Pro Kontra Kerja Paksa, Ini Sejarah Pembangunan Jalan Raya Daendels
Merdeka.com - Pada 1809, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Williem Daendels membangun Jalan Raya Pos yang membentang sejauh 1000 km dari Anyer hingga Panarukan. Pembangunan jalan itu dimaksudkan untuk membantu mobilitas tentara Belanda jika tentara Inggris datang menyerbu. Menurut catatan sejarah, pembangunan jalan raya itu dilakukan dengan kerja paksa dan akibatnya memakan ribuan korban jiwa para pekerja.
Namun walau dilakukan secara paksa, para pekerja yang mengerjakan proyek besar itu sesungguhnya diupah. Namun kebijakan untuk para pekerja berbeda pada tiap-tiap daerah yang dilakukan pembangunan jalan raya itu. Setelah jadi, jalan raya inipun mengubah perekonomian penduduk Pulau Jawa secara besar-besaran.
Hanya saja menurut pengamat sejarah Pramoedya Ananta Toer dilansir dari Historia.id, pembangunan jalan raya pos ini menjadi salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pembangunan jalan raya itu? Berikut selengkapnya:
Latar Belakang Dibangunnya Jalan Pos
©2021 Kapanlagi.com
Daendels memutuskan untuk membangun jalan raya pos demi dua kepentingan yaitu, membantu penduduk mengangkut komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan dan untuk kepentingan militer. Untuk mengakomodir kedua kebutuhan itu, dimulailah pembangunan jalan dengan rute Anyer-Cilegon-Serang-Tangerang-Batavia, hingga berakhir di Bogor.
Namun setelah Tentara Inggris memblokade jalur ke Pelabuhan Batavia, Daendels kemudian mencari jalan lain ke Pelabuhan Cirebon dan Tegal. Namun pengangkutan komoditas pertanian berupa kopi itu terkendala Pemberontakan Bagus Rangin yang terjadi di Cirebon.
Selain itu Daendels mendapati bahwa jalan antara Bogor hingga Cirebon hanya sebatas jalan kecil dan tidak memungkinkan untuk mengangkut komoditas dalam jumlah besar. Akhirnya setelah dilakukan pemetaan, jalan antara Bogor hingga Cirebon dimulai pembangunannya. Pembangunan jalan itu dilakukan dengan menghubungkan jalan-jalan desa yang telah ada sebelumnya.
Sistem Kerja Upah
©2021 Kapanlagi.com
Walaupun banyak sumber yang menceritakan bahwa pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan dilakukan dengan kerja paksa, namun sesungguhnya telah disediakan anggaran untuk upah pekerja. Pembayaran itu dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan medan yang ditempuh sebagai contoh rute Cisarua-Cianjur (10 ringgit per orang/bulan), Parakanmuncang-Sumedang (5 ringgit per orang/bulan), dan Sumedang-Karangsembung (4 ringgit per orang/bulan).
Selain upah, mereka juga mendapatkan beras dan garam untuk makan sehari-hari. Uang yang sudah dianggarkan itu kemudian diserahkan pada bupati masing-masing wilayah yang kemudian diserahkan kepada pekerja.
“Sistem pembayarannya, pemerintah memberikan dana kepada para prefek (jabatan setingkat residen) lalu diberikan kepada para bupati. Ini buktinya ada. Sedangkan dari bupati kepada pekerja tidak ada buktinya. Bisa jadi ada tapi belum saya temukan,” kata Djoko Marihandono, pakar sejarah dari Universitas Indonesia dikutip dari Historia.id.
Kerja Wajib Untuk Raja
Setelah jalan raya itu sampai wilayah Karangsembung, persoalan muncul di mana dana untuk melanjutkan proyek itu sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu Daendels menekan Sultan Cirebon agar menyerahkan tanahnya untuk pembangunan jalan. Sultan mau membebaskan tanahnya karena Daendels berjanji bahwa jalan itu bisa digunakan untuk mengangkut kopi yang juga memberikan pemasukan kepada Sultan.
Setelah itu, Daendels mengumpulkan semua penguasa pribumi termasuk para bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur di rumah residen Semarang. Di sana, dia menjelaskan maksudnya pada penguasa Jawa dan meminta mereka menyediakan tenaga kerja dengan menggunakan sistem kerja yang berlaku pada masyarakat, yaitu kerja wajib untuk raja. Akhirnya, proyek pengerjaan jalan dilakukan dengan menyusuri pantai-pantai utara Jawa.
Pro dan Kontra Kerja Paksa
©2021 Kapanlagi.com
Pro Kontra kerja paksa zaman Gubernur H.M Daendels berlanjut hingga ke zaman sekarang. Akun Twitter @mwv.mystic, pada 7 Februari 2021 menuliskan bahwa karena Daendels menyediakan upah dan konsumsi bagi para pekerjanya, proyek itu tidak bisa dikatakan kerja paksa.
Pernyataan ini didukung oleh netizen dengan akun Twitter @dienysyafrina bahwa merujuk pada laporan jurnalistik Kompas, para pekerja proyek itu dibayar. Namun dia mengatakan bahwa yang dimaksud “kerja paksa” ini dimaknai kewajiban untuk bekerja membangun jalan itu, bukan disuruh kerja tanpa diberi upah.
“Kalo dari buku laporan jurnalistiknya Kompas, memang dibayar sih. Tapi mungkin yang dimaksud kerja paksa/kerja rodi itu bukan masalah dibayar/enggaknya, tapi paksaan atau keinginan sendiri. kerjanya berat, tanpa jaminan, bahkan banyak yang tewas atau kabur,” tulis @dienysyafrina pada 7 Februari 2021.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca SelengkapnyaSejarah Indonesische Persbureau, Kantor Berita Indonesia Pertama yang Didirikan Bumiputera
Selain penyalur informasi terkini, kantor ini juga menjadi sarana penghubung antara pers Belanda dan pers yang ada di Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bakal Akan Tutup 123 Perlintasan Sebidang, Ini Alasannya
Pemerintah akan menutup 123 titik perlintasan sebidang antara jalan raya dan jalur kereta api pada 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menilik Sejarah Stasiun Medan, Peninggalan Perusahaan Kereta Api Milik Kolonial Belanda
Salah satu bangunan peninggalan DSM yang sampai sekarang masih berdiri kokoh adalah Stasiun Medan
Baca SelengkapnyaKAI Tambah 344 Perjalanan Kereta Api dari Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen, Cek Rutenya di Sini
KAI Tambah 344 Perjalanan Kereta Api dari Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen, Cek Rutenya di Sini
Baca SelengkapnyaJalan Arteri Palimanan Hingga Karawang Mulai Padat
Jalur arteri Karawang yang mulai dipenuhi oleh pemudik yang didominasi dengan kendaraan roda dua.
Baca SelengkapnyaFakta Menarik Pembangunan Jalan Raya Baru di Gunungkidul, Penggerak Perekonomian Warga hingga Disebut Tumbalkan Air Terjun
Pembangunan jalan alternatif itu merupakan bagian dari pembangunan JJLS di selatan Gunungkidul
Baca SelengkapnyaSyahdunya Jalan-jalan Malam di Jalan Braga Bandung, dari Menilik Indahnya Bangunan Peninggalan Belanda sampai Nikmati Bacang
Berkunjung ke Jalan Braga tak afdol jika tidak menikmati keindahan arsitektur gedung dan menikmati bacang panas.
Baca SelengkapnyaTempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku
Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Baca Selengkapnya