WHO Sebut Penelitian Besar Dunia Temukan Remdesivir Tak Ampuh Obati Pasien Covid-19
Merdeka.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan, obat anti virus remdesivir tak memiliki efek pada pasien virus corona yang dirawat di rumah sakit dan tak bisa membantu pasien sembuh lebih cepat.
Sampai saat ini, remdesivir menjadi satu-satunya obat yang nampaknya memiliki efek spesifik untuk virus corona. Remdesivir juga satu-satunya obat yang diberi pengesahan penggunaan darurat untuk Covid-19 oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS.
Hasil penelitian WHO belum dipublikasikan dalam jurnal kedokteran hasil penelaahan sejawat. Tapi WHO mengunggah hasil peneltian itu di arsip artikel online atau pre-print server.
Penelitian WHO mengkaji remdesivir dan tiga obat lainnya: hydroxychloroquine, kombinasi obat HIV lopinavir dan ritonavir, dan interferon. WHO mengatakan, tak ada satu pun di antara obat tersebut membantu pasien bisa hidup lebih lama atau keluar dari rumah sakit lebih cepat.
Uji coba tersebut mampu menghasilkan bukti konklusif tentang dampak obat terhadap kematian, kebutuhan ventilasi, dan durasi tinggal di rumah sakit.
"Untuk setiap obat dalam penelitian ini, efek pada kematian sangat tidak menjanjikan," kata WHO dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNN, Jumat (16/10).
Sejumlah penelitian lain menemukan obat anti malaria, hydroxychloroquine, tak bermanfaat untuk pasien virus corona, sebagaimana beberapa penelitian terkait kombinasi obat HIV.
Penelitian dilakukan pada lebih dari 11.000 pasien virus corona di 30 negara.
Tim peneliti mengatakan, mereka telah mengajukan temuan mereka ke jurnal kedokteran.
Sebelum penelitian WHO, penelitian terkait remdesivir di AS menemukan obat itu mempersingkat waktu pemulihan sekitar sepertiga pada orang dewasa yang sakit parah dan dirawat di rumah sakit dengan Covid-19, tetapi tidak banyak membantu mereka dengan kasus yang lebih ringan.
Gilead Sciences, pembuat obat tersebut, mengatakan temuan itu tidak berarti obat yang dijual dengan merek Veklury itu tidak bermanfaat.
Para peneliti yang dipimpin WHO mengatakan uji coba, yang disebut uji coba Solidarity, akan dilanjutkan.
"Obat antivirus yang lebih baru, imunomodulator dan antibodi monoklonal anti-SARS COV-2 sekarang sedang dipertimbangkan untuk evaluasi melalui uji coba Solidarity Therapeutics," jelas WHO.
Pengobatan antibodi monoklonal termasuk koktail antibodi ganda Regeneron dan terapi antibodi ganda Eli Lilly and Co.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, perubahan gejala tersebut akibat pengaruh reaksi imunologi.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Namun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaIndonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19.
Baca SelengkapnyaKombes Pol Yade Setiawan Sukses raih Doktor dan Pertahankan Disertasi Penanganan Covid 19.
Baca SelengkapnyaImbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaSeorang pria 72 tahun di Belanda terinfeksi Covid-19 selama 613 hari dan berakhir meninggal. Yuk, simak fakta lengkapnya!
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca Selengkapnya