Praktik perdukunan di balik hilangnya Mbah Fanani
Merdeka.com - Petilasan Dampu Awang di Indramayu belakangan semakin ramai. Tidak pernah diketahui siapa dan berwujud apa Dampu Awang. Hanya saja banyak yang menganggap tempat itu suci. Namun, setelah seseorang bernama Mbah Fanani tiba di sana, jumlah peziarah bertambah.
Merdeka.com Selasa (18/4) lalu bertandang ke petilasan Dampu Awang di Desa Sudimampir, Kecamatan Balongan, Indramayu. Buat mencapai lokasi dimaksud, kita harus menyusuri jalan sempit berlumpur membelah persawahan sejauh sekitar 1,5 kilometer. Letaknya ada di bibir saluran irigasi.
Tiba di lokasi, aroma asap kemenyan terbakar langsung menyambar hidung. Di pintu masuk petilasan dipasang hiasan kepala rusa. Di dalamnya terdapat sebuah sumur di bawah pohon rindang. Di samping kanan sumur tua berdiri langgar berukuran 5 x 5 meter. Di bagian selatan langgar ada sebuah kamar berukuran 1,2 meter x 2 meter. Di atas pintu masuk kamar lagi-lagi dipajang kepala hewan. Yakni kerbau bertanduk hampir satu meter. Di dalam ruangan tertutup kelambu itulah Mbah Fanani berbaring.
Keberadaan Mbah Fanani di tempat itu layaknya magnet. Ratusan orang singgah mengharap berkah darinya. Tidak sedikit dari mereka bahkan meneteskan air mata ketika berjumpa dengan lelaki itu.
"Mbah, hayang kawin (Mbah, mau nikah). Semoga cepat kawin Mbah," ujar seorang wanita berusia sekitar 30 tahun ketika bersimpuh di depan Mbah Fanani sambil terisak.
Semua orang yang datang ke petilasan itu punya harapan berbeda-beda. Ada yang berharap dimudahkan mendapat jodoh, kelancaran usaha, sampai mengaku 'dikerjai'.
"Saya punya usaha, katanya diguna-guna sama saingan. Saya ke sini supaya Mbah Fanani bisa bantu buang itu guna-guna dan usaha saya lancar lagi," ujar seorang pria berusia 45 tahun dari Cirebon, yang tak mau disebutkan identitasnya.
Petilasan Dampu Awang ©2017 Merdeka.com
Mereka yang menemui Mbah Fanani jarang bertangan hampa. Semuanya membawa segala rupa 'persembahan'. Mulai dari satu dus air kemasan, makanan ringan, roti, rokok, sarung, hingga parfum. Saat beranjak pulang mereka juga memberi amplop kepada pengurus petilasan, atau sekadar mengisi kotak sedekah.
Pemandangan itu justru berbanding terbalik dengan sikap warga sekitar. Masyarakat asli Desa Sudimampir seolah tak peduli dengan keramaian di petilasan itu. Badri (58) misalnya. Bapak dua anak ini lebih memilih memanen padi persis di pintu masuk area petilasan.
"Ngapain saya ke situ (petilasan). Enggak ada urusan. Dampu Awang juga saya tidak tahu siapa. Selama dia enggak mengganggu, ya kita juga enggak akan mengganggu," ujar Badri.
Menurut warga asli Sudimampir, bangunan yang kini disebut Petilasan Dampu Awang itu baru berdiri sekitar tiga tahun. Awalnya di lokasi itu tidak ada apapun. Mulanya cuma sawah. Di tengahnya memang ada pohon besar yang rindang dan sumur tua.
Sejak saat itu, lelaki bernama Toha membuat bangunan di sumur tua itu, dari kayu dolken. Kemudian dinamai Petilasan Dampu Awang. Toha merupakan anak dari Mbah Rojab.
"Dampu Awang itu mertuanya Prabu Siliwangi. Jadi bukan sembarang orang," kata Toha mencoba meyakinkan.
Setiap ada peziarah datang ke petilasan, mereka diarahkan langsung ke lokasi diyakini sebagai makam Dampu Awang. Letaknya sekitar seratus meter dari petilasan. Letaknya di tengah sawah dinaungi pohon besar. Namun menurut warga asli Sudimampir, makam itu fiktif.
"Bangunan dan makam ini baru ada tiga tahun lalu. Bangunan ini dibangun Toha dan Rojab itu. Saya warga sini asli, sawah saya itu. Dari dulu tidak ada makam di sini," kata Masri, warga lainnya yang sedang memanen padi di sekitar petilasan.
Petilasan Dampu Awang ©2017 Merdeka.com
Hal senada juga disampaikan oleh Seksi Pembangunan Desa Sudimampir, Herwanto. Dia mengatakan, bangunan kini dinamai Petilasan Dampu Awang itu baru dibangun sekitar dua tahun oleh Toha. Perangkat desa pun dibuat heran dengan klaim petilasan Dampu Awang. Tidak ada catatan sejarah atau bukti mengatakan di tempat itu adalah lokasi pernah disinggahi mertua Prabu Siliwangi.
"Enggak ada data atau apa di desa. Tiba-tiba saja orang luar (Toha dan Rojab) ke sini terus bangun di situ terus dikasih tulisan Petilasan Syech Dampu Awang," ujar Herwanto.
Informasi lebih detail soal seluk beluk petilasan itu disampaikan Kepala Desa Tegal Sembadra, Nurokhim (48). Menurut dia, lokasi petilasan itu memang berada di perbatasan antara Desa Sudimampir dengan Desa Tegal Sembadra.
"Kalau ada yang bilang di situ ada makam, saya tanya makam siapa? Katanya makam Dampu Awang. Dampu Awang itu siapa? Kapan dikubur di situ? Saya ini warga asli sini. Saya dulu waktu kecil menggembala kerbau dan kambing di situ. Tidak ada makam. Saya warga asli sini. Jadi kalau dibilang di situ ada makam, fiktif itu. Saya siap debat dengan mereka yang mengaku-ngaku," ujar Nurokhim.
Soal sumur tua di area petilasan, Nurokhim membenarkan. Namun menurut dia, sumur itu bukan pula tempat keramat. Menurut dia, sang kakak saya dan rekan-rekannya yang membangunnya.
"Dulu di sini air susah. Lalu oleh kakak saya dan teman-temannya dibuat sumur untuk minum, ternak, dan mandi. Jadi bohong itu kalau dibilang sumur tua dari zaman Dampu Awang," lanjut Nurokhim.
Petilasan Dampu Awang ©2017 Merdeka.com
Nurokhim sebenarnya tidak rela lahan itu dijadikan petilasan. Dia bahkan mencurigai lokasi itu cuma dijadikan tempat praktik perdukunan berkedok ziarah kubur. Sebab, si pendiri, Toha dan Rojab, tidak dikenal warga sekitar.
"Tiba-tiba datang ke sini, bangun petilasan terus dapat uang dari warga yang datang. Takutnya ini jadi praktik perdukunan dibalut agama Islam. Padahal mereka keluar dari konteks Islam," papar Nurokhim.
Jejak Rojab sang dukun
Merdeka.com mencoba menelusuri jejak Mbah Fanani di Dieng Kulon, Banjarnegara. Di desa ini, semua warga menyebut Mbah Fanani telah diculik seseorang bernama Toha. Tema percakapan itu selalu diperbincangkan di warung kopi hingga tempat makan masih.
"Kalau niatnya jemput, kenapa mesti malam-malam dan enggak izin atau kulonuwun sama warga sini? Itu yang bikin kita aneh," ujar Sarinem, penjual makanan di Jalan Dieng Kulon, tak jauh dari lokasi Mbah Fanani biasa bertapa.
Menurut Sarinem, sepekan ini warga Dieng Kulon masih selalu memperbincangkan keberadaan Mbah Fanani. Mereka tahu petapa 'sakti' itu ada di Petilasan Dampu Awang, Indramayu, justru dari media sosial dan berita.
Mbah Surip (40) yang rumahnya berjarak tiga meter dari tenda pertapaan bercerita banyak soal sosok Mbah Fanani dan juga Abah Rojab. Dia tahu karena Rojab dan anaknya, Toha, dulu sering datang ke pertapaan dengan membawa rombongan orang dari berbagai daerah.
"Rojab itu aslinya warga Desa Pekasiran, Kecamatan Batur (Kabupaten Banjarnegara). Dia itu dukun dulunya di kampungnya. Dukun royal," kata Mbah Surip.
Mbah Fanani dan Abah Rojab ©2017 Merdeka.com
Royal yang dimaksud Surip tidak merujuk pada istilah orang yang suka memberi, melainkan centil. "Royal itu apa ya, genit. Ya seperti itulah, genit," katanya.
Lantaran rekam jejak di desanya sudah jelek, Rojab hijrah. Namun, dia tidak tahu kemana Rojab hengkang.
Lima tahun lalu, Rojab sempat kembali ke Dieng Kulon dan menemui Ono. Ono adalah suami dari Ibu Uripah. Di depan rumah Ono inilah Mbah Fanani bertapa dalam tenda yang dibangun warga.
"Nah Rojab itu pernah bilang gini ke Ono. 'No, kita manfaatin Mbah Fanani yuk'. Tetapi ajakan itu tidak digubris sama Ono," terangnya.
Sayang, Ono dan Bu Uripah yang merdeka.com temui tak mau bercerita banyak. Selama ini Ono dan istrinya memang tertutup kepada media bila ditanya tentang Mbah Fanani. Padahal selama bertapa di Dieng, satu-satu orang yang bisa berkomunikasi dengan Mbah Fanani adalah Bu Uripah.
Karena tahu yang membawa Mbah Fanani adalah Toha, anak dari Rojab, Surip pun takut bila petapa sakti itu nantinya hanya dimanfaatkan saja. Surip takut kasus Dimas Kanjeng dan sejenis terjadi lagi dengan menjual nama Mbah Fanani, yang dihormati warga Dieng.
"Bisa jadi kan Mbah Fanani ini cuma dimanfaatkan saja oleh mereka. Ini karena lima tahun lalu Rojab pernah menyampaikan maksudnya yang tidak baik ke Ono. Dan sekarang Mbah Fanani malah dibawa oleh mereka," ujarnya.
Petilasan Dampu Awang di Indramayu ©2017 Merdeka.com
Anwar, tokoh masyarakat di Desa Dieng mengatakan, dalam waktu dekat perwakilan warga Dieng Kulon akan bertandang ke Petilasan Dampu Awang. Mereka ingin berkomunikasi langsung dengan Mbah Fanani.
"Kita sudah akan melakukan tindak lanjut. Nanti perwakilan warga sini akan ke sana. Kita mau nanya sama Mbah Fanani. Beliau itu benar diculik atau memang atas permintaan beliau sendiri ke sana, seperti yang disampaikan Toha. Kalau Mbah Fanani mau ke sini lagi, tentu kita senang. Mbah Fanani kan sudah kita anggap warga kita sendiri. Wong sudah puluhan tahun di sini," ujar Anwar.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di sisi lain, ada kepercayaan bahwa orang yang berkunjung ke sini bisa mendapatkan keberkahan
Baca SelengkapnyaSetiap orang memiliki besaran rezekinya masing-masing.
Baca SelengkapnyaMomen 20 orang selalu buka bersama sejak 12 tahun lalu. Begini potretnya yang curi perhatian.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bagi orangtua yang ingin mengajak anaknya melakukan perjalanan mudik secara cukup jauh, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan.
Baca SelengkapnyaIda menekankan, THR harus diberikan secara penuh, tidak boleh dicicil.
Baca SelengkapnyaMengenal D915, jalanan paling berbahaya di dunia dengan banyaknya tikungan tajam dan belokan yang mematikan.
Baca SelengkapnyaBagi sebagian orang hal ini tak masuk akal, tapi pelaku mengaku jalur klenik merupakan bagian dari usaha memenangkan Pemilu
Baca SelengkapnyaPuan menyebut, yang terpenting saat ini Pilpres berjalan baik,lancar dan juga jujur.
Baca SelengkapnyaPraka RM sempat berbicara dengan ibu korban dan perkataannya sungguh kejam dan tak punya hati.
Baca Selengkapnya