Konflik Rusia-Ukraina, Harga Komoditas dan Inflasi RI Diprediksi Meningkat
Merdeka.com - Ekonom Bhima Yudhistira menilai ketegangan yang terjadi di Ukraina akan membuat sejumlah harga komoditas melonjak. Salah satunya harga minyak mentah sampai jam 12 siang tadi telah mencapai USD 100,7 per barel atau nail 2,85 persen untuk minyak brent dan USD 94,9 per barel atau naik 3,01 persen untuk jenis light Sweet WTI.
"Minyak mentah sekarang sudah di atas USD 100 per barel," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (24/2).
Tingginya harga minyak mentah tersebut bisa membuat belanja negara untuk subsidi energi kian membengkak. Mengingat harga minyak mentah yang tertulis dalam APBN 2022 hanya USD 63 per barel. Bahkan dalam laporan Kementerian Keuangan, sampai akhir Januari 2022 belanja negara untuk subsidi energi mencapai Rp 10,2 triliun.
"Jadi gap harga minyak di APBN dan secara riil ini sudah jauh dan akan semakin membengkak untuk subsidi energi," kata dia.
Selain itu, agresi militer Rusia berpotensi meningkatkan inflasi dan membuat biaya logistik atau pengiriman barang melonjak. Begitu juga dengan harga bahan pokok, diperkirakan akan meningkat dan membuat daya beli masyarakat semakin rendah.
Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah merevisi APBN tahun 2022 karena ada beberapa indikator yang membuat perencanaan pemerintah akan meleset. Khususnya untuk nilai tukar rupiah dan inflasi yang bisa lebih tinggi dari perkiraan.
"Oleh karena itu, mendesak pemerintah untuk segera melakukan perubahan APBN," kata dia.
Pemerintah juga disarankan untuk melakukan antisipasi lainnya seperti menambah dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup harga pangan dan stabilitas arga energi. Sebab, konflik yang terjadi di global tersebut bisa mengancam tren pemulihan ekonomi nasional.
"Jadi kalau pemerintah mau pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 5 persen, maka harus dipastikan stabilitas harga minyak goreng, kedelai maupun komoditas lainya. BBM , Pertamax dan Pertalite harus bisa terjaga harganya sampai akhir 2022," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaTujuan serangan sebagai bentuk dukungan kepada Palestina ketika Israel dan Hamas melancarkan perang.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana menambah anggaran subsidi BBM pasca konflik Iran dan Israel membuat harga minyak dunia naik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pertamina tidak menaikkan harga BBM meski harga minyak dunia merangkak naik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah.
Baca SelengkapnyaPerubahan HET MinyaKita dilakukan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan.
Baca SelengkapnyaMenurut Menteri ESDm, itu wajar dilakukan saat harga minyak dunia turun imbas gencatan senjata Israel dan Hamas.
Baca SelengkapnyaHal ini merespons isu kenaikan harga minyak kita akibat kurangnya realisasi domestic market obligation (DMO) oleh produsen.
Baca SelengkapnyaSelain berisiko memicu peperangan lebih besar, Arifin tak ingin harga minyak dunia meroket.
Baca SelengkapnyaUsai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Baca Selengkapnya