Indonesia disebut tengah alami darurat rokok
Merdeka.com - Indonesia masuk ke dalam jajaran negara dengan jumlah perokok aktif terbesar di dunia, setelah China dan India. Data kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia memiliki tren yang cenderung meningkat dari 27 persen pada 1995 menjadi 36,3 persen pada 2013.
Tidak hanya itu, WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2017 menyebutkan prevalensi perokok di Indonesia pada pria sebesar 64,9 persen, sedangkan wanita sebesar 2,1 persen. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami darurat rokok.
Menanggapi kondisi tersebut, sejumlah upaya dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh ialah dengan pengembangan inovasi teknologi dari produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dan rokok elektrik yang memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Dewan Penasihat Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO) yang juga merupakan peneliti LIPI, Erman Aminullah, mengungkapkan bahwa rokok elektrik sangat efektif untuk mengurangi konsumsi rokok konvensional di masyarakat.
"Rokok elektrik sebagai produk teknologi baru memiliki potensi yang dapat mengubah pola dan kecenderungan konsumsi rokok, yakni dari rokok konvensional ke rokok elektrik," ucap Erman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (10/5).
Produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dan rokok elektrik dinilai memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional karena tidak mengalami proses pembakaran dan mengeliminasi TAR, senyawa kimia yang mengandung zat-zat karsinogenik. Senyawa ini lah yang jika dalam jangka panjang dihirup oleh manusia akan mengendap dalam tubuh dan memicu berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit paru-paru, jantung, dan kanker.
Senada dengan Erman, peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) yang juga Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Amaliya, memaparkan hasil penelitian independen yang telah dilakukan terhadap pengguna rokok elektrik dengan memeriksa kondisi kesehatan mulut dari kelompok bukan perokok, perokok aktif, dan konsumen rokok elektrik.
"Hasilnya didapati bahwa pada perokok aktif ditemukan inti sel lebih banyak yang melapisi pipi bagian dalam dibandingkan pengguna rokok elektrik dan mereka yang bukan perokok, atau dengan kata lain sel-sel tersebut memiliki kecenderungan mengalami ketidakstabilan yang dapat mengakibatkan dysplasia (kondisi perubahan abnormal) pada dinding mulut," ucap Amaliya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Banyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca Selengkapnya"Kami juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali terkait kenaikan tahunan cukai hasil tembakau."
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang contoh permasalahan lingkungan hidup dan solusinya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aksi yang melibatkan beberapa unsur masyarakat itu merupakan langkah nyata untuk menuju Indonesia Maju.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaTujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.
Baca SelengkapnyaMengatasi demam panggung memerlukan pemahaman tentang penyebabnya dan penerapan strategi untuk mengelolanya.
Baca SelengkapnyaPenduduk di Perbatasan Skouw RI-PNG ada suku dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca SelengkapnyaProduksi kentang di Modoinding Minahasa Selatan, mengalami kenaikan signifikan hingga 55 persen dari awalnya 9,9 ton per Hektare (Ha) menjadi 15,8 ton/Ha.
Baca Selengkapnya