Dirjen WHO: Kesenjangan Vaksin & Suntikan Booster Dapat Memperpanjang Pandemi
Merdeka.com - Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan pada Rabu (22/12), keterdesakan negara-negara kaya untuk menyuntikkan dosis vaksin tambahan atau booster memperparah kesenjangan akses vaksin yang memperpanjang pandemi.
Tedros menegaskan, prioritas pemberian vaksin harus tetap untuk orang-orang yang rentan di berbagai tempat daripada memberikan dosis tambahan untuk orang yang telah divaksinasi.
"Tidak ada negara yang bisa mendorong jalan keluar dari pandemi," ujarnya kepada wartawan, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (23/12).
Badan kesehatan PBB ini sejak lama mengecam ketimpangan akses terhadap vaksin Covid. Menurut WHO, membiarkan virus corona menyebar tak terelakkan di beberapa tempat meningkatkan potensi munculnya varian baru virus yang lebih berbahaya.
"Program (vaksin) booster sangat mungkin memperpanjang pandemi, daripada mengakhirinya, dengan mengalihkan pasokan ke negara-negara yang cakupan vaksinasinya tinggi, memberikan kesempatan lebih bagi virus untuk menyebar dan bermutasi," jelas Tedros kepada wartawan.
Beberapa bulan lalu, Tedros menyerukan moratorium pemberikan vaksin booster kepada orang yang telah divaksinasi dan sehat sampai sekurang-kurangnya 40 persen populasi di semua negara telah mendapatkan suntikan dosis pertama.
Menurut data PBB, sekitar 67 persen orang di negara-negara kaya telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid, tapi hanya 10 persen di negara berpendapatan rendah.
"Terus terang sulit memahami bagaimana setahun sejak vaksin pertama disalurkan, tiga dari empat tenaga kesehatan di Afrika masih belum divaksinasi," sesal Tedros.
Omicron di 106 negara
Virus corona varian Omicron, yang pertama terdeteksi di Afrika Selatan bulan lalu kini telah ditemukan di 106 negara, menurut WHO.
Data awal menunjukkan, Omicron bisa menghindari perlindungan yang diberikan vaksin, sehingga sejumlah negara berlomba memberikan suntikan booster kepada warganya.
Namun Tedros menegaskan "vaksin yang kita punya masih efektif melawan kedua varian Delta dan Omicron."
"Penting untuk mengingat bahwa mayoritas besar rawat inap dan kematian adalah orang yang tidak divaksinasi, bukan orang yang tidak mendapat booster," lanjutnya.
Kelompok Ahli Penasihat Strategis (SAGE) bidang Imunisasi WHO juga menentang program vaksin booster, menyatakan dosis tambahan harus ditargetkan kepada kelompok populasi yang sangat berisio terkena penyakit parah dan mereka yang bertugas menjaga sistem kesehatan.
Sejauh ini 120 negara telah mulai melaksanakan pemberian vaksin booster, tapi tidak ada di antara mereka dari negara berpendapatan rendah.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Vaksin booster masih gratis dan dapat ditemukan di puskesmas atau faskes terdekat.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaIndonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, perubahan gejala tersebut akibat pengaruh reaksi imunologi.
Baca SelengkapnyaUntuk menjadi negara maju tak cuma mengedepankan kecerdasan sumber daya manusianya saja.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah mendistribusikan alat USG kepada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaBudi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaKurangnya dokter spesialis di Indonesia, Jokowi meminta agar problem tersebut segera dicarikan solusinya.
Baca Selengkapnya