Ada kerang ada uang
Merdeka.com - Sejak pagi buta suasana di sana sudah riuh. Deru mesin diesel dari kapal nelayan bersahutan selepas azan Subuh berkumandang. Kapal Suparna (35) terbilang cukup lega. Rekannya, Hartam (35), mulai memutar engkol mesin hingga menyala.
Kapal Suparna dibuat sederhana, kemudi kapal terbuat dari setir mobil bekas. Porosnya dari kayu dibentuk silinder, dan di sekelilingnya terlilit tali tambang plastik. Tali itu menjadi penghubung dengan bilah di buritan. Kursi sang nakhoda hanya bangku plastik beralas potongan busa. Setelah kapalnya beranjak dari dermaga, Suparna mulai memutar kiri dan kanan roda kemudi kapal. Dia fokus mengumpulkan kerang hijau. Lokasi kesukaannya adalah di bawah kapal-kapal besar sedang membuang jangkar.
Menurut dia, kerang hijau amat mudah berkembang biak. Kesukaannya hidup menempel di sembarang tempat. Termasuk di badan kapal. Walaupun terkadang dilarang, tetapi dia tak peduli.
"Kita cari kapal yang memang di sana ada kerang hijaunya, dan airnya juga kita cari yang sedikit tidak tercemar limbah. Walaupun sebenarnya enggak boleh, tapi niat kita kan bukan untuk membajak tapi untuk cari kerang," kata Suparna kepada merdeka.com, sambil mengemudikan kapal, Sabtu (1/4) pekan lalu.
Setengah jam berselang, Suparna dan Hartam menemukan kapal sedang menambat jangkar dan mencari kerang hijau. Terlihat di dasar kapal memang dipenuhi kerang hijau. Suparna pun langsung memasang kait ke arah rantai jangkar kapal. Hari itu Hartam yang bertugas menyelam. Sebelum terjun ke dalam air, dia mengisi perut dahulu dengan sebungkus nasi uduk.
Suparna kemudian menyalakan kompresor rakitan yang sudah diisi solar. Mereka menggunakan kompresor bekas AC mobil sebagai penghasil udara. Menurut dia, menggunakan kompresor lebih menguntungkan ketimbang menyelam dengan tabung udara. Utamanya soal durasi menyelam. Kendati begitu, pekerjaan mereka juga sangat berbahaya. Keracunan hingga lumpuh mengintai setiap saat.
"Modalnya besar untuk cari kerang hijau kalau pakai alat profesional menyelam, ini aja sering ngutang bahan bakar. Modal kita di solar yang mahal. Kalau soal kesehatan pakai kompresor, Alhamdullilah masih aman. Yang pakai kompresor kecelakaan itu karena terlalu lama di dalam air," kata Suparna sambil tersenyum.
Peralatan Hartam buat menyelam hanya kaus dan celana panjang biasa, kaus kaki, sepatu karet, sarung tangan, dan topeng dari kaus bekas. Dia menggunakan sebuah styrofoam sebagai pelampung, dililitkan dengan tali di pinggang.
Aliran udara lantas mendesis kencang usai mesin kompresor itu berputar. Karena modal cekak, jadilah Hartam dan Suparna putar otak membikin masker selam sendiri. Bahannya berasal dari pipa paralon (PVC) berdiameter setengah inci. Salah satu sisinya disekat menggunakan potongan karet sandal yang dilem. Lantas potongan pipa itu mereka beri satu buah lubang sebagai jalan masuk selang udara. Kemudian, bagian yang menghadap ke wajah dipotong sesuai dengan bentuk muka dan hidung hingga pas. Lalu supaya tidak membikin lecet, bekas potongan diberi lis karet. Tak lupa seutas tali karet disematkan supaya masker itu tidak lepas ketika mereka menyelam. Selang kompresor milik Suparna sepanjang 25 meter.
Hartam turun ke bawah air, sedangkan Suparna menunggu di atas memantau mesin. Patokannya sederhana. Jika selang sudah tertarik terlampau tegang, Suparna langsung menariknya sebagai tanda supaya Hartam tidak terlalu jauh menyelam. Sesekali dia mengambil air laut untuk diisi ke diesel pemutar kompresor. Supaya tidak terlalu panas katanya.
Selang beberapa menit, Hartam naik ke permukaan dan memberikan keranjang yang setengahnya berisi kerang hijau kepada Suparna. Kerang di dalam jaring dituangkan ke lantai kapal. Jaring pun diberikan kembali kepada Hartam. Kerang hasil buruan Hartam langsung dibersihkan dari karang yang menempel. Kalau dibawa ke darat, kerang hijau itu dihargai Rp 40 ribu per ember.
Suparna tidak bisa berharap banyak dari hasil laut. Sebab ada kalanya mereka kecewa lantaran air laut tercemar limbah. Kadang paling banyak mendapat tiga karung saja. Kalau sudah begini dia jelas tekor. Sekitar pukul 09.30 WIB, Suparna dan Hartam memutuskan mengakhiri berburu kerang hijau. Hasil buruan mereka akan dijual kepada pengepul di kawasan Kali Baru Timur, Cilincing, Jakarta Utara.
"Kalau satu kali mencari kerang bisa dapat satu karung, ya sekitar 5 ember, tapi itu kan kita pilih lagi nanti di darat. Kan enggak semuanya besar. Kayak sekarang aja kita cuma dapat sedikit," kata Suparna.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sehari 500 kilogram kue kering ludes terjual. Adapun omzet yang didapat bisa mencapai Rp10 juta per hari.
Baca SelengkapnyaAneh tapi nyata, harga jaket ojek di Gunung Muria sentuh angka ratusan juta per setel. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaSempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aksi emak-emak tangkap ular dengan tangan kosong, lalu banting ke tanah lantaran kesal.
Baca SelengkapnyaSetiap orang memiliki besaran rezekinya masing-masing.
Baca SelengkapnyaEH sudah ditahan dan terancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Baca SelengkapnyaPesanan kue keranjang terus meningkat jelang Imlek. Apa sih makna di balik rasa manisnya?
Baca SelengkapnyaKisah haru Pak Edi, penjual kerupuk Palembang yang tetap bekerja meski sakit.
Baca SelengkapnyaJakarta dikepung kemacetan panjang jelang Rabu tengah malam.
Baca Selengkapnya