Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Setya Novanto sebaiknya legowo

Setya Novanto sebaiknya legowo Wawancara khusus Wapres Jusuf Kalla. ©2017 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Meski sudah ditahan KPK, Setya Novanto hingga kini masih menjabat Ketua Umum Golkar dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah kader Golkar menilai si beringin bisa tumbang jika Novanto tidak lekas turun dari pucuk. Peneliti senior CSIS, J. Kristiadi, meramalkan jika tidak segera diselamatkan, "Golkar bisa menjadi monster atau zombie."

Cemas dengan keterpurukan itu, sejumlah senior, para sesepuh, dan mantan ketua umum partai itu ikut mendesak Novanto meletakkan jabatan. Desakan itu dianggap sebagai suara mayoritas kader partai.

"Silakan tanya orang-orang Golkar, setuju tidak mereka dipimpin oleh orang yang sedang berperkara korupsi? Pasti tidak ada kan?” begitu kata Jusuf Kalla, Mantan Ketua Umum Golkar, yang kini menjadi Wakil Presiden Indonesia, dalam wawancara khusus dengan Merdeka.com, Rabu, 29 November 2017 di Kantor Wakil Presiden di Jakarta.

Dari dalam penjara, Setya Novanto memang tidak “membisu”. Beberapa hari setelah menghuni jeruji besi, dia berkirim surat. Minta tidak dicopot dari Senayan dan Ketua Umum Golkar. Dan, itu seperti kode keras perlawanan. Bahwa menurunkan Setya Novanto bukan perkara mudah.

Di Beringin, pergantian Novanto ini memang hanya bisa ditempuh dengan dua cara. Dia mundur. Atau Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Pilihan yang kedua itu harus disetujui oleh 2/3 pengurus Golkar daerah. Meski pilihan yang kedua itu bisa ditempuh, Jusuf Kalla menghendaki Novanto legowo mundur dari jabatan ketua. Cara itu dinilai lebih cepat menyelamatkan partai.

Lalu siapa yang paling berpeluang menggantikan Novanto. Mengapa Jusuf Kalla seperti terlihat mengendorse Airlangga Hartato, yang kini menjadi Menteri Perindustrian ke kursi Ketua Umum Golkar? Simak wawancara khusus antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Pemimpin Redaksi merdeka.com, Wens Manggut berikut ini.

Ada yang bilang bahwa kasus Novanto ini kurang lebih sama dengan kasus Akbar Tanjung ketika menjadi Ketum Golkar dan Ketua DPR. Dulu Akbar divonis bersalah di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan tidak terbukti bersalah di Mahkamah Agung. Dan selama proses itu, dia tetap Ketum Golkar dan Ketua DPR. Mengapa Novanto dituntut mundur, apa bedanya dua kasus ini, apakah daya pukul kasus ini lebih besar?

Oh, jelas daya pukulnya lebih besar sekarang. Mengapa? Karena media massa sekarang ini lebih banyak. Jangkauan media massa juga lebih luas sekarang ketimbang dulu. Saat kasus Akbar tahun 2002, media massa tidak begitu banyak. Belum ada media sosial. Kasus ini lebih riuh ketimbang dulu.

Jadi bobot kasus ini lebih besar ketimbang Bulog Gate?

Oh jelas lebih besar sekarang. Ada dua alasannya. Pertama, karena melibatkan banyak orang, dan di dahului oleh sejumlah isu. Kedua, persaingan antara partai politik lebih ketat sekarang ketimbang dulu. Dalam hal partai, Akbar juga banyak jasa dan prestasi untuk Golkar.

Dalam situasi seperti itu, apa hal pokok yang harus dilakukan oleh Golkar, sebagai sebuah partai politik?

Partai politik itu membutuhkan image yang positif. Image yang bagus. Kalau ketua umum mendapat masalah, otomatis image menjadi negatif. Para pemilih itu sangat bergantung pada presepsi. Keadaan seperti ini tidak ada yang dukung. Siapapun. Dan silakan tanya orang-orang Golkar, setuju tidak mereka dipimpin oleh orang yang sedang berperkara korupsi? Pasti tidak ada kan?

Jadi bisa disebut persepsinya sudah rusak ya?

Iya, iya.

Tapi dalam kasus ini, menurunkan Novanto itu kan tetap harus mengacu pada ketentuan Undang-undang atau ketentuan internal partai kalau di Golkar. Cara yang paling tepat tapi cepat itu seperti apa?

Tetap harus sesuai dengan aturan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ART). Karena kalau diganti tanpa mengikuti ketentuan itu bisa diprotes. Penggantian ketua umum itu harus lewat Munas atau Munaslub. Beda kalau Anda ganti Sekjen partai, cukup sampai di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimpnas) atau pleno saja.

Munas atau Munaslub itu bisa dipercepat kalau Setya Novanto mengundurkan diri. Lebih mudah buat partai. Sejauh ini kemungkinan untuk mundur itu terlihat susah?

Memang ada dua cara. Pertama, yang bersangkutan mundur, dan kedua, 2/3 Dewan Pengurus Daerah (DPD) mengusulkan Munaslub. Kelihatannya pilihan cara adalah yang kedua itu.

Pernah berkomunikasi dengan Novanto soal bagaimana menyelematkan Golkar ini?

Sama sekali tidak pernah. Kalau bertemu di sebuah acara, ya komunikasi biasa-biasa saja. Tapi bicara soal kasus ini, sama sekali tidak pernah.

Sebagai tokoh Golkar, pernah pula menjadi Ketua Umum dan kini jadi Wakil Presiden, mestinya adalah hal biasa saja memberi nasehat, misalnya, “Sudahlah Pak Setya Novanto mundur saja, supaya partai ini tidak disandera.” Tidak pernah juga?

Hahaha..Saya tidak pernah bicara itu

Menurut Anda kondisi Golkar saat ini bisa dibilang disandera oleh kasus Novanto?

Oh iya. Artinya yang menjadi masalah itu sama dengan tersandera. Kemudian orang tidak bisa mengambil langkah- langkah penting seperti pergantian pengurus, karena itu wewenang ketua umum. Memang sudah ada Pelaksana Tugas (plt). Artinya sudah ada jalan keluar dalam waktu singkat. Plt itu bisa lebih cepat, fleksibel. Tapi dalam Undang-undang debatable juga soal fungsi dan wewenang Plt ini. Misalnya, yang bisa menandatangani pencalonan di Pilkada atau pencalonan presiden dan wakil presiden itu adalah ketua umum dan Sekjen. Nah, dalam hal seperti itu, apakah Plt itu bisa dianggap sebagai ketua umum?

Karena ketua umumnya kan ada.

Ketua umumnya ada dan belum mundur. Memang ada tapi ditahan. Lalu solusinya?

Memang tidak ada solusi lain. Ya, ganti dengan Munas atau Munaslub. Kelihatannya Desember ini sudah jelas.

Kalau dari posisi dia sebagai Ketua DPR?

DPR itu kan bukan milik Golkar saja. Di luar negeri, baru dituduh saja, orangnya sudah disuruh mundur. Nah, ini sudah ditahan belum mundur.

Kalau punya saran untuk Setya Novanto, apa saran Anda?

Ya.. legowo. Kalau sudah turun dari Ketua Umum Golkar, otomatis turun dari Ketua DPR secara bersamaan. Kalau di partai tidak bisa, apalagi di DPR.

Calon ketua umum yang baru, kelihatannya Anda lebih sreg dengan Airlangga Hartarto, yang sekarang menjadi Menteri Perindustrian. Apa alasannya?

Ya, saya kan punya kriteria. Yang sesuai dengan AD/ART. Beliau paling sedikit masalahnya.

Bukan berarti tidak ada masalah?

Paling tidak, tidak pernah kedengaran ada masalah. Tidak pernah diisukan atau dipanggil kejaksaan. Pak Airlangga memenuhi syarat itu.

Calon lain?

Ya, saya tidak ingin mencalonkan siapa-siapa. Saya hanya mengomentari nama yang beredar.

Tidak masalah merangkap menjadi menteri? Meski jaman Anda dulu dirangkap juga.

Kan waktunya terbatas juga. Maksimum dua tahun atau sekitar 1,5 tahun lah. Hanya menjembatani saja.

Kabarnya di internal Golkar banyak juga yang dorong Anda untuk kembali turun gunung, jadi Ketua Golkar, maksudnya.

Saya tidak pernah ke Gunung. Hahaha. Selalu di medan tempur hahaha. Yah, memang banyak teman-teman Golkar yang datang minta pertimbangan. Tanya jalan keluar. Karena mereka, misalnya, pernah menjadi pengurus waktu zaman saya dulu. Mereka datang minta pertimbangan atau diskusi jalan keluar yang terbaik. Ya, tentu saya memberikan pandangan.

Betul Anda tidak berminat menjadi Ketua Umum Golkar?

Wah..pertama masih banyak yang muda-muda. Kedua, saya sudah umur begini, masak masih mau terjung langsung mengurus partai politik. Sudah tiba waktunya saya istirahat dari urusan yang beginian. Saya urus cucu saja, urus kegiatan sosial, pendidikan, dan urus Masjid.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jusuf Kalla akan Bertemu Megawati, Idrus Marham Ingatkan Tak Bawa Nama Golkar
Jusuf Kalla akan Bertemu Megawati, Idrus Marham Ingatkan Tak Bawa Nama Golkar

Jusuf Kalla berencana untuk bertemu Megawati. Pertemuan itu akan turut membahas hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Putuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo
Putuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo

Meski demikian, ia tetap menghargai pilihan politik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Baca Selengkapnya
Reaksi Airlangga Hartarto Dengar Isu Jokowi dan Gibran Kandidat Ketum Golkar
Reaksi Airlangga Hartarto Dengar Isu Jokowi dan Gibran Kandidat Ketum Golkar

Airlangga menanggapi muncul nama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, Agus Gumiwang, hingga Bahlil Lahadalia jadi calon Ketum Golkar.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat

Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK memperkirakan, siapa pun yang menggantikan Jokowi akan menghadapi tantangan berat.

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla Ungkap Pemerintah Beli Alutsista Bekas Umur 25 Tahun Harganya Rp1 Triliun
Jusuf Kalla Ungkap Pemerintah Beli Alutsista Bekas Umur 25 Tahun Harganya Rp1 Triliun

Anies Baswedan bilang pembelian alutsista harus berdasarkan kebutuhan terkini bukan karena selera dari Menteri Pertahanan.

Baca Selengkapnya
Respons Jusuf Kalla soal Gaduh Isu Pemakzulan Jokowi
Respons Jusuf Kalla soal Gaduh Isu Pemakzulan Jokowi

Dugaan adanya kecurangan pada PIlpres 2024, membuat isu pemakzulan Jokowi muncul.

Baca Selengkapnya
Dinilai Berpeluang Jadi Ketum Golkar, Ini Respons Khas Gibran
Dinilai Berpeluang Jadi Ketum Golkar, Ini Respons Khas Gibran

Cawapres Gibran Rakabuming Raka memberi jawaban khas saat ditanya soal peluangnya menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla Ogah Tanggapi Wacana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Saja
Jusuf Kalla Ogah Tanggapi Wacana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Saja

Politisi senior Golkar ini hanya meminta publik menunggu saja.

Baca Selengkapnya
Jokowi Diusulkan Pimpin Koalisi Besar, Ini Respons Airlangga dan Zulkifli Hasan
Jokowi Diusulkan Pimpin Koalisi Besar, Ini Respons Airlangga dan Zulkifli Hasan

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menanggapi kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) diusulkan memimpin koalisi besar Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya