Mengenal Colorism, Diskriminasi Warna Kulit yang Berbeda dari Rasisme
Merdeka.com - Pernahkah Anda memiliki penilaian terhadap seseorang berdasarkan warna kulitnya? Atau melihat film yang sepertinya lebih menyoroti aktor dengan kulit lebih terang?
Colorism adalah bentuk diskriminasi atau preferensi yang didasarkan pada perbedaan warna kulit, terutama dalam konteks ras atau etnis. Colorism menyoroti perlakuan yang berbeda terhadap individu berdasarkan warna kulit mereka, di mana mereka yang memiliki kulit lebih terang cenderung mendapatkan perlakuan yang lebih menguntungkan atau dianggap lebih superior daripada mereka dengan kulit yang lebih gelap.
Colorism terjadi di berbagai budaya dan masyarakat di seluruh dunia, meski sering kali terjadi pada kelompok yang memiliki sejarah kolonialisme, perbudakan, atau stratifikasi sosial berdasarkan ras. Meskipun colorism sering dikaitkan dengan komunitas Afrika, diskriminasi ini juga dapat terjadi di antara kelompok etnis Asia, Amerika Latin, dan lainnya.
Dalam konteks colorism, orang dengan kulit lebih terang sering kali dianggap lebih menarik, lebih sukses, dan lebih berharga secara sosial dibandingkan dengan mereka yang memiliki kulit yang lebih gelap. Persepsi ini pun dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk peluang pendidikan, kesempatan kerja, pernikahan, dan hubungan sosial.
Colorism dan Rasisme
Ketika Anda membaca tentang definisi colorism, mungkin Anda akan berpikir bahwa ini sama seperti rasisme. Tapi ternyata colorism berbeda dari rasisme.
Mengutip dari webmd.com, Colorism adalah diskriminasi atau bias terhadap warna kulit seseorang. Rasisme adalah diskriminasi, kebencian, atau kekerasan yang ditujukan kepada orang-orang karena hal-hal seperti ras, etnis, atau asal mereka. Rasisme dapat mengambil banyak bentuk, seperti:
Colorism sendiri dapat berasal dari bias yang muncul dalam kelompok etnis. Seorang ahli mengatakan bahwa dahulu kala di masyarakat Asia, orang-orang kaya yang tinggal di dalam rumah dan menghindari pekerjaan di luar memiliki kulit yang lebih terang. Hal itu kemudian menjadi simbol kelas yang lebih tinggi.
Selain itu, dalam sejarah Eropa, memiliki kulit pucat yang membuat pembuluh darah menonjol biru menjadi tanda bahwa orang tersebut memiliki darah "mulia" dan "tidak tercemar" -- atau juga dikenal sebagai darah biru.
Colorism Berakar pada Rasisme
Colorism berakar pada rasisme karena tanpa rasisme, nilai dan persepsi superioritas seseorang tidak akan didasarkan pada warna kulit mereka.
Colleen Campbell, Ph.D. kandidat dalam Sosiologi dan Studi Afrika di Universitas Princeton mencatat, "Saat kita memikirkan rasisme di AS khususnya, kita memikirkan sikap anti-Kulit Hitam atau proses institusional yang menempatkan kulit putih di puncak hierarki sosial."
Selain itu, preferensi untuk warna kulit yang lebih cerah adalah hasil dari perbudakan, dan sejak itu ada banyak metode yang digunakan dan masih digunakan untuk menentukan nilai seseorang di masyarakat.
Praktik Colorism
Colorism memengaruhi orang-orang dari berbagai ras dan etnis yang berbeda dengan cara yang berbeda. Beberapa penelitian mengaitkan colorism di antara orang Afrika-Amerika dengan beberapa efek yang berdampak pada kehidupan.
Setidaknya satu studi mengaitkan kulit yang lebih gelap dengan kesehatan fisik yang lebih buruk. Penelitian juga mengaitkan kulit yang lebih gelap dengan kerugian di bidang-bidang seperti:
Dalam survei baru-baru ini terhadap lebih dari 3.300 orang dewasa Latino di AS, banyak yang mengatakan bahwa mereka merasa colorism membentuk hidup mereka dengan cara-cara penting.
Misalnya, 62% persen mengatakan mereka percaya bahwa memiliki kulit yang lebih gelap merusak kemampuan orang Latin untuk maju di AS. Di sisi lain, 59% merasa memiliki kulit yang lebih cerah merupakan keuntungan bagi orang Latin. Lebih dari setengah mengatakan warna kulit mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.
Seorang ahli colorism mengatakan bahwa warna kulit juga dapat memainkan peran yang, meski tidak tampak namun penting, sebagai tanda kelas dan kecantikan dalam beberapa komunitas Asia-Amerika.
Warna kulit juga dapat digunakan untuk membuat perpecahan dan hierarki dalam komunitas tersebut, kata pakar tersebut. Terlebih lagi, sebuah penelitian terhadap orang Asia-Amerika menunjukkan bahwa mereka yang berkulit putih lebih cenderung berpendidikan lebih tinggi daripada mereka yang berkulit coklat muda. Peluang mendapatkan gelar sarjana atau lanjutan juga lebih tinggi untuk orang Asia-Amerika dengan warna kulit terang.
(mdk/ank)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diskriminasi sosial adalah suatu sikap membedakan secara sengaja terhadap orang atau golongan yang berhubungan latar belakang tertentu.
Baca SelengkapnyaWarna mata ternyata memiliki keterkaitan dengan kemampuan membaca seseorang. Antropolog menduga bahwa terdapat kaitan di antara keduanya.
Baca SelengkapnyaPolitik identitas merujuk pada fenomena di mana individu atau kelompok mengidentifikasi diri mereka berdasarkan karakteristik tertentu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hiperpigmentasi merupakan permasalahan kulit yang cukup meresahkan. Yuk, cari tahu cara mencegahnya di sini!
Baca SelengkapnyaSetiap orang memiliki garis tangan yang unik dan berbeda-beda.
Baca SelengkapnyaBias dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap orang lain, terutama dalam konteks sosial atau profesional.
Baca SelengkapnyaStigma dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik secara personal maupun institusional.
Baca SelengkapnyaMengucek dan memicingkan mata merupakan ciri-ciri ketika anak butuh memeriksakan mata.
Baca SelengkapnyaAkultruasi adalah wujud perkembangan budaya yang dinamis.
Baca Selengkapnya