2.100 Anak putu keturunan Bonokeling berkumpul sampaikan kesetaraan
Merdeka.com - Sebanyak 2.100 anak putu keturunan (trah) Bonokeling berkumpul melaksanakan puncak unggahan selamatan jelang bulan puasa di Desa Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jumat (19/5). Mereka berasal dari berbagai wilayah di Cilacap mulai dari Adipala, Kroya, Adiraja, Daun Lumbung sampai Kawunganten.
Kekhasan yang segera nampak, keseragaman busana yakni bagi laki-laki memakai iket (semacam blangkon-red), baju hitam dan kain jarik batik yang digunakan semacam menjadi sarung. Cara berpakaian ini secara adat memiliki makna filosofi tertentu.
Kesepuhan (ketua adat) anak putu Bonokeling, Ki Sumitro mengatakan keseragaman busana adat dimaksudkan untuk mengingatkan kesetaraan manusia. Bagi seluruh trah bonokeling yang memang mengenal hirarki kepemimpinan, mulai dari bedogol (pembantu tugas ketua adat), juru kunci, tunggu bale (penjaga keamanan rumah kyai kunci) sampai tukang beras sejatinya berstatus sama di mata Tuhan. Hirarki hanya dimaksudkan sebagai pemilahan tugas sosial untuk mempermudah pelestarian, penjagaan adat istiadat dan nilai-nilai kepercayaan.
"Di ritual unggahan ini semua anak putu memang diwajibkan seragam. Ini untuk mengingatkan baik mereka yang kaya, punya jabatan atau sebaliknya sekadar buruh tani, ketika berkumpul disini lepas status sosialnya semata sebagai hamba dari sang Pencipta," kata Ki Sumitro pada merdeka.com.
Ritual unggahan trah Bonokeling ©2017 Merdeka.comKhusus untuk ikat kepala sendiri, dikatakan Ki Sumitro punya makna menahan nafsu. Dengan mampu menahan nafsu maka manusia hidup seimbang tak semata digerakkan keingginan memenuhi kebutuhan duniawi juga tetap menjaga interaksi sosial tak semata religi.
"Memakai iket jadi bagian keseharian trah bonokeling. Terutama bagi mereka yang tinggal di pekuncen wilayah makam tokoh spiritual Bonokeling," terang Ki Sumitro.
Ditambahkan oleh Bedogol (pemimpin kelompok) anak putu Bonokeling desa Adiraja, Candra Jaya (64), dalam hirarki kepemimpinan trah bonokeling yang diwajibkan terus memakai busana adat sehar-hari adalah para juru kunci. Tugas dari juru kunci ini sebagai 'Nyaosaken' atau penyambung lidah setiap anak putu bonokeling untuk panjatkan doa pada leluhur.
"Para juru kunci simbol dari religiusitas kami," kata Adiraja.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Banjir tangis haru mewarnai Upacara Penutupan Pendidikan Pertama Bintara Kopassus Tahun 2023. Simak informasi selengkapnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaKejadian itu bertepatan dengan hujan disertai angin kencang yang melanda Blitar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Peristiwa itu terjadi di Jalan Raya Narogong Kelurahan Bojong Menteng Kecamatan Bekasi Timur, pada Sabtu (9/3) subuh.
Baca SelengkapnyaBocah tak berdosa itu tewas di tangan ibu kandungnya yang berinisial SNF (26) pada Kamis (7/3) pagi.
Baca SelengkapnyaPangkostrad Langsung Bereaksi Anak Buahnya Tertembak di Papua: Kamu Sudah Teruji!
Baca SelengkapnyaMenag berpesan agar para pemilih pemula tidak memilih Golongan Putih (Golput) ataupun tidak datang dan tak bangun kesiangan.
Baca SelengkapnyaJumlah panen raya saat ini sangat melimpah, namun karena cuaca yang tidak mendukung menyebabkan waktu panen yang singkat.
Baca SelengkapnyaMereka menyerang warga secara acak saat melintas jalan raya
Baca Selengkapnya