YLKI Nilai Kenaikan PPN 1 Persen Tak Ganggu Konsumsi Masyarakat
Merdeka.com - Undang-Undang Harmonisasi Pengaturan Perpajakan (UU HPP) mengamanatkan pemerintah akan menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen. Kenaikan tarif PPN ini akan mulai diterapkan pada April 2022 mendatang.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai, secara empirik kenaikan PPN tidak akan memengaruhi masyarakat untuk mengurangi konsumsi. Sebab, kenaikannya hanya 1 persen.
"Saya pikir secara empirik tidak akan memengaruhi masyarakat untuk mengurangi konsumsi di restoran (misalnya) karena naik 1 persen," kata Tulus saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Sabtu (9/10).
Menurutnya, bagi masyarakat kelas menengah kenaikan pajak tersebut tidak akan menjadi pertimbangan seseorang mengurungkan niatnya untuk makan di restoran. Apalagi makan di restoran tidak dilakukan setiap hari. Pilihan mereka makan di luar juga bukan karena lapar, melainkan juga membeli kenyamanan.
"Makan di restoran juga tidak tiap hari dan cuma untuk golongan tertentu atau dalam artian orang mampu. Selain itu orang yang makan ke restoran punya intention, bukan makan karena lapar, tapi ingin makan yang lebih nyaman, aspek kenyamanan ini yang punya angka lebih dari sekedar kena pajak," kata dia.
Ubah Pola Konsumsi Masyarakat
Namun, tak dapat dipungkiri kenaikan PPN 1 persen ini berpotensi mengubah perilaku masyarakat dalam berkonsumsi. Masyarakat akan dituntut menjadi lebih kreatif menyiasati keadaan. Misalnya dengan mengurangi volume atau kualitas dari makanan atau jasa yang dibeli menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki.
"Dampaknya ke konsumen ini bisa merubah perilaku, mungkin tahap awalnya mengurangi jumlah makan di restoran, lalu mengurangi volume dari kualitas makan di restoran. Kalau biasanya Rp 500.000u, sekarang belanjanya jadi Rp 400.000 atau Rp 450.000 karena sisanya untuk bayar pajak," tuturnya.
Dari sisi momentum pelaksanaan, Tulus menilai jeda waktu dari diberlakukannya Undang-Undang dengan waktu implementasi dinilai cukup. Ada waktu selama 6 bulan bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi. Namun dia mengingatkan penerapan UU ini juga harus memperhatikan kondisi terkini. Bila pada April tahun depan, kondisi Covid-19 memburuk, maka sebaiknya kenaikan PPN ditunda sementara hingga kondisi bisa terkendali lagi.
"Kalau dengan asumsi ngamuk lagi (kasus naik) covidnya, lebih baik ditunggu dulu karena kan PPKM diberlakukan lagi, tapi kalau Covid-19 melandai seperti saat ini, ini tidak memberatkan," kata dia mengakhiri.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaRealisasi kenaikan PPN sebesar 12 persen pun pernah diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal.
Baca SelengkapnyaJokowi berharap gaji PNS dapat meningkatkan kinerja serta akselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dalam Pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen.
Baca SelengkapnyaPada Desember 2023, NTP Provinsi Sulawesi Tengah mengalami kenaikan tertinggi mencapai 2,22 persen dibandingkan NTP provinsi lainnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaPenumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu.
Baca SelengkapnyaKepastian kenaikan tunjangan uang lauk pauk prajurit itu disampaikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca SelengkapnyaPemerintah Beberkan Alasan Buka Loker CPNS dan PPPK Tahun 2024
Baca Selengkapnya