Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Semakin Ketatnya Pasokan di Amerika Serikat
Merdeka.com - Harga minyak tercatat naik lagi pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), dengan patokan global Brent mencapai USD 76 per barel. Kenaikan harga terjadi karena pasokan di Amerika Serikat semakin ketat setelah menyusut ke level terendah sejak Januari 2020 serta ditopang juga oleh melemahnya greenback.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik USD 1,31 atau 1,75 persen menjadi ditutup pada USD 76,05 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman September naik USD 1,23 atau 1,7 persen menjadi menetap di USD 73,62 per barel.
Data dari penyedia informasi Genscape menunjukkan bahwa persediaan di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma terus berkurang, kata para pedagang pada Kamis (29/7). Stok Cushing terlihat di 36,299 juta barel pada Selasa (27/7) sore, turun 360.917 barel dari 23 Juli.
Data persediaan Cushing datang sehari setelah Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah domestik turun 4,1 juta barel dalam seminggu yang berakhir 23 Juli.
Cushing, titik pengiriman untuk patokan kontrak berjangka minyak AS, telah mengalami penarikan stok tujuh kali berturut-turut.
"Minyak mentah masih kehabisan kehabisan persediaan di AS kemarin. Pasar mendapat dorongan tambahan dari dolar AS yang lebih lemah dan sinyal dari Iran bahwa tidak ada kesepakatan nuklir yang akan segera terjadi," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York
Pada Juni, Brent mencapai USD 75 per barel untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun, kemudian merosot awal bulan ini di tengah kekhawatiran tentang penyebaran cepat varian Delta dari virus corona dan kesepakatan kompromi oleh produsen minyak terkemuka untuk meningkatkan pasokan.
Pemulihan ekonomi AS masih di jalurnya meskipun ada peningkatan infeksi virus corona, Federal Reserve AS mengatakan pada Rabu (28/7) dalam sebuah pernyataan kebijakan yang mengisyaratkan pembicaraan seputar penarikan dukungan kebijakan moneter sedang berlangsung.
Pelemahan Dolar
Dolar melemah sehari setelah pernyataan Federal Reserve bahwa pihaknya belum menetapkan waktu untuk mulai mengurangi pembelian obligasinya.
Indeks dolar melemah 0,41 persen menjadi 91,882, level yang terakhir terlihat pada 29 Juni. Dolar yang lesu mengangkat euro naik 0,39 persen menjadi 1,1888 dolar AS, tertinggi dalam lebih dari tiga minggu.
Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan permintaan investor untuk komoditas-komoditas berdenominasi dolar, termasuk minyak mentah.
"Sementara risiko terhadap prospek permintaan dapat meningkat karena pemerintah di seluruh Eropa mengurangi izin untuk pertemuan publik, kami mencatat bahwa pasar telah mengalami beberapa putaran pembatasan mobilitas, namun, pemulihan global tidak tergelincir secara signifikan," analis dari Citi mengatakan dalam sebuah catatan.
Lebih lanjut mendukung prospek pasokan yang lebih ketat adalah pernyataan dari Iran yang menyalahkan Amerika Serikat atas jeda dalam pembicaraan nuklir, yang dapat berarti penundaan pengembalian barel Iran ke pasar.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pertamina tidak menaikkan harga BBM meski harga minyak dunia merangkak naik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah.
Baca SelengkapnyaData pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Harga BBM di SPBU Pertamina tidak mengalami kenaikan per 1 Maret 2024 ini.
Baca SelengkapnyaPHE hingga Juni 2023 mencatatkan produksi minyak sebesar 570 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas 2757 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Baca SelengkapnyaTujuan serangan sebagai bentuk dukungan kepada Palestina ketika Israel dan Hamas melancarkan perang.
Baca SelengkapnyaNilai belanja militer itu naik 6,8 persen dari 2022 dan mencatat lompatan paling tajam sejak 2009, demikian disebutkan dalam laporan tersebut.
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaMenurut Menteri ESDm, itu wajar dilakukan saat harga minyak dunia turun imbas gencatan senjata Israel dan Hamas.
Baca Selengkapnya