Intip Tradisi Mepe Kasur Jelang Iduladha di Banyuwangi, Dipercaya Jauhkan Bencana dan Penyakit
Tradisi masyarakat Suku Osing yang unik di Desa Kemiran, Glagah, Banyuwangi
Tradisi masyarakat Suku Osing yang unik di Desa Kemiran, Glagah, Banyuwangi
Tradisi Mepe Kasur tahun ini digelar pada Kamis (21/6/2023). Proses menjemur kasur dilakukan pada pagi hingga siang hari. Setelah matahari melewati kepala, kasur harus dimasukkan ke dalam rumah. Konon jika tidak segera dimasukkan, kebersihan kasur akan hilang. Foto: liputan6.com
Pada hari pelaksanaan, sekitar pukul 07.00 WIB warga Desa Kemiren mengeluarkan kasur yang memiliki warna khas hitam dan merah untuk dijemur di depan rumah masing-masing. Meskipun memiliki corak warna sama, namun kasur yang dimiliki warga punya ketinggian beragam, mulai 5 cm, 7 cm dan 8 cm.
Saat menjemur kasur, warga membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. Kegiatan tersebut bertujuan agar mereka dijauhkan dijauhkan dari bencana dan penyakit.
Masyarakat Osing meyakini bahwa mengeluarkan kasur dari dalam rumah dan menjemurnya di bawah terik matahari dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Bagi pasangan suami isteri, tradisi ini bisa diartikan sebagai upaya mewujudkan kelanggengan. Kasur yang telah dijemur akan membuat pasangan suami istri tidur nyaman bak pengantin baru.
Naun, salah satu warga Desa Kemiren.
Adi Purwadi. salah satu tokoh masyarakat Adat Kemiren mengungkapkan, warga Osing beranggapan sumber penyakit datangnya dari tempat tidur. Sehingga, mereka mengeluarkan kasur dari dalam rumah lalu dijemur di luar agar terhindar dari segala macam penyakit.
Kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat manusia sehingga wajib dibersihkan agar kotorannya hilang. Tradisi Mepe Kasur digelar setiap tanggal 1 Dzulhijah dan bagian dari ritual bersih desa. Kasur yang dijemur warga Osing punya makna khusus. Warna merah diartikkan berani dan warna hitam disebut simbol kelanggengan rumah tangga.
Adi Purwadi, salah satu tokoh masyarakat Desa Kemiren
Setelah menjemur kasur, warga Osing melanjutkan tradisi bersih desa dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung Desa menuju ke batas akhir desa. Arak-arakan Barong usai, warga berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai penjaga desa.
Puncaknya, warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua warga membuat tumpeng dengan lauk khas warga Osing, yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Selamatan Tumpeng Sewu semakin meriah karena di setiap depan pagar rumah warga dipasang obor.
Saking serunya, tradisi Ngubyag sampai diikuti oleh warga luar kota.
Baca SelengkapnyaMelihat tradisi unik kebo-keboan yang ada di Banyuwangi, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaPara pria atau jejaka setempat menggoda wanita yang membantu panen di sawah dengan berpantun.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca SelengkapnyaTamansuruh merupakan desa yang berada di kaki Gunung Ijen. Budaya dan tradisi agraris sangat lekat.
Baca SelengkapnyaPria tua ini bukanlah orang sembarangan. Dia masih memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Pesan leluhurnya juga masih dipegang teguh. Bahkan kakek ini juga masih menjunjung tradisi ageman Jawa Kuno.
Baca SelengkapnyaMauludan merupakan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemuja, Kabupaten Mendo Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaSuasana guyub rukun terasa saat masyarakat Bonokeling merayakan perlon besar.
Baca Selengkapnya