Cerita Kepanikan Tentara Belanda dan Helm Bertulis Nama Wanita yang Bikin Sedih

Selasa, 31 Januari 2023 06:07 Reporter : Merdeka
Cerita Kepanikan Tentara Belanda dan Helm Bertulis Nama Wanita yang Bikin Sedih Iring-iringan pasukan Belanda di Wonosobo. Arsip Nasional Belanda©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Berkat laporan dari penduduk, sekelompok pejuang Indonesia dari Pasukan T Ronggolawe berhasil menghancurkan sekelompok tentara Belanda di sebuah pertigaan jalan.

Penulis: Hendi Jo

Wonosobo, suatu hari di bulan Juli 1949. Siang itu, Letnan Muda Aman Sujitno dari Pasukan Tjadangan (Pasukan T) Ronggolawe tengah mendaki sebuah puncak bukit di Desa Banaran. Dia disertai Letnan Satu Suhadi dari Kompi Leman. Mereka berdua tengah mencari posisi yang cocok guna memasang pertahanan mitralyur berat 12.7 mm.

Setelah beberapa saat mengubek-ubek puncak bukit tersebut, mereka akhirnya menemukan tempat yang baik dengan bidak tembakan pertigaan Banaran. Mitralyur berat dipasang dan bidang tembakan dinyatakan baik.

"Saat kami memasang 12.7 itu, tiba-tiba datang orang-orang kampung yang memberitahu bahwa Patroli KL (Angkatan Darat Kerajaan Belanda) sedang bergerak menuju Banaran dari Sapuran," ujar Suhadi seperti pernah dikisahkan kepada Hardijono dalam buku Pasukan "T" Ronggolawe.

2 dari 3 halaman

Pasukan Belanda Panik dan Ketakutan

Kontan semua anggota pasukan T dan Kompi Leman bersiap. Pertahanan disusun di bukit-bukit yang terletak di atas jalan dekat pertigaan Banaran. Pasukan yang dipimpin Suhadi berada di sisi utara, sedangkan Pasukan T berada di timur laut jalan.

Sambil menunggu sasaran, mereka terdiam dalam lamunannya masing-masing. Ketegangan mewarnai suasana tempat itu.

Kira-kira lima belas menit kemudian, terdengar suara derap sepatu lars pasukan infanteri musuh, diiringi suara-suara perbincangan dalam bahasa Belanda. Bagian pengawas memperkirakan ada sekitar satu peleton serdadu yang sebagian besar berkulit putih tengah berbaris dalam posisi berbanjar namun tak beraturan. Sebagian di antara mereka memikul brengun.

"Dor!"

Aksi pengadangan dibuka dengan sebuah tembakan jitu yang menyasar salah seorang prajurit KL yang berjalan di barisan paling depan. Pemegang brengun itu pun terjungkal. Bersama dengan jatuhnya prajurit KL tersebut, hujan peluru berhamburan dari ketinggian bukit-bukit yang ada di sekitar pertigaan Banaran.

Patroli militer Belanda itu pun panik dan pertahanan mereka amburadul. Suara desing peluru bersanding dengan suara teriakan ketakutan dan teriakan kesakitan akibat terhantam peluru Pasukan T dan Kompi Leman.

3 dari 3 halaman

Sebuah Nama yang Membuat Sedih

Kendati dalam segi persenjataan, pasukan KL unggul jauh, namun karena keunggulan posisi, pasukan TNI bisa menghabisi patroli tentara Belanda itu. Sebagai jalan keluar, mau tidak mau, lima belas menit kemudian pimpinan pasukan KL hanya bisa menyuruh anak buahnya untuk kembali mundur ke arah Sapuran dengan membawa korban tewas dan luka-luka yang sangat banyak.

Setelah palagan ditinggal pasukan KL, secara bertahap pasukan TNI turun dan memeriksa bekas tempat pertempuran. Suasana mencekam mewarnai kawasan tersebut. Di sela-sela asap mesiu yang masih mengepul, mereka menemukan jejak-jejak darah berceceran dan sepasang sepatu lars yang nyaris tak berbentuk karena terhantam peluru.

Di sisi lain dari bekas palagan itu, anak-anak Pasukan T menemukan sebuah helm tempur yang dipenuhi lubang peluru dan darah. Di helm itu tertera ukiran nama seorang perempuan Belanda bernama "Wies". Mungkin nama anak atau istri dari sang empunya helm tersebut.

Demi melihat helm itu, anak-anak Pasukan T sejenak terdiam. Mereka sadar, seperti mereka, para prajurit KL pun datang bertarung ke tanah Hindia tentunya dengan meninggalkan orang-orang yang dicintainya. Bagaimana perasaan anak, istri dan handai taulan mereka begitu tahu bahwa orang yang dicintainya saat ini sudah tak bernyawa lagi?

"Mengingat itu, hati kami terasa sedih, hampa dan sepi. Perang memang selalu memunculkan kenestapaan, yang sebenarnya kami pun tak menginginkannya…" ujar Letnan Suhadi.

Militer Belanda sendiri tak tinggal diam terhadap kejadian di Banaran tersebut. Seminggu kemudian, satu kesatuan besar pasukan mereka menyerbu Desa Marongsari (desa terdekat dari Banaran yang dianggap berpihak kepada TNI. Menurut A.P. de Graaff, mereka menghajar Marongsari sekaligus memusnahkannya.

"Sekitar 10 rumah penduduk dibakar hingga menjadi abu," ujar eks prajurit Belanda itu dalam Meet de TNI op Stap.

[noe]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini