Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Industri gula nasional tak berdaya hadapi pasar tunggal ASEAN

Industri gula nasional tak berdaya hadapi pasar tunggal ASEAN Pabrik gula PTPN. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun 2015, sudah di depan mata. Namun, industri gula nasional yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing, kondisinya masih memprihatinkan.

Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Subiyono mengatakan, dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa, konsumsi gula nasional terus meningkat. Sementara pertumbuhan produksi lambat. "Dengan kondisi ini, tantangan industri gula nasional sangat berat. Saat ini, Indonesia sulit bersaing. Semua pemain industri gula nasional harus bergegas, apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) itu sudah di depan mata," terang Subiyono, Minggu (20/4).

Di MEA, Indonesia akan bersaing dengan negara-negara penghasil gula, khususnya dengan Thailand yang kini menjadi salah satu eksportir utama gula dunia. Sebagai perbandingan, kata Subiyono, produksi gula di Thailand berkisar 10,6 juta ton per tahun, sedangkan Indonesia pada 2013 mencatat produksi gula 2,55 juta ton.

Rendemen (kadar gula dalam tebu) Thailand mencapai 11,82 persen, sedangkan Indonesia hanya di level 7 persen. "Kapasitas total pabrik gula di Thailand sekitar 940.000 ton tebu per hari (tons of cane per day/TCD), masih jauh di atas Indonesia yang berkisar 205.000 TCD," jelas dia.

Dia melanjutkan, ekspor gula Thailand mencapai 8 juta ton, di mana 30 persen di antaranya mengalir ke Indonesia. Sementara Indonesia, masih menjadi negara importir gula, terutama untuk memenuhi kebutuhan gula industri yang meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

"Untuk mendorong daya saing industri gula nasional, kuncinya ada pada tiga hal, yaitu efisiensi, diversifikasi, dan optimalisasi alias EDO. Tiga hal itu harus dilakukan bersamaan karena memang saling memengaruhi," katanya.

Diakuinya, selama ini, industri gula nasional belum efisien. Biaya produksi gula masih mahal dibanding gula impor. Indonesia juga belum serius menggarap diversifikasi produk turunan tebu non-gula, seperti bioetanol dan listrik dari ampas tebu melalui program co-generation.

Padahal, masih menurut dia, di Brazil, India, atau Thailand, diversifikasi produk sudah menjadi andalan pendapatan industri berbasis tebu. Bahkan, di sebagian perusahaan berbasis tebu di luar negeri, pendapatan dari produk non-gula seperti bioetanol dan listrik dari ampas tebu sudah lebih besar dibanding pendapatan dari produk gula.

"Di Brazil, sekitar 18 persen kebutuhan energinya disumbang oleh bahan bakar berbasis tanaman tebu. Uang dari diversifikasi produk inilah yang ikut menyangga ekspansi pabrik gula di luar negeri untuk modernisasi mesin dan riset-riset budidaya tebu biar semakin produktif," papar Subiyono.

Sementara di Indonesia, diversifikasi produk belum digarap serius. Padahal, setiap 1 ton tebu setelah diproses bisa menghasilkan surplus listrik 100 kWh, bioetanol sebanyak 12 liter, dan biokompos sebesar 40 kilogram.

Terkait optimalisasi, Subiyono menambahkan, industri gula nasional belum optimal. Kapasitas giling dari 62 pabrik gula yang ada di Indonesia mencapai 205.000 ton tebu per hari (TCD). Dengan asumsi 170 hari giling dan rendemen 9 persen, maka produksi gula seharusnya 3,1 juta ton. Faktanya, kini produksi gula konsumsi hanya di kisaran 2,5 juta ton.

Masalah optimalisasi ini, juga terkait erat dengan tingkat teknologi. Sebagian pabrik gula masih menggunakan teknologi lama yang tak efisien. "Industri gula nasional harus total dalam memacu optimalisasi."

Menurutnya, optimalisasi kapasitas sangat relevan mengingat barrier to entry (hambatan untuk masuk) ke industri gula sangat tinggi. Industri gula merupakan industri padat modal dengan investasi 24 juta dolar Amerika untuk pembangunan pabrik per kapasitas 1000 ton.

Selain itu, produsen harus menyiapkan lahan budidaya tebu yang mencapai puluhan ribu hektar serta membangun infrastruktur berupa jalan untuk angkat-angkut tebu dan saluran irigasi. "Barrier to entry yang tinggi ini membuat pemain lama bisa lebih eksis dan punya peluang lebih besar untuk memacu kinerja asalkan mempunyai strategi yang tepat," pungkas dia.

(mdk/ard)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Curhat Pengusaha: Masyarakat Indonesia Lebih Suka Beli Minuman Tinggi Gula Dibanding Rendah Kalori

Curhat Pengusaha: Masyarakat Indonesia Lebih Suka Beli Minuman Tinggi Gula Dibanding Rendah Kalori

Pelaku industri mengaku kesulitan untuk memasarkan produk minuman kemasan rendah kalori.

Baca Selengkapnya
Pengusaha Minuman Ringan Keluhkan Mahalnya Harga Gula Dunia

Pengusaha Minuman Ringan Keluhkan Mahalnya Harga Gula Dunia

Gula merupakan bahan baku utama bagi industri minuman Indonesia. Sehingga, dengan naiknya harga gula dunia membuat pelaku usaha terbebani.

Baca Selengkapnya
Kalahkan Thailand dan Indonesia, Negara Ini Jadi Paling Populer di Asia Tenggara

Kalahkan Thailand dan Indonesia, Negara Ini Jadi Paling Populer di Asia Tenggara

Sepanjang tahun 2023 jumlah turis asing yang datang ke negara ini mencapai 29 juta kunjungan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Beras Impor 500.000 Ton Masuk Indonesia Mulai Januari 2024, Asalnya dari Thailand dan Pakistan

Beras Impor 500.000 Ton Masuk Indonesia Mulai Januari 2024, Asalnya dari Thailand dan Pakistan

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Penerimaan Bea Cukai 2023 Tak Capai Target Gara-Gara Cukai Rokok Naik 10 Persen

Penerimaan Bea Cukai 2023 Tak Capai Target Gara-Gara Cukai Rokok Naik 10 Persen

"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.

Baca Selengkapnya
Produksi Kelapa Sawit Indonesia Diprediksi Turun di 2024, Ini Faktor Penyebabnya

Produksi Kelapa Sawit Indonesia Diprediksi Turun di 2024, Ini Faktor Penyebabnya

Tantangan kedua, yaitu tidak jelasnya kepastian hukum dan kepastian berusaha.

Baca Selengkapnya
Mengintip Kondisi Industri Udang Indonesia dan Peluang di 2024

Mengintip Kondisi Industri Udang Indonesia dan Peluang di 2024

Dari sudut pandang bisnis, ongkos produksi udang di Indonesia masih cukup tinggi.

Baca Selengkapnya
Indonesia Kembali Impor Beras di 2024, Jumlahnya 2 Juta Ton

Indonesia Kembali Impor Beras di 2024, Jumlahnya 2 Juta Ton

Upaya Bulog untuk mendatangkan impor beras kali ini akan jauh lebih mudah dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Selengkapnya
10 Tanda Terlalu Banyak Konsumsi Gula, Sering Haus hingga Perubahaan Mood

10 Tanda Terlalu Banyak Konsumsi Gula, Sering Haus hingga Perubahaan Mood

Penting untuk memperhatikan batas maksimal konsumsi gula harian.

Baca Selengkapnya