Belajar dari Mang Enjang, Penjual Kue Cubit di Bogor yang Naik Kelas Berkat Media Sosial
Berkat media sosial kue cubitnya jadi naik kelas dan pelanggan berdatangan
Berkat media sosial kue cubitnya jadi naik kelas dan pelanggan berdatangan
Penggunaan media sosial disebut mampu meningkatkan penjualan, bahkan dirinya kini tak lagi harus berkeliling karena pembeli berdatangan. Kemudian, penjual yang karib disapa Mang Enjang itu juga melakukan inovasi-inovasi lain secara otodidak sehingga produknya berbeda dari kebanyakan kue cubit.
Mang Enjang sebelumnya berjualan kue cubit sejak 2002, dengan serentetan kegagalan dan kerugian yang ia rasakan selama merintis hingga sekarang memiliki kedai usaha sendiri, berikut kisah inspiratifnya.
Dikisahkan Mang Enjang dalam kanal YouTube Halo Bos yang dilansir Merdeka, Kamis (29/2), sebelumnya banyak ditemui rintangan dan ujian selama menjual camilan legit itu.
Ia dahulu sempat terjebak di kue cubit pada umumnya, alias tidak melakukan inovasi dan hanya sebatas berjualan. Berbagai cara juga sudah dilakukan, mulai dari tak menaikan harga sampai berkeliling ke banyak tempat.
“Karena dulu belum punya langganan sama belum dikenal, mungkin Mang Enjang juga agak malu-malu untuk masarin jadi dulu pernah sampai maghrib itu belum habis, dan mencoba terus bertahan karena tidak ada penghasilan lain. Ya hanya jual original aja, dengan harga Rp50 per biji tahun 2002 itu,” terangnya
Tak ingin berlarut-larut dalam kondisi itu, Mang Enjang kemudian mencari berbagai inspirasi untuk inovasi kue cubitnya. Saat itu, ia sempat disarankan oleh pembeli untuk menambah rasa green tea namun rupanya tak semudah yang dikira.
Ia kesulitan mencari bahan, setelah mendapatkannya dan mencoba menjualnya berujung kegagalan. Rasanya tidak pas, dan kurang peminatnya. Namun yang dipegangnya hanya satu, yakni tak boleh menyerah.
“Dari percobaan itu banyak gagalnya, gagal gak jual, gagal gak jual, gagal gak jual, sampai akhirnya setelah beberapa kali mencoba menemukan rasa yang tepat dan kena di pasaran,” terang penjual ramah bertopi itu.
Dengan adanya media sosial membuat dirinya banyak mendapat inspirasi. Mang Enjang kemudian mencoba berbagai varian lainnya untuk menambah jumlah menu rasa di kue cubit yang ia jual.
Saat ini dirinya sudah memiliki beberapa rasa, mulai dari original, cokelat, red velvet, talas, green tea dan lainnya. Kue cubit miliknya kini berhasil naik kelas karena banyak diburu bukan hanya anak-anak, namun juga remaja dan dewasa.
“Awalnya hanya cokelat dan green tea, lalu dirasa enak karena nyoklat banget, terus nambah lagi rasa. Dan mulai 2015 ada lebih dari 10 varian, ada original, cokelat, tiramisu, taro bubble gum, peppermint, leci sampai charcoal,” katanya.
Trik utama dalam membangun bisnisnya adalah dengan menggunakan media sosial Instagram untuk memasarkan kue cubit produksinya Di awal, dia tak langsung memposting kue dan justru menawar-nawarkannya melalui fitur direct message.
Cara ini dilakukan untuk membuat pelanggan yang ada di rumah bisa memesan dan memilih varian kue cubit yang ia jual. Rupanya trik ini berhasil karena terdapat banyak pelanggan yang bisa membeli secara online.
“Ini jadi salah satu trik market, karena dulu waktu dipikul tidak memakai sosmed yang mereka pakai, akhirnya saya pingin upgrade market di mana saya follow-followin pembeli, karena melalui multimedia saya bisa menawarkan ke pintu-pintu kamar mereka dan di era sekarang harus menggunakan media sosial, ” terangnya
Menurut Mang Enjang, keunggulan lain dengan memasarkan melalui media sosial adalah pangsa pasar yang luas yakni generasi muda.
Sebelum memakai media sosial, kue cubit kerap dianggap jajanan anak-anak. Namun sekarang dagangannya mampu terjual ke seluruh lapisan masyarakat. Media sosial pun membuat kue cubit Mang Enjang makin dikenal.
“Udah dulu ada yang nyuruh adiknya buat beli kue cubit, karena nganggapnya ini jajanan bocah. Tapi sekarang walau nggak punya brand, mereka tau dagangan saya kue cubit Mang Enjang,” terangnya.
Dari berbagai pengalaman ini, Mang Enjang membagikan kunci utama agar kue cubit produksinya bisa laris dicari pelanggan. Inovasi dan mencintai profesi menjadi kunci, sehingga memiliki motivasi untuk mencoba berbagai metode berjualan.
Kemudian, ia juga menerapkan konsistensi agar di sisi rasa dan kualitas, sehingga ketika melakukan berbagai terobosan tidak ada yang berubah dan menghindari kekecewaan pelanggan.
“Kuncinya pertama cintai produk kita dulu, konsisten, pelajari kekurangan, beradaptasi dengan keadaan dan lakukan, mereka akan mereview dengan suka rela produk kita,” tambahnya.
Keberadaan para pengrajin bawang di Kampung Jaha tak lepas dari peran Soeparno yang dianggap sebagai 'guru'.
Baca SelengkapnyaBang Jabo menggratiskan pempeknya untuk kalangan duafa.
Baca SelengkapnyaJika biasanya tukang bakso cukup berkaos dan celana panjang, namun hal tersebut berbeda dengan penjual yang satu ini.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, masyarakat Solo sangat memahami ajang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaSelain berbisnis Darma juga memiliki minat dalam dunia balap.
Baca SelengkapnyaAjang menyadari bahwa gengsi tidak akan membuatnya sukses.
Baca SelengkapnyaJualan bakso sejak dua bulan lalu, Sidik Eduard amat bersyukur karena bisnisnya berkembang pesat.
Baca SelengkapnyaPenjual bakso tersebut berhasil membuka tiga cabang di berbagai wilayah Cirebon, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaTak semua anak yang lahir di dunia ini beruntung bisa hidup dalam kecukupan ekonomi keluarga.
Baca Selengkapnya