Orangtua Ungkap Polisi Belokan Fakta Kematian Mahasiswa UKI: Laporan Awal Pengeroyokan Jadi Kecelakaan Akibat Miras
Atas temuan kejanggalan tersebut, pihak keluarga melaporkan Kapolres Jakarta Timur ke Divisi Propam.

Ayah mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Kenzha Erza Walewangko (22), Happy Walewangko mengungkap kejanggalan dilakukan Polres Metro Jakarta Timur dalam menyelidiki kematian anaknya. Menurut Happy, ada upaya membelokkan fakta di lapangan dari laporan awal dilakukan kampus UKI terkait pengeroyokan dialami anaknya hingga menjadi kecelakaan akibat minuman keras.
"Kami keluarga dalam proses penyelidikan Polres Jakarta Timur keluarga menemukan berbagai kejanggalan antara lain terjadi pembelokan fakta dari laporan awal tidak pidana pengeroyokan menjadi kecelakaan akibat minuman keras," kata Happy dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI Jakarta, Rabu (30/4).
Menurut Happy, laporan awal dilakukan kampus UKI terjadi tindak pidana pengeroyokan atau penganiayaan itu dalam LP dan atau kelalaian dan atau 351 KUHP dan atau 359 KUHP. Namun saat itu, pihak keluarga tidak puas lantaran Kapolres Metro Jakarta Timur di hari ketiga setelah kematian Kenzha menyatakan penyebabnya korban meninggal karena minuman keras.
"Tanpa adanya penyelidikan dan fakta penyelidikan ataupun dasar autopsi itu tuh tiga hari sesudah itu proses pemanggilan saksi dan resmi tidak menggunakan surat kepada perorangan ya dan tanpa pendampingan hukum ke transaksi dianggap diarahkan adanya dugaan rekayasa fakta bukti-bukti penting tidak digali optimal termasuk keterangan saksi yang menyatakan adanya pengeroyokan," kata Happy.
Kejanggalan lain ditemukan keluarga terkait lambatnya proses penyidikan dilakukan kepolisian. Menurut Happy, tanggal 4-5 Maret penyelidikan namun hasilnya diumumkan nanti tanggal 23 Maret.
Setelah itu, pada tanggal 24 April Polres Jakarta Timur menyatakan menghentikan penyelidikan kasus tersebut. Tetapi anehnya menurut Happy, pada tanggal 26 April penyelidiknya menghubungi pihak keluarga menanyakan apakah ada saksi lain.
"Bukan pelanggaran profesionalisme, keluarga menduga adanya pelanggaran netralitas profesionalisme serta indikasi obstruction obstruction of Justice dalam penanganan oleh Kapolres Metro Jakarta Timur," kata dia.
Lapor Propam
Atas temuan kejanggalan tersebut, pihak keluarga melaporkan Kapolres Jakarta Timur ke Divisi Propam Polda Metro Jaya karena tidak ketidakpuasan terhadap penanganan di Polres Metro Jakarta Timur pada tanggal 17 Maret.
"Keluarga meminta agar penyelidikan dilakukan secara lebih profesional transparan menyeluruh dan menggunakan alat pendeteksi kebohongan yang kami duga ada informasi yang berbeda dengan sekuriti pelaporan ke divisi Propam Mabes Polri," kata Happy.
Keluarga juga mengajukan laporan ke divisi profesi pengamanan atau Propam Mabes Polri terhadap Kapolres Metro Jakarta Timur dan Kasat Reskrim. Laporan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik ketidak profesionalan dalam pelanggaran hak korban serta tindakan-tindakan yang dinilai menghambat tegaknya keadilan.
"Permohonan dan harapan keluarga tuntutan pemeriksaan menyeluruh terhadap Kapolres dan penjatuhan sanksi ketiga adanya disipliner apabila terbukti melakukan pelanggaran pengambilan penanganan perkara oleh Polda atau Mabes Polri perlindungan hukum kepada keluarga dan saksi-saksi dari segala bentuk intimidasi penegakan hukum yang adil objektif dan profesional," kata Happy.
Keluarga Soroti Pihak Kampus
Selain itu, Happy menyebut adanya pelanggaran UKI karena tidak sterilnya kawasan kampus dari minuman beralkohol. Pelanggaran mengacu terhadap peraturan internal kampus, akademik dan tata tertib mahasiswa.
"Pelanggaran norma etika sosial juga, nilai moralitas ketertiban umum konsumsi alkohol di kampus bertentangan dengan nilai moralitas dan akademik. Pelanggaran terhadap prinsip perlindungan dan keselamatan terkait pendidikan nasional," ucap Happy.
Menurut Happy, seharusnya petugas keamanan (sekuriti) kampus melakukan patroli aktif terhadap area-area yang menjadi titik perkumpulan mahasiswa. Lalu, keamanan juga bisa mencegah mahasiswa dalam membawa dan mengonsumsi minuman keras.
"Sekuriti tidak segera mengantisipasi dan membubarkan kegiatan konsumsi miras, lalai, sehingga situasi berkembang menjadi pengeroyokan dan kematian. Dalam kasus ini, kampus dan pengamanan internal memiliki tanggung jawab hukum dan moral, perlu dievaluasi secara serius," tegas Happy.