melihat kondisi rumahnya.
Tak Ada Barang Tersisa
Saat datang ke lokasi, kondisi rumahnya dan rumah Edi sudah rusak. "Tidak ada barang yang tersisa di dalam rumah, semuanya habis. Yang nyisa itu hanya pakaian yang dipakai pas mengungsi saja. Sisanya mah boro-boro kepikiran barang-barang, mikirin diri, istri, dan anak saja biar selamat," ucapnya.
Pasca bencana itu, Ruhyat mengaku kebingungan untuk tempat tinggalnya. Itu karena rumahnya sudah tidak mungkin bisa ditinggali dan diperlukan uang yang tidak sedikit untuk membangun kembali rumahnya agar layak huni.
Terkait rencana relokasi, Ruhyat berharap agar ia masih bisa tetap tinggal di rumahnya. "Saya sudah sejak dulu tinggal di sini. Mudah-mudahan saja ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti ini," katanya.
Khawatir Terulang
Sementara itu, Edi menyebut bahwa pada saat ia bersama Ruhyat mengecek kondisi rumahnya, jembatan yang melintasi Sungai Cipeujeuh sudah terputus. Dia kemudian melihat kondisi rumahnya yang juga rusak karena sapuan banjir.
Edi menduga bahwa yang merusak rumahnya bukan hanya derasnya air. "Pas banjir itu kan si air membawa banyak kaya bambu, kayu, dan lainnya. Jadinya pas kebawa ngehantem rumah, ya pasti rusak. Ditambah kondisi air yang sangat deras,” ucapnya.
Saat ini, Edi bersama keluarganya tinggal di pengungsian. Ia mengaku cukup trauma dengan bencana banjir yang terjadi kemarin.
Selama di pengungsian bersama sejumlah warga lainnya, kebutuhan sehari-harinya tercukupi dengan baik. Tidak sedikit warga atau instansi yang mengirimkan bantuan ke tempat pengungsian.
"Tapi kan kita tidak mungkin terus di sini dan menggantungkan kehidupan dari bantuan orang lain terus selamanya," ungkapnya.
Hingga saat ini, Edi mengaku belum mengetahui kapan akan kembali melakukan perbaikan rumahnya yang rusak. Di sisi lain, dia juga mengaku khawatir banjir serupa kembali terjadi.
"Pasti ada rasa takut mah. Takut kejadian lagi. Ini aja kalau sedang ingat suka langsung panas tiris. Semoga nggak ada kejadian kaya kemarin lagi lah," harapnya.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 57 RT yang juga sempat teredam banjir kini air sudah surut dan mereka mulai membersihkan rumah.
Baca SelengkapnyaSaluran air yang tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan air hujan menumpuk di atap.
Baca SelengkapnyaSebanyak 20 ribu rumah terendam banjir bandang di Musi Rawas Utara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aksi wanita menahan air agar tak masuk ke dalam rumah ini cukup efektif.
Baca SelengkapnyaBanjir berasal dari luapan air Kali Pesanggarahan. Ini disebabkan tumpukan sampah di TPA Cipayung yang longsor ke kali.
Baca SelengkapnyaAda sejumlah catatan yang membuat penyemprotan air ke jalan tak sepenuhnya efektif mengurangi polusi udara.
Baca SelengkapnyaMbak Ita membawa sejumlah logistik bantuan berupa air bersih, sembako, selimut yang akan dibagikan kepada warga terdampak.
Baca SelengkapnyaWarga Kampung Cilawang, Bandung Barat dan Kampung Buyuh Topeng, Majalengka harus minum dari penampungan air hujan.
Baca SelengkapnyaJalan lintas Padang-Bukittinggi ataupun sebaliknya sebelumnya putus total akibat banjir bandang pada Sabtu (11/5) malam.
Baca Selengkapnya