Profil
Abdullah Ahmad Badawi
Tun Abdullah bin Haji Ahmad Badawi lahir di kota Bayan Lepas, Malaysia, pada 26 November 73 tahun silam, atau tepatnya pada 1939. Nama negarawan yang memperoleh julukan Mr. Nice Guy ini sudah sangat akrab bukan hanya di telinga warga Malaysia, namun juga Asia Tenggara, bahkan dunia internasional. Pak Lah, demikian Ahmad Badawi juga akrab disapa, adalah pemangku jabatan politik tertinggi sebagai Perdana Menteri di Malaysia yang kelima (2003 - 2009).
Karir politik alumni University of Malaya dan University of Cambridge ini dimulai dengan jabatan sebagai Kepala Bidang Kementrian Pemuda dan Olahraga Malaysia. Dan semenjak mengakhiri jabatannya di jajaran departemen ini, karir politik Ahmad Badawi seperti melesat dalam 20 tahun ke depan. Sempat menjabat sebagai Menteri di Jabatan Perdana Menteri pada periode 1981 - 1984, negarawan penerima sederet penghargaan nasional dan internasional ini kemudian dilantik sebagai Menteri Pendidikan pada 1984 dan berlanjut sebagai Menteri Pertahanan pada 1986 hingga 1987.
Dekade 1990an hingga menjelang akhir 2010 lalu merupakan masa paling cemerlang dalam karir politik Ahmad Badawi. Masih dipercaya sebagai Wakil Presiden UMNO (dijabat sejak 1988), Badawi dilantik sebagai Menteri Luar Negeri merangkap Menteri Dalam Negeri Malaysia, dua dari jabatan paling penting dan paling tinggi sekaligus paling lama dipegang Badawi, 1991 - 1999. Puncak karir politik Ahmad Badawi dicapai ketika ia memperoleh kepercayaan paling tinggi dari segenap masyarakat Malaysia untuk memimpin negara tersebut sebagai Perdana Menteri pada 2003 hingga 2009 lalu.
Dikenal kontroversial terkait kasus perseteruan dengan pendahulunya, mantan PM Mahathir Mohamad, Badawi juga didera cobaan hidup dalam bentuk lain ketika ditinggal mangkat Endon Mahmood pada 2005, wanita yang selama 40 tahun mendampingi sepak terjang politik Badawi sebagai istri. Dua tahun berikutnya, Perdana Menteri ini menikah kembali dengan Jeanne Abdullah dan membangun keluarga bersama 2 anak kandung dan 2 anak tiri.
Riset dan analisis: Rifqy Baharuddin - Mochamad Nasrul Chotib