Sisi Lain Mayjen Sungkono Pertaruhkan Nyawa Demi Surabaya, Sebelum Perang Selalu Jahit Pakaiannya Sendiri
Keterampilannya menjahit tak bisa dipisahkan dari masa kecilnya
Keterampilannya menjahit tak bisa dipisahkan dari masa kecilnya
Sungkono lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Januari 1911. Mengutip situs p2k.stekom.ac.id, Sungkono adalah putra kedua dari pernikahan Ki Tawireja dan Rinten. Ayah Sungkono merupakan pedagang dan penjahit pakaian. Sementara Rinten ibunya, meninggal tak lama usai melahirkan Sungkono. Ayah Sungkono kemudian menikah lagi dengan Kartinem. Ibu sambung Sungkono merupakan penjual getuk. Setiap pukul 2 dini hari Sungkono
membantu ibunya mempersiapkan segala kebutuhan untuk dijualbelikan.
Sejak kecil, jiwa kepemimpinan Sungkono sudah tampak. Ia sendiri terinspirasi jiwa kepemimpinan Sukarno. Pada tahun 1929 saat
Sukarno berkunjung ke gedung Muhammadiyah
Purbalingga, Sungkono remaja menyimak pidato bapak bangsa itu dengan penuh kekaguman.
Sungkono menikah dengan seorang gadis pejuang bernama Isbandiyah. Keduanya mengucapkan janji suci pada 8 Januari 1946. Isbandiyah merupakan murid Sungkono saat ia menjadi guru olahraga di HIS Bubutan.
Mengutip artikel berjudul Peran Mayjen Sungkono dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1950 karya Irkhul Luklui (Jurnal AVATARA Unesa, 2018), Sungkono memiliki kemampuan menjahit sebagaimana bapaknya. Selama masa perang kemerdekaan, Sungkono selalu menjahit pakaiannya sendiri.
Sungkono dan Panglima Besar Sudirman sama-sama lahir di Purbalingga. Namun, keduanya baru bertemu dan berkenalan pada masa perang kemerdekaan di Kediri. Keduanya sempat bersama-sama selama 15 hari.
Sebelum bahaya mengancam
Kediri karena Belanda merencanakan penyerbuan dari tiga jurusan, Sungkono dan Sudirman sudah melakukan pembicaraan langkah-langkah apa yang hendak mereka lakukan untuk menghadapi serangan pihak kolonial tersebut.
Sungkono selaku komandan BKR Kota Surabaya
bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan seluruh wilayahnya.
Sungkono bertekad kuat bahwa cara Kota Surabaya harus dipertahankan dari upaya pihak kolonial merebutnya. Menurut Sungkono, Kota Surabaya harus
dikuasai pribumi secara de facto maupun de jure.
Beruntung, ia mendapatkan dukungan penuh dari para
pemuda dan badan-badan perjuangan. Hal ini tak terlepas dari sosok Sungkono dengan kepribadian seorang pemimpin
yang tenang dan berjiwa besar.
Bahkan, BKR Kota Surabaya juga berhasil menguasai jalur logistik sehingga dapur umum-dapur umum bekerja dengan baik menyuplai kebutuhan pangan para pejuang.
Salah satu kegiatan yang pernah digagas pemerintah untuk menghargai jasa para pahlawan sekaligus medium pembelajaran sejarah yakni gerak jalan Mojokerto-Surabaya.
Gerak jalan Mojokerto-Surabaya dilaksanakan setiap bulan November pada tahun 1955 sampai 1958 dengan rute
start Pandaan-Surabaya. Gerak jalan ini untuk mengenang jalur gerilya para pejuang seperti yang dilakukan komandan BKR Kota Surabaya, Mayjen Sungkono.
Momen Mayjen Kunto Arif Wibowo ikut nyemplung ke sungai saat kunjungan kerja ke Sumatera Selatan.
Baca SelengkapnyaPutri Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko kembali mencuri perhatian publik karena paras manisnya.
Baca SelengkapnyaKasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono menyatakan, keempat pelaku sudah ditangkap pihaknya.
Baca SelengkapnyaWanita tersebut rupanya punya suami di tubuh TNI AD.
Baca Selengkapnya"Agar tidak mengajak sanak keluarga atau tetangga untuk mengadukan nasibnya ke Jakarta," kata Joko
Baca SelengkapnyaSetiap Jumat, ia bersedekah di Surabaya, Gresik, dan Situbondo
Baca SelengkapnyaNenek Satikem sempat "dibuang" oleh majikannya ke panti jompo di Bangka Belitung
Baca SelengkapnyaYuni Shara merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 di Paud miliknya di Batu, Malang. Penampilan Yuni kala itu sukses mencuri perhatian.
Baca SelengkapnyaSetiap peternak bisa mengantongi Rp3,75 juta per dua pekan dari hasil menjual susu kambing, belum termasuk keuntungan jika kambing melahirkan
Baca Selengkapnya