Rezim Islam Iran makin rapuh pertahanan

Merdeka.com - Republik Islam Iran menjadi negara terkuat menerapkan syariah ketat dalam sistem pemerintahan dan berlaku untuk seluruh warga negara. Ini tidak terlepas dari gerakan revolusi Negeri Mullah menjatuhkan kepemimpinan raja Iran terakhir Syah Muhammad Reza Pahlevi memerintah dengan penuh kesewenang-wenangan serta kedekatannya pada pihak barat dan mengucilkan peran ulama.

Revolusi bermula sejak rakyat Iran mulai gerah pada Pahlevi. Muncullah nama Ruhallah Ayatulloh Khomeini dalam arena politik yang menentang dan membangkang aturan kerajaan. Strategi penggulingan kekuasaan raja berbeda dengan revolusi lain di dunia. Khomeini menjalankan revolusi putih dan melengserkan Pahlevi tanpa kekerasan.

Rakyat Negeri Mullah hanya tinggal memilih, bersatu melepaskan pengaruh barat dan memulai pemerintahan Islam atau tetap mendukung Pahlevi terang-terangan membawa Iran ke arah modernisasi jauh dari nilai-nilai agama. Terpenting dari modernisasi yakni kondisi warga melarat sementara raja serba berkecukupan. Puncaknya saat Pahlevi mengadakan pesta dengan anggaran negara dihadiri para tamu asing dan mengeluarkan uang sangat besar pada masa itu yakni Rp 964,6 miliar seperti dilansir situs biography.com.

Kerajaan juga menentang para ulama-ulama berpengaruh di Iran. Ratusan nyawa hilang sia-sia sejak tercetusnya pembangkangan rakyat dan pemuka agama pada 1977. Dua tahun kemudian setelah warga bergejolak meminta Pahlevi untuk mundur, raja itu lari mengasingkan diri dan di sinilah terjadi revolusi besar-besaran bahkan melibatkan perempuan. AKhirnya rakyat berhasil merebut kekuasaan dan memilih Khomeini menjadi pemimpin spiritual, dan syariah Islam tetap tegak hingga kepemimpinan Mahmud Ahmadinejad.

Munculnya oposisi baru ada setelah Ahmadinejad naik tahta untuk kedua kali. Sikap keras presiden Iran terhadap barat ini memang membuat banyak pihak gerah. Selain itu kalangan oposisi menilai Ahmadinejad melakukan kecurangan pada pemilihan umum 2009 menyebabkan ia terpilih kembali.

Lawan politik Ahmadinejad Mir Hussein Musavi dan Mehdi Karubi paling vokal menolak kepemimpinan Ahmadinejad lantaran kalah dalam pemilihan presiden. Tidak menerima kekalahan, mereka melancarkan protes dan menuding pemilu penuh rekayasa. Di bawah tangan Ahmadinejad demokrasi sudah mati dan warga tidak mendapat kesempatan menyerukan pandangannya pada negara.

Banyak media dan kalangan jurnalis juga ditangkap lantaran dianggap punya hubungan dengan barat. Iran menempati posisi keempat dari daftar 15 negara yang mengekang kebebasan pers. Itu berdasarkan rilis dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) berbasis di Kota New York, Amerika Serikat, Rabu (2/5/2012). Mereka menerbitkan daftar itu saban tahun sejak 1992.

Stasiun televisi Al Arabiya melaporkan, Kamis (3/5/2012), CPJ menganggap Negeri Mullah itu memberlakukan kontrol informasi media massa ketat dengan cara memblokir jaringan internet dan memenjarakan banyak wartawan. Dengan taktik itu, negara-negara Barat menganggap mereka ingin menyembunyikan proyek nuklir yang dianggap kontroversial.

Nampaknya pemimpin Iran sudah kehilangan legitimasi mereka di mata rakyat. Saat pemilihan parlemen tahun lalu kemenangan menjadi milik Partai Konservatif Gerakan Hijau yang menjadi oposisi pemerintahan selama ini. Kubu Ahmadinejad kalah telak. Meski demikian mereka berjanji untuk mempertahankan syariah Islam di iran namun lebih kompromis terhadap barat lantaran keberadaan program nuklir membuat banyak negara dunia menghentikan bantuan dan membeli minyak dari negara itu. Akibatnya, nilai mata uang jatuh dan warga mengalami kesulitan ekonomi.

Kalau sudah begini, mungkin tahun ini rezim Islam Iran bakal meletakkan kekuasaannya dan beralih pada oposisi.