Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Memitigasi Bencana, Mencegah Korban

Memitigasi Bencana, Mencegah Korban Pencarian korban tertimbun longsor akibat gempa di Cijendil Cianjur. ©2022 Liputan6.com/Herman Zakharia

Merdeka.com - 16 Tahun lalu, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,9 mengguncang wilayah DIY dan Jawa Tengah. Pada Sabtu 27 Mei 2006 silam, selama 57 detik, guncangan gempa ini menyebabkan lebih dari 5.000 orang meninggal dunia dan ratusan ribu bangunan rumah luluh rantak rata dengan tanah.

Pascagempa bumi itu, ratusan warga terpaksa harus dipindah ke tempat baru karena huniannya yang lama sudah tak lagi aman. Salah satunya adalah puluhan warga dari dusun Kampung Ngelepen, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, DIY.

Sebanyak 71 kepala keluarga (KK) itu direlokasi ke Kampung Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, DIY. Di tempat relokasi ini, warga mendapatkan bangunan rumah berbentuk dome (kubah) layaknya rumah di tayangan anak Teletubbies.

Rumah dome ini merupakan rumah tahan gempa yang dibangun dengan bantuan dari pemerintah Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat. Total ada 80 rumah dome yang dibangun.

Salah seorang warga yang tinggal di rumah dome itu adalah Tugiyem (72). Tugiyem menceritakan saat bencana gempa bumi di tahun 2006, rumahnya yang ada di Dusun Ngelepen hancur dan rata dengan tanah. Tugiyem dan keluarga direlokasi ke rumah dome tersebut.

"Rumah saya dulu di atas bukit sana, rusak kena gempa. Ambruk. Terus saya diminta relokasi ke sini. Sejak 2007 sampai sekarang saya sama anak-anak tinggal di sini," ucap Tugiyem saat ditemui merdeka.com, awal Desember lalu.

Rumah dome yang ditinggali Tugiyem terdiri dari empat ruangan meliputi dua kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur. Sementara untuk kamar mandi, saat itu dibangunkan kamar mandi umum yang dipakai seluruh warga secara bergantian.

Sementara itu, Mono (32) menuturkan, dari 80 rumah dome itu, 72 dipakai sebagai rumah tinggal warga dan sisanya dipakai untuk fasilitas umum seperti musala hingga kamar mandi umum bersama.

Mono yang dulu sempat menjabat Ketua Desa Wisata Rumah Dome itu mengatakan, selain sebagai tempat tinggal, rumah dome tahan gempa itu juga menjadi tempat wisata. Hal ini dilakukan karena antusiasme warga saat itu yang tertarik dengan bentuk rumah dome itu.

Saat menjadi desa wisata, kompleks perumahan dome itu menjadi tempat edukasi terkait gempa bumi yang diberikan pada wisatawan.

"Ya melihat bangunan rumah, melihat cara membuat rumah domenya. Juga ada semacam simulasi saat ada gempa. Kita memukul kentongan juga sebagai tanda atau kode terjadinya gempa bumi," ungkap Mono.

"Ada semacam simulasi. Apa yang dilakukan saat gempa itu terjadi. Kami edukasi ke wisatawan. Semacam belajar mitigasi bencana gitulah," sambung Mono.

Mono menambahkan, selama tinggal di rumah dome itu sejak 2007, dirinya sudah beberapa kali merasakan gempa. Sejauh ini, kata Mono, rumah-rumah dome itu tidak mengalami kerusakan saat gempa bumi.

"Terbukti memang kuat. Saat di dalam rumah dome ini beda dengan rumah biasanya. Saat diguncang gempa rumah biasa ada bunyi kretek atau krek gitu ya. Kalau di sini tidak ada. Cuma kayak diayun aja," tutup Mono.

Mahalnya Membangun Rumah Tahan Gempa

Kamis 8 Desember, Presiden Jokowi kembali berkunjung ke Cianjur. Kali ini Jokowi mendatangi rumah contoh tahan gempa yang dibangun di kompleks Yonif Raider 300, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur.

Jokowi sempat berkeliling dan masuk ke dalam rumah tipe 36 itu. Dalam unggahannya di akun Instagram @Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, spesifikasi rumah contoh tahan gempa itu berupa pondasi lajur batu kali dengan struktur baja CNP dibungkus mortar. Dindingnya menggunakan bata ringan yang diaci serta dicat. Kusen dan rangka atapnya memakai baja ringan.

"Rumah contoh tersebut merupakan salah satu skema untuk perbaikan rumah warga terdampak gempa Cianjur. Rumah seperti ini pernah dibangun sebagai hunian tetap tahan gempa di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan," tulis Jokowi.

Sementara Kepala BNPB Suharyanto menjelaskan, pencairan bantuan bagi perbaikan rumah warga yang rusak akibat gempa diperkirakan akan terbagi dalam lima tahap.

"Ini anggarannya akan terus kita ajukan ke Kementerian Keuangan untuk diberikan ke masyarakat. BNPB sudah membuat timeline pelaksanaan rehab rumah terdampak ini, khususnya untuk masyarakat. Harapan kami di Juni atau Juli 2023 ini semuanya sudah selesai diperbaiki," jelas Suharyanto.

Berapa biaya membangun rumah tahan gempa itu? Direktur Jenderal Perumahan di lingkungan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menyebut, nilainya bervariasi. Berdasarkan perhitungan Kementerian PUPR, di luar biaya tanah, dana Rp50 juta, cukup untuk membangun rumah tipe 36 dengan spesifikasi tahan gempa.

"Itu bahannya bisa bambu, bisa kayu. Tapi kalau beton bertulang memang perhitungan logisnya di atas itu. Dengan harga sekarang ya, itu bisa di atas Rp100 juta," jelasnya saat dihubungi merdeka.com.

Namun, Iwan mewanti-wanti, bantuan Rp50 juta dari pemerintah itu tidak serta merta memberi jaminan bangunan rumah yang dibangun aman dari gempa. Misalnya ada warga yang rumahnya hancur, nilai rumahnya Rp200 juta, maka dana Rp50 juta itu sebagai stimulan.

"Artinya Rp50 juta itu yang harus diutamakan setidaknya dia strukturnya harus aman dulu. Lalu untuk komponen lainnya bisa lebih dari Rp50 juta itu bisa dengan swadaya sendiri," ujarnya.

Kepada para penerima bantuan, Iwan meminta pembangunan rumah baru harus mengutamakan perkuatan struktur utama bangunan. Dari pemantauan yang dia lakukan terhadap bangunan yang rusak akibat gempa Cianjur, banyak yang tidak memenuhi standar teknis. Apalagi, banyak bangunan seperti sekolah dan musala yang dibangun secara bertahap.

"Ada tulangan saja tidak cukup. Itu ada tekniknya. Beton baloknya besar, tetapi ikatan kolom dan balok itu salah, atau cara konstruksi pengecoran salah, kemudian pemeliharaan beton tidak dilakukan yang mengakibatkan bangunan menjadi tidak tahan gempa," tuturnya.

Di Cianjur sendiri, Iwan menemukan sejumlah bangunan kantor pemerintahan menggunakan kerangka baja ringan memakai atap genteng beton. Praktik itu disebutnya sebagai contoh yang salah. Menurutnya, kerangka baja ringan tidak mampu menahan genteng beton jika terjadi gempa. Seharusnya atap yang digunakan asbes atau onduline. Jika tetap menggunakan genteng yang berat, pilihannya adalah rangka baja atau kayu.

"Kalaupun baja, itu juga harus disekrup pakai mur dan baut untuk memastikan kalau terjadi guncangan tidak melorot," tukasnya.

Bupati Cianjur Herman Suherman mengaku masih melakukan pendataan untuk rumah warga yang terdampak gempa. Dia meminta warga yang tidak direlokasi untuk mulai memperbaiki rumah mereka yang rusak ringan maupun rusak sedang. Plafon bantuan yang disiapkan untuk perbaikan rusak ringan Rp10 juta. Untuk rumah yang rusak sedang mendapat bantuan Rp25 juta.

"Silakan kerjakan dan setelah selesai nanti tim akan mengecek lapangan setelah itu uang baru bisa dikeluarkan. Uangnya ada di rekening BPBD Kabupaten Cianjur, tidak melalui kas daerah," jelasnya.

Untuk warga miskin, Pemkab Cianjur melibatkan TNI dan Polri membangun rumah hunian yang baru. Nantinya, masyarakat yang mendapat rumah baru tinggal menerima kunci. Saat ini, rumah-rumah contoh tahan gempa sudah dibuat di tiap-tiap kecamatan.

"Konstruksinya pakai besi baja dan tembok pakai hebel. Atapnya pakai kerangka baja dan gantengnya pakai spandek pasir. Sehingga Rp50 juta Insyaallah bisa terpenuhi dan cukup untuk membuat rumah layak huni dan tahan gempa," ujarnya.

Bencana Berulang dan Perlunya Mitigasi

Dilihat dari posisi geografi, Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk bagian dari The Pacific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik). Ring of Fire merupakan lintasan di mana terdapat deretan gunung api aktif sepanjang 40.000 km yang membentang di Samudra Pasifik.

Negara-negara yang dilewati cincin api ini sering terjadi gempa, baik gempa tektonik maupun vulkanik. Berdasarkan catatan para ahli, sebanyak 81 persen gempa bumi besar terjadi di lintasan Cincin Api Pasifik ini.

Hidup dengan kondisi alam seperti ini, membuat peristiwa bencana alam di Indonesia selalu berulang. Siklus ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Mulai dari tahunan, puluhan tahun, hingga seratus tahun sekali.

Koordinator Bidang Pencegahan Dini Kebencanaan BMKG, Sigit Pramono menjelaskan, pihaknya terus melakukan program-program mitigasi bencana yang melibatkan stakeholder di daerah seperti BPBD, Pemda, dan dinas-dinas terkait. Salah satu program yang dijalankan adalah sekolah lapangan gempa.

"Kita menyampaikan hal-hal yang terkait kondisi lingkungan sekitar, potensi ancaman bahaya gempa dan bagaimana mitigasinya, itu sudah disampaikan," ujarnya.

Sigit mengakui, program itu tidak dilaksanakan setiap tahun di wilayah-wilayah rawan bencana. Dalam setahun, hanya beberapa wilayah yang dipilih BMKG.

Khusus untuk kondisi tanah di wilayah rawan gempa, BMKG juga melakukan kajian-kajian. Misalkan suatu wilayah akan dibuat bangunan, BMKG akan melakukan penelitian untuk membantu pemerintah daerah.

Setiap tahun BMKG melakukan memiliki target pemetaan program jangka menengah, jangka panjang. Prioritas pemetaan potensi kebencanaan dilaksanakan di wilayah yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

"Kita memberikan informasi bagaimana jenis tanahnya. Bagaimana respons tanahnya ketika terjadi getaran dengan tipe getaran dari sumber gempa," ujarnya.

Terkait wilayah Cianjur, Sigit mengungkapkan, BMKG terakhir melakukan kegiatan micro zonasi pada tahun 2021. Namun, saat itu wilayah yang diteliti masih di daerah Cianjur perkotaan dan Karang Tengah.

"Tapi ternyata kita melihat kenyataannya di kejadian gempa ini banyak kerusakan yaitu justru di wilayah yang belum kita ukur, seperti di wilayah Cugenang," tukasnya.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menegaskan, kecanggihan teknologi yang ada tidak mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi. Setiap penelitian yang dilakukan hanya akan menyampaikan potensi bencana yang mungkin terjadi.

"Misalnya Megathrust Jawa ada potensi nih di Selatan Jawa Barat. Tapi kapan itu, skala waktunya geologi. Geologi ini puluhan tahun sampai puluhan juta tahun," kata Muhari.

Untuk itu, BNPB selalu mengingatkan kepada semua pihak terutama pemerintah daerah tentang mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Setiap jenis bencana membutuhkan mitigasi yang berbeda.

Mengacu pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Muhari menyebut sedikitnya ada empat klaster bencana. Kelompok pertama adalah bencana yang terkait aktivitas geologi dan vulkanologi (gempa, tsunami, letusan gunung api).

Kelompok kedua adalah bencana yang masuk dalam kategori hidrometeorologi seperti banjir bandang, tanah longsor, abrasi. Kelompok ketiga adalah bencana hidrometeorologi kering seperti angin topan dan kekeringan yang menyebabkan kebakaran hutan.

Kelompok keempat adalah bencana non alam, yakni bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Salah satu contohnya adalah pencemaran radioaktif.

Mencontoh dari Yogyakarta

Gempa bumi 2006 yang menghancurkan Yogyakarta membuat para pemangku kebijakan berbenah diri. Warga dilibatkan dalam berbagai program mitigasi kebencanaan. Kepala BPPD DIY Biwara Yuswantana mengungkapkan, warga yang merenovasi rumahnya harus memenuhi syarat aman gempa.

Bupati dan wali kota di Provinsi DIY juga mengeluarkan peraturan daerah, saat mengurus IMB ada persyaratan rumah harus tahan gempa. "Itu upaya mitigasi strukturalnya," kata Biwara.

Provinsi DIY juga kini sudah menetapkan daerah rawan bencana melalui Peraturan Daerah RTRW tahun 2005 dan 2009. Selain gempa, BPBD juga tetap memperhatikan potensi bencana alam lainnya. Dalam perda itu juga ditetapkan kawasan rawan tsunami, rawan longsor, rawan erupsi, rawan kekeringan dan rawan bencana banjir.

"Itu menjadi salah satu acuan untuk peningkatan kapasitas masyarakat," ujarnya.

Sedangkan untuk peningkatan kapasitas masyarakat, Biwara menyebut, dibentuk Desa Tangguh Bencana (Destana). Total ada 315 Desa Tangguh Bencana yang ada di DIY.

Demikian juga sekolah-sekolah di kawasan rawan bencana yang membentuk satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Dalam SPAB, siswa dan guru paham ancaman bencana, paham cara merespons ketika ada kejadian bencana.

"Itu kita simulasikan dan buatkan pelatihannya. Bila ada bencana prosedur apa yang ditempuh, komunitas di sekitar daerah itu dari sekolah itu. Minimal bisa menyelamatkan diri, mengevakuasi diri dari ancaman bencana. Tahu titik kumpulnya di mana, evakuasinya bagaimana, penanganan kedaruratannya seperti apa," papar Biwara.

Simulasi juga digelar melibatkan semua pihak dari kepolisian, TNI, BPBD, relawan hingga warga. Biwara menambahkan, pembentukan Destana sejak 2013 sejauh ini efektif.

"Dua tahun lalu kita lakukan simulasi bencana untuk Destana tsunami ada evaluasi kapasitas desa-desa itu. Memang cukup efektif untuk kesiapsiagaan warga dan penanggulangan bencana," pungkasnya.

(mdk/bal)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Tujuan Mitigasi Bencana, Lengkap Beserta Penjelasan dan Contohnya
Tujuan Mitigasi Bencana, Lengkap Beserta Penjelasan dan Contohnya

Mitigasi bencana adalah suatu pendekatan atau serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah dampak buruk dari bencana alam.

Baca Selengkapnya
⁠Contoh Permasalahan Lingkungan dan Solusinya, Cara Terbaik Antisipasi Bencana
⁠Contoh Permasalahan Lingkungan dan Solusinya, Cara Terbaik Antisipasi Bencana

Merdeka.com merangkum informasi tentang contoh permasalahan lingkungan hidup dan solusinya.

Baca Selengkapnya
30 Bencana Terjadi di Jateng Selama Sepekan
30 Bencana Terjadi di Jateng Selama Sepekan

Nana menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan perbaikan tanggul yang jebol di sejumlah titik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Peneliti BRIN Ungkap Penyebab, Ciri dan Potensi Bencana Susulan Tornado di Rancaekek
Peneliti BRIN Ungkap Penyebab, Ciri dan Potensi Bencana Susulan Tornado di Rancaekek

Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Hanya saja sejumlah warga luka dan rumah mengalami kerusakan.

Baca Selengkapnya
Kabupaten Bandung dan Sumedang Diterjang Puting Beliung, Sejumlah Bangunan Rusak dan Warga Terluka
Kabupaten Bandung dan Sumedang Diterjang Puting Beliung, Sejumlah Bangunan Rusak dan Warga Terluka

Puting beliung menerjang wilayah Kabupaten Bandung dan Sumedang, Rabu (21/2). Sejumlah rumah rusak serta belasan warga terluka akibat bencana ini.

Baca Selengkapnya
Waspada! Sumbar jadi Provinsi Kedua Terbanyak Bencana Nasional Setelah Jabar
Waspada! Sumbar jadi Provinsi Kedua Terbanyak Bencana Nasional Setelah Jabar

Muhadjir meminta Pemko, Pemkab, Pemrov, TNI, Polri serta masyarakat jangan asal mengartikan bencana tersebut sembarangan

Baca Selengkapnya
Ledakan Mercon, Rumah Warga di Bantul Rusak dan Empat Orang Tergeletak Luka-Luka
Ledakan Mercon, Rumah Warga di Bantul Rusak dan Empat Orang Tergeletak Luka-Luka

Sebuah ledakan yang diduga berasal dari mercon terjadi di Dusun Gedongsari, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DIY.

Baca Selengkapnya
6 Penyebab Benjolan di Dagu yang Perlu Diwaspadai, Begini Cara Mengatasinya
6 Penyebab Benjolan di Dagu yang Perlu Diwaspadai, Begini Cara Mengatasinya

Benjolan di dagu dapat bervariasi dalam penyebab dan sifatnya.

Baca Selengkapnya
Usai Bentrokan di Pelabuhan Sorong, TNI dan Polri Minta Maaf kepada Masyarakat
Usai Bentrokan di Pelabuhan Sorong, TNI dan Polri Minta Maaf kepada Masyarakat

Akibat bentrokan tersebut, setidaknya lima orang dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.

Baca Selengkapnya