Misi Rahasia TNI Serang Markas Pasukan Elite Belanda & Coba Habisi Westerling
Merdeka.com - Dianggap orang yang harus bertanggungjawab atas aksi-aksi bengis yang dilakukan pasukannya, komandan unit elit tentara KNIL itu diburu Batalyon Djaja Pangrerot.
Oleh: Hendi Jo
Suatu hari di tahun 1948. Para perempuan desa Gunung Halu (sekarang masuk dalam wilayah Bandung Barat) diperkosa prajurit KST (Korps Pasukan Khusus Angkatan Darat Kerajaan Belanda).
Para orang tua dan anak-anak dipisahkan di tempat tersendiri. Dalam todongan senjata serdadu-serdadu berbaret hijau itu, mereka hanya bisa terdiam dalam rasa takut.
Sementara itu, belasan meter dari sana, satu regu pasukan TNI dari Batalyon Djaja Pangrerot hanya bisa menyaksikan pemandangan tersebut dari ketinggian sebuah bukit. Pasukan pimpinan Mayor Soegih Arto memang tak bisa berbuat banyak.
Selain kurang unggul dari segi persenjataan dan personel, sang mayor pun mengkhawatirkan keselamatan para orang tua dan anak-anak kecil yang berada dalam penyanderaan anak buah Kapten RPP Westerling tersebut.
"Rasanya masih terdengar jelas jeritan dari para perempuan yang diperkosa itu," ujar Soegih Arto dalam biografinya, Saya Menulis Anda Membaca, Pengalaman Letjen (Purn) Soegih Arto.
Aksi Balas Dendam
Tidak terima dengan perlakuan sadis anak buah Westerling, pasukan Djaja Pangrerot tergerak untuk melakukan aksi balas dendam. Beberapa hari usai kejadian tragis itu, mereka memutuskan untuk menyerang markas besar KST di Asrama Batujajar (sekarang menjadi Pusat Pendidikan Latihan Kopassus TNI AD).
"Kami ingin membalas rasa sakit hati karena tak bisa berbuat apa-apa waktu di Gunung Halu," ungkap Moehidin, kelahiran 1920, eks anggota Batalyon Djaja Pangrerot.
Masih segar dalam ingatan Moehidin, mereka bergerak pada suatu malam pada Juli 1948. Bersama kawan-kawannya yang dipimpin oleh Letnan Satu Udaka, Moehidin menyergap secara tiba-tiba pasukan lawan. Kontan, mereka yang tengah beristirahat di markas itu menjadi panik dan kacau.
Tapi namanya pasukan khusus, para prajurit KST itu cepat berkoordinasi kembali dan berhasil menahan laju serangan anak-anak Djaja Pangrerot hingga mundur. Kendati demikian, pasukan Letnan Satu Udaka sempat memasuki lingkungan markas dan membunuh beberapa anggota KST sekaligus merampas senjatanya.
Bahkan salah seorang gerilyawan Djaja Pangrerot berhasil membuat aksi corat-coret di tembok markas KST.
"Inilah gajah Soegih Arto!" Demikian salah satu bunyi tulisan tersebut, mengacu kepada lambang Batalyon Djaja Pangrerot yakni kepala gajah.
Upaya Membunuh Westerling
Sepulang dari penyerangan ke Batujajar, Mayor Soegih Arto lantas merancang operasi pembunuhan terhadap Kapten Westerling. Maka disebarlah para telik sandi di sekitar markas KST.
Salah satu dari mereka mendapatkan informasi bahwa Westerling akan melewati suatu jalan di Gunung Halu. Rencana pengadangan segera disusun.
Begitu tiba waktu-nya, anak buah Soegih sudah bersiap di suatu bukit kecil. Dari kejauhan nampak sebuah jip militer berjalan dalam kecepatan tinggi. Saat lewat di titik penghadangan, tembakan gencar pun dilepaskan.
Terjadilah pertempuran cukup seru. Namun begitu musuh bisa dilumpuhkan, Soegih harus menemukan kenyataan tidak ada Westerling di antara para penumpang jip yang telah tewas itu.
"Kelompok kecil itu hanya dipimpin seorang sersan mayor saja," ujar Moehidin.
Tak Mau Dijebak Seperti Diponegoro
Tewasnya tiga prajurit KST itu membuat Westerling berang. Dia kemudian balik memburu Mayor Soegih Arto dan membuat undian berhadiah bagi siapa saja yang bisa memberikan kepala komandan Batalyon Djaja Pangrerot tersebut.
Namun Soegih Arto cukup licin. Beberapa kali disatroni, dia selalu berhasil luput. Sampai suatu hari Westerling memutuskan untuk menggunakan jalan lunak: dia mengundang Soegih Arto untuk berunding secara damai di Asrama Batujajar.
Undangan itu ditolak mentah-mentah Soegih Arto. Bukan karena dia anti perdamaian, namun dia memiliki alasan unik. Khawatir diperlakukan seperti Pangeran Diponegoro saat berunding dengan komandan pasukan Belanda di Magelang.
Di akhir perang, Westerling sendiri bisa meloloskan diri ke negeri Belanda. Dia meninggal tahun 1987 dalam usia tua.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut momen ayah Kopasgat pasangkan baret merah ke anak yang lulus pendidikan Kopassus.
Baca SelengkapnyaMuzani mengatakan, pihaknya berkumpul sekaligus buka puasa bersama dan ramah tamah.
Baca SelengkapnyaBerikut sosok tiga Jenderal mantan ajudan Presiden Joko Widodo dari TNI AL.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sosok sepupu AHY yang melanjutkan trah militer di keluarga Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Baca SelengkapnyaSosok perwira anak eks komandan pasukan elite TNI AL yang diberangkatkan ke Lebanon jalankan misi perdamaian.
Baca SelengkapnyaBukan hal yang mudah, situasi genting kerap dihadapi oleh mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Baca SelengkapnyaBerikut momen para TNI salaman ke Komandan saat hendak berangkat tugas.
Baca SelengkapnyaBeberapa momen tak terduga yang dialami oleh anggota Paskibraka Nasional.
Baca SelengkapnyaDi momen kenaikan pangkatnya, ada detik-detik spesial yang terekam. Di mana ayah Danang eks Pangkostrad TNI memasangkan pangkat barunya.
Baca Selengkapnya