Target Bauran Energi 25 Persen di 2025 Terancam, Covid-19 Jadi Kendala Besar
Pembangunan infrastruktur pendukung energi bersih di lapangan terhambat.
Pembangunan infrastruktur pendukung energi bersih di lapangan terhambat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen di tahun 2025 mendatang masih sulit di capai. Saat ini, penggunaan energi bersih baru mencapai 60 persen dari target.
"(Bauran EBT yang kita capai sekarang masih jauh, masih kurang lebih 60 persen dari target padahal 2 tahun lagi," ujar Arifin dalam acara Seminar Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Hotel St Regis, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
Dia menyebut, lambatnya capaian bauran energi baru dan terbarukan akibat dari dampak pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu. Sehingga, pembangunan infrastruktur pendukung energi bersih di lapangan menjadi terhambat.
Saat ini, Kementerian ESDM terus menggenjot jaringan transmisi untuk percepatan capaian target bauran energi baru dan terbarukan. Selain itu, Kementerian ESDM juga terus berupaya menciptakan regulasi untuk menarik minat investor.
"Kita juga harus create demand (menciptakan permintaan) listrik baru yang tumbuh cukup signifikan, ke depan itu semua diisi oleh energi bersih terbarukan," pungkas Menteri Arifin mengakhiri.
Sebelumnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, pesimis target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 25 persen tercapai pada 2025 mendatang. Hal ini merespon masih rendahnya realisasi bauran energi bersih di Indonesia.
"Untuk target bauran EBT 25 persen, pemerintah terlalu halusinasi ya," kata Bhima dalam acara Polemik Transisi Energi Terbarukan dalam Perpres 112/2022 di Jakarta, Selasa (4/10)
Saat ini, bauran energi primer pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh batubara mencapai 60,5 persen. Sementara pembangkit listrik EBT baru mencapai 12,3 persen.
Selain itu, pemerintah juga dinilai masih belum serius untuk mendorong pengembangan EBT di Indonesia. Melalui, Peraturan Presiden Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik pemerintah masih mengizinkan operasional PLTU batubara hingga 2050 mendatang.
Sehingga, harus dikurangi pemanfaatannya secara serius oleh pemerintah.
"Tapi, arah kebijakan masih sangat mempertimbangkan nilai ekonomis dari PLTU dibandingkan dampak lingkungan," tandasnya.
Pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaTarget bauran EBT sebesar 17-19 persen bisa tercapai jika negara konsisten menyuntik mati PLTU batu bara
Baca SelengkapnyaSumber-sumber energi terbarukan membutuhkan pendanaan besar.
Baca SelengkapnyaPertamina Patra Niaga telah menyelesaikan tugas penyaluran energi bagi masyarakat dengan maksimal sepanjang periode Satgas Nataru.
Baca SelengkapnyaFokus pemerintah dalam percepatan transisi energi Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca SelengkapnyaKunjungan ini bertujuan untuk memastikan kesiapan Pertamina mulai dari unit produksi hingga distribusinya siap untuk merespon kebutuhan mudik Nataru.
Baca SelengkapnyaIndonesia merupakan mitra penting China dalam bersama-sama membangun dan berkontribusi terhadap target NZE 2060 di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnies mengakui transisi energi kepada yang lebih ramah lingkungan harus segera dilakukan
Baca SelengkapnyaPercepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca Selengkapnya