Mengenal Gejala Difteri pada Anak, Bisa Dicegah dengan Vaksinasi
Merdeka.com - Pada tahun 2017, Indonesia pernah digegerkan dengan adanya wabah penyakit difteri. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa, anak-anak pun mempunyai resiko tertularnya penyakit ini. Menurut data World Health Organisation (WHO) pada tahun 2016, tercatat 7.079 kasus difteri yang menyerang di seluruh dunia, 342 di antaranya terjadi di Indonesia.
Sempat tenggelam, pada tahun 2019 muncul lagi kasus difteri yang menimpa anak sekolah di Kecamatan Sukoharjo, Jawa Tengah. Satu siswa ditemukan positif difteri dan terdapat satu siswa lagi yang menjadi suspect. Terjadinya kasus difteri pada siswa sekolah ini kemudian menjadi kewaspadaan Dinas Kesehatan Kabupaten setempat dalam menanggulangi penyebaran yang semakin luas.
Difteri sendiri diketahui sebagai penyakit yang menyebabkan gangguan selaput lendir hidung dan juga tenggorokan. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Difteri yang ditemukan pada anak biasanya terjadi pada anak yang tidak memiliki gizi baik, sehari-hari berada di lingkungan kotor, serta anak yang tidak mendapat imunisasi yang lengkap.
Jika tidak segera terdeteksi dan ditanggulangi dengan baik, penyakit ini akan membawa dampak komplikasi yang lebih serius hingga adannya risiko kematian. Dengan demikian, perlu bagi orang tua untuk mengenali gejala-gejala penyakit difteri yang dapat terjadi pada anak. Berikut merdeka.com merangkum dari berbagai sumber:
Gejala Difteri
Gejala difteri biasanya muncul 2-5 hari setelah seseorang terinfeksi. Sebagian orang tidak mengalami gejala apapun, namun sebagian lagi mengalami beberapa gejala ringan. Dapat dikatakan, ciri khusus seseorang terkena difteri adalah munculnya lapisan abu-abu tebal yang terdapat pada tenggorokan atau amandel. Gejala tersebut disertai dengan beberapa gejala lain, yakni :
Jika gejala-gejala tersebut terjadi pada anak, sebaiknya dapat segera dibawa ke dokter supaya mendapatkan penanganan yang tepat. Langkah tersebut ditujukan untuk meminimalisir dampak komplikasi yang lebih parah.
Cara Penularan
Penyakit difteri biasanya menular melalui kontak langsung dengan penderita. Seperti memegang atau tersentuh secara langsung dengan kulit penderita. Difteri juga dapat tertular dari benda yang sudah terkontaminasi dengan bakteri penyebab difteri seperti penggunaan gelas, piring, sendok hingga tisu yang telah digunakan penderita.
Selain itu, penularan difteri juga dapat terjadi melalui udara, misalnya ketika penderita bersin atau batuk dan tidak menutup mulut. Ingus yang dibuang sembarang juga bisa jadi media penularan difteri.
Beberapa hal tersebut perlu menjadi perhatian khusus supaya dapat meminimalisir terjadinya penularan penyakit yang semakin luas. Bagi orang tua dengan anak yang mengalami penyakit ini, perlu menjaga jarak dan menghindari kontak-kontak baik langsung maupun tidak langsung supaya tidak tertular.
Dalam penangan medis, biasanya penderita akan dilakukan rawat inap di ruang isolasi untuk mencegah menyebarnya penyakit. Perlu dipastikan bahwa orang tua mengenakan alat perlindungan dari rumah sakit saat mendampingi sang anak, supaya kesehatan tetap terjaga.
Cara Mencegah
Pencegahan difteri pada anak dapat dilakukan melalui vaksinasi difteri. Biasanya dilakukan vaksinasi Difteri Pertuis dan Tetanus (DPT). Umumnya vaksiniasi diberikan lima kali pada anak usia 2-6 tahun, yaitu pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan dan 5 tahun, di mana DPT termasuk di dalamnya.
Bagi anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap sebelum usia 6 tahun, maka harus sesegera mungkin melengkapi imunisasi agar kekebalan antibody tetap terjaga. Apabila, belum pernah mendapatkan vaksinasi DPT, maka akan diberikan imunisasi primer DPT sebanyak 3 jali dengan interval masing-masing 4 6 minggu.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa vaksin difteri hanya bertahan sampai 10 tahun. Sehingga jika anak mendapatkan vaksin DPT pada usia 2 tahun maka perlu melakukan vaksin kembali sekitar usia 12 tahun.
Bagi sebagian anak, tidak mendapatkan efek samping apapun setelah dilakukan vaksinisasi DPT. Tetapi terdapat sebagian anak yang mengalami beberapa efek samping ringan seperti muncul kemerahan, rasa nyeri di daerah bekas suntikan atau juga demam ringan. Bahkan bagi sebagian anak ada yang mengalami komplikasi yang cukup berat seperti reaksi alergi, walaupun risiko ini sangat jarang terjadi.
(mdk/ayi)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gejala selesma pada anak biasanya meliputi bersin, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, hingga demam ringan. Namun kondisi ini bisa membaik dengan sendirinya.
Baca SelengkapnyaGejala alergi pada anak bisa bervariasi, tergantung pada jenis alergen dan cara tubuh meresponsnya.
Baca SelengkapnyaInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang sering menjangkiti si kecil.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh anak-anak.
Baca SelengkapnyaDengan mengenal ciri-ciri anak perempuan dan anak laki-laki, Anda bisa menyesuaikan pola pengasuhan yang mendukung tumbuh kembangnya.
Baca SelengkapnyaMasalah rinitis alergi pada anak bisa menunjukkan gejala khas yang perlu dipahami oleh orangtua.
Baca SelengkapnyaMengenali gejala tersedak pada bayi sangat penting untuk memberikan tindakan cepat dan tepat guna.
Baca SelengkapnyaPada saat anak sedang sakit, orangtua biasanya akan mengalami sejumlah kebingungan. Penting bagi orangtua untuk memerhatikan sejumlah hal.
Baca SelengkapnyaKanker adalah penyakit yang ditakuti oleh banyak orang, terutama orang tua yang memiliki anak. Ya, kanker bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak.
Baca Selengkapnya