Menguak Legenda Si Pahit Lidah, Cerita Rakyat yang Dipercaya Masyarakat Sumatera Selatan
Bagi masyarakat Besemah sosok Si Pahit Lidah dianggap sebagai seorang pemimpin pondasi dasar nilai budaya dan norma Suku Semidang.
Bagi masyarakat Besemah sosok Si Pahit Lidah dianggap sebagai seorang pemimpin pondasi dasar nilai budaya dan norma Suku Semidang.
Keberadaan legenda begitu populer di masyarakat Indonesia. Hampir setiap daerah di tanah air memiliki legenda yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Salah satu legenda yang populer di kalangan masyarakat Sumatera Selatan, tepatnya di Besemah atau Pasemah, Provinsi Sumatera Selatan bernama Legenda Si Pahit Lidah.
(Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Legenda Si Pahit Lidah ini masih berkaitan dengan Si Mata Empat yang diceritakan keduanya saling adu kesaktian.
Kisah Si Pahit Lidah yang memiliki nama Serunting Sakti ini tak hanya sebagai pesan moral saja. Bagi masyarakat Besemah sosoknya juga dianggap sebagai seorang pemimpin pondasi dasar nilai budaya dan norma Suku Semidang.
Kepercayaan ini tumbuh di daerah Kenidai, Serunting Sakti dan Si Pahit Lidah menjadi simbol persatuan dari keturunannya yang ada sekarang serta alat kontrol sosial.
Melansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, keberadaan cerita Si Pahit Lidah ini tak lepas dari beberapa penemuan benda megalitik.
Masyarakat sekitar percaya bahwa legenda tersebut masih berhubungan erat dengan keberadaan batu-batu megalitik.
Masyarakat Besemah percaya, jika adanya bebatuan megalitik itu merupakan hasil kesaktian dari Si Pahit Lidah. Setiap makhluk yang dikutuk olehnya pasti akan berubah wujud menjadi batu.
Dengan adanya bukti nyata dari batu megalitik ini, adakah kemungkinan wujud Si Pahit Lidah itu nyata?
Atau batu-batu megalitik itu merupakan bagian dari zaman pra-sejarah? Sampai sekarang belum ada jawaban pasti.
Lebih dari kisah legenda, masyarakat Besemah khususnya Suku Semidang meyakini jika Si Pahit Lidah adalah figur sekaligus pahlawan. Bahkan, mereka juga menganggap sebagai nenek moyang yang kemudian disebut dengan Puyang.
Mereka turut meyakini sampai sekarang jika kesaktian dan kekuatan Puyang-nya itu masih terus hadir serta melindungi perkampungan. Adapun peninggalan Si Pahit Lidah berupa sebilah keris yang dikenal dengan nama Tata Renggane. Konon keris ini adalah media pemersatu keturunan Suku Semidang di manapun berada.
Si Pahit Lidah pun kini menjadi sosok panutan. Hal ini turut memengaruhi perilaku mereka, salah satunya adalah menjaga dengan baik batu-batu peninggalan megalitik tersebut dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab.
Selain peninggalan keris, hubungan masyarakat dengan Puyang masih terjalin kuat karena ada makam Puyang Serunting Sakti dan batu Tapak Kaki Puyang Serunting Sakti.
Hingga saat ini masyarakat setempat masih menjaga dan merawat makam tersebut yang menjadi pusara dari nenek moyang mereka. Selain makam, tapak kaki juga menjadi salah satu media untuk berhubungan dan emosional antara Si Pahit Lidah dengan keturunannya.
Topeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaSongket Palembang, salah satu kekayaan budaya dari Sumatra Selatan dengan motif dan jenis yang beragam.
Baca SelengkapnyaSuku asli dari kota Pagaralam, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim ini melakukan perlawanan terlama dalam sejarah.
Baca SelengkapnyaCerita sosok makhluk halus yang satu ini cukup populer di lapisan masyarakat Batak.
Baca SelengkapnyaTulak Bala, tradisi menolak bala dari bencana maupun wabah khas masyarakat pesisir Pantai Barat Aceh.
Baca SelengkapnyaPantun Aceh lucu adalah bagian dari warisan budaya yang dapat menjaga dan melestarikan tradisi lisan masyarakat Aceh.
Baca SelengkapnyaTradisi Islam yang satu ini masih terus dilestarikan sampai sekarang dan sudah menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat Padang Pariaman.
Baca SelengkapnyaPesta adat sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen ala masyarakat Suku Dayak Wehea ini sampai sekarang masih terus dilaksanakan dan dilestarikan.
Baca SelengkapnyaDikemas dengan bahasa daerah, cerita lucu Sunda menghadirkan tawa dan senyum saat membacanya.
Baca Selengkapnya