Jangan Senang Dulu, Virus Corona Belum Tentu Musnah Saat Musim Panas Tiba
Merdeka.com - Para ahli dan warga dunia banyak berharap pandemi virus corona akan berakhir ketika cuaca panas.
Namun Akademi Nasional Sains, Teknik, dan Kedokteran Amerika Serikat dalam laporannya yang dikirimkan ke Gedung Putih mengatakan: jangan senang dulu. Setelah mengkaji berbagai laporan penelitian, para ahli menyimpulkan bahwa penelitian yang berdasarkan berbagai bukti yang ada tidak memberikan alasan untuk meyakini cuaca musim panas akan mempengaruhi penyebaran virus corona. Pandemi ini bisa berkurang karena jaga jarak sosial dan aturan ketat lainnya, namun bukti-bukti sejauh ini tidak memberikan keyakinan tentang peran matahari dan kelembapan.
Dikutip dari laman the New York Times, Kamis (9/4), laporan yang diserahkan kepada Kelvin Droegemeier, direktur Kantor Sains dan Kebijakan Teknologi di Gedung Putih sekaligus direktur Yayasan Sains Nasional, berisi sembilan halaman yang memuat konsultasi para ahli.
"Dari data yang ada saat ini, kami meyakini pandemi ini tampaknya tidak akan musnah karena musim panas, dan kita harus berhati-hati untuk tidak mengambil kebijakan dan strategi berdasarkan harapan semacam ini," kata Kristian Andersen, immunolog dari Institut Penelitian
"Kita mungkin akan menyaksikan penyebaran virus ini berkurang pada awal musim panas, tapi kita harus hati-hati untuk tidak menganggap itu terjadi karena perubahan iklim--alasan yang lebih masuk akal adalah pengurangan itu terjadi karena kebijakan lain yang diterapkan."
Perilaku manusia akan menjadi penting. Dr David Relman yang mempelajari interaksi mikroba di Stanford mengatakan jika seseorang batuk atau bersinnya mengandung virus dan berada cukup dekat dengan orang lain maka suhu dan kelembapan menjadi tidak penting.
Laporan dari Akademi Nasional, lembaga independen yang memberikan nasihat kepada pemerintah dan masyarakat, mengutip sedikit penelitian yang dilakukan laboratorium memperlihatkan suhu tinggi dan kelembapan bisa memusnahkan kemampuan virus corona untuk bertahan hidup di lingkungan demikian. Namun laporan itu mencatat penelitian itu hanya terbatas dan menjadi tidak layak untuk dijadikan kesimpulan.
Meski juga ada catatan yang menyebut sejumlah laporan memperlihatkan pertumbuhan pandemi ini bisa terus naik di kondisi yang lebih dingin, namun penelitian itu sangat sedikit dan terbatas.
"Terutama di AS, berbagai dampak di bulan-bulan musim panas, bisa jadi tidak akan kelihatan jadi cara kita untuk menghentikan virus iani adalah dengan mengambil tindakan karantina," kata Qasim Bukhari, ilmuwan komputasi di MIT yang menulis laporan ini.
Laporan kepada Gedung Putih itu disertai catatan yang harus diperhatikan: "Di negara-negara yang saat ini mengalami iklim musim panas, seperti Australia dan Iran, penyebaran virus di sana cukup cepat, dengan begitu, kelembapan dan suhu yang tinggi di tempat lain tidak bisa menjadi alasan."
Pandemi tidak memiliki sifat yang sama dengan wabah musiman biasa. Dalam laporan Akademi Nasional itu, para peneliti menengok sejarah pandemi flu sebagai contoh.
"Selama ini ada 10 pandemi influenza dalam 250 tahun terakhir--dua bermula di belahan bumi utara yang dingin, tiga di musim semi, dua musim panas, tiga di musim gugur," kata laporan itu. Kesemuanya mengalami pandemi gelombang kedua kira-kira enam bulan kemudian setelah virus itu muncul di populasi manusia, terlepas dari kapan kejadian pertama itu muncul."
Pada 16 Maret Presiden Trump menyebut virus ini mungkin bisa lenyap di cuaca yang lebih hangat.
Dr Anthony Fauci, pakar penyakit menular di AS, mempunyai pendapat yang berbeda soal dampak musim panas terhadap virus corona. Dia mengatakan, "Hampir bisa dipastikan pada musim panas penyebaran virus ini akan turun sedikit."
Tapi pada 26 Maret ketika dia berbicara di Instagram, Fauci menuturkan, tidak cukup alasan untuk menganggap musim panas akan bisa memusnahkan penyebaran virus.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaInfeksi virus Nipah dapat dicegah dengan menghindari paparan terhadap babi dan kelelawar serta menerapkan kebiasaan bersih.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaPeristiwa bayi berusia 2 hari meninggal usai dipijat nenek itu sudah diunggah pada 31 Desember 2023 lalu.
Baca SelengkapnyaPetugas Damkar akhirnya berhasil melepas kaleng tersebut dalam waktu 5 menit. Aksi tersebut disambut histeris orang tua bocah itu.
Baca SelengkapnyaFlu Singapura, yang juga dikenal sebagai penyakit tangan, kaki, dan mulut (HFMD), adalah penyakit infeksi virus yang umumnya menyerang anak-anak.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaSineas dari tiga negara yakni Indonesia, Korea Selatan, dan Malaysia bersatu dalam film bertajuk LOOK AT ME TOUCH ME KISS ME.
Baca Selengkapnya