Keluarga Kaget Jenazah ABK Dilarung, Kemlu Sarankan Cek Isi Kontrak Kerja
Merdeka.com - Keluarga dua orang ABK asal Sumatera Selatan yang meninggal di atas kapal ikan berbendera China dan jenazahnya dilarung ke laut mengaku kaget karena tidak dilakukan pemakaman secara hukum Islam. Namun sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi menyampaikan perusahaan kapal memberi tahu pihak keluarga dan telah mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 Maret 2020.
Dikonfirmasi perihal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengatakan, pernyataan Menlu berdasarkan informasi dari pihak agen kapal.
"Yang disampaikan Ibu Menlu adalah pelarungan menurut pihak kapal sudah memenuhi kondisi bagi pelarungan yang dibenarkan ILO (Organisasi Buruh Internasional)," jelasnya, Jumat (8/5).
Berdasarkan standar ILO, pelarungan atau 'burial at sea' dilakukan sesuai dengan praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya. Jenazah yang disimpan dalam kapal dalam waktu lama dikhawatirkan akan menularkan penyakit bagi ABK lainnya.
Menurut Faizasyah, isi kontrak dari ABK dengan agen juga perlu dicek kembali apakah memang ada perjanjian terkait hal tersebut di dalam kontrak yang disepakati.
"Yang juga perlu media cek adalah isi kontrak yang disepakati anak kapal dengan agen yang merekrut mereka. Apakah kontrak juga mengatur kecelakaan atau kematian saat bekerja," jelasnya.
Dua ABK yang meninggal di kapal yaitu Sepri (26) dan Ari (25) warga Dusun II, Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kepala Bidang Pelayanan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika OKI, Adi Yanto mengungkapkan, pihaknya telah mendatangi rumah keluarga ABK untuk mengetahui cerita dan keluhan keluarga.
"Benar, dua ABK itu berasal dari daerah kami OKI. Mereka sudah tahu keluarga mereka jadi korban," ungkap Adi, Jumat (8/5).
Namun, kata dia, keluarga kaget dengan pemberitaan beberapa hari terakhir yang menyebut jenazah kedua ABK itu dilarung ke laut. Sebab fakta ini bertolak belakang dengan informasi perusahaan yang menyebut pemakaman kedua jenazah secara Islam.
"Mereka dapat kabarnya Maret, diminta datang ke Pemalang, Jawa Tengah, oleh perusahaan tempat ABK bekerja. Waktu itu mereka dikasih tahu dimakamkan secara Islam, mereka baru tahu kalau keluarganya dilarung," ujarnya.
Dijelaskannya, kedua ABK itu merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan pada tahun kemarin. Tak lama, mereka mendapat kabar keduanya diterima bekerja di sebuah perusahaan di Pemalang, Jawa Tengah, dan dipekerjakan di kapal asing.
"Saya tidak terlalu tahu perusahaan itu penyalur atau perusahaan pelayaran. Ini lagi kita komunikasikan," kata dia.
Pada Kamis (7/5), pemerintah maupun perusahaan pengelola kapal ikan Long Xing 629 dan Tian Yu 8 menyebut pelarungan tiga jenazah ABK WNI telah sesuai prosedur internasional dan mengklaim langkah itu telah disetujui keluarga yang bersangkutan.
"Pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga (dari seorang ABK berinisial AR) dan telah mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 Maret 2020. Pihak keluarga juga sepakat untuk menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno dalam konferensi pers virtual.
AR adalah ABK di kapal Long Xing 629 yang sakit pada 26 Maret dan dipindahkan ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa berobat ke pelabuhan. Namun dia kritis sehingga meninggal dunia pada 30 Maret pagi. Jenazah AR dilarung ke laut lepas keesokan paginya, 31 Maret.
Sementara kasus dua ABK lain yang dilarung terjadi pada Desember 2019. Keduanya juga merupakan ABK kapal Long Xing 629. Mereka meninggal dunia ketika kapal berlayar di Samudera Pasifik.
"Keputusan pelarungan jenazah dua orang ini diambil kapten kapal karena kematian disebabkan oleh penyakit menular dan hal itu berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," jelas Retno, mengutip keterangan yang sama dari pihak pengelola kapal.
KBRI di Beijing telah mengirim nota diplomatik kepada pemerintah China untuk meminta klarifikasi ulang mengenai kasus pelarungan jenazah kedua ABK Indonesia ini.
"Nota diplomatik tersebut sudah dijawab oleh Kemlu RRT yang menjelaskan bahwa pelarungan atau burial at sea dilakukan sesuai dengan praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya sebagaimana ketentuan ILO (Organisasi Buruh Internasional)," ucap Retno.
Dia menambahkan, Kemlu RI sudah menghubungi pihak kedua keluarga, dan mereka menyatakan telah menerima santunan kematian dari agensi. Kendati demikian, pemerintah Indonesia tetap berupaya memastikan aspek lain bagi pekerja Indonesia, seperti pemenuhan hak-hak ABK.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut momen TKW Indonesia pulang ke Tanah Air diantar langsung oleh bosnya.
Baca SelengkapnyaPerwakilan keluarga dari ketiga korban kapal tenggelam tersebut hadir langsung menerima kepulangan jenazah.
Baca SelengkapnyaSempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Keluhan Pemudik di Merak: Kami Sudah Sabar Semalaman, Tapi Belum Juga Masuk Kapal
Baca SelengkapnyaKapal tersebut berangkat dari Pelabuhan Brondong, Lamongan, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaKejadian itu pada saat pergeseran logistik pemilu dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Saliguma menuju Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Siberut Tengah
Baca SelengkapnyaBea Cukai Riau kembali menangkap kapal pembawa pakai bekas impor yang masuk ke wilayah Indonesia
Baca SelengkapnyaAda 33 orang yang berada di KM Parikudus terdiri dari 3 Anak Buah Kapal (ABK) dan 30 penumpang.
Baca SelengkapnyaCegah Kepadatan di Pelabuhan, Kemenhub Tambah Jumlah Perjalanan ke Jawa
Baca Selengkapnya