Bos Perusahaan di AS Sudah Siap Hadapi Resesi, Pertimbangkan Pangkas Tenaga Kerja
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali mengingatkan kondisi ekonomi dunia makin tidak pasti. Bahkan tahun 2023 Jokowi mewanti-wanti kondisi dunia dalam 'awan gelap' dan badai besar segera datang.
Saat ini, sejumlah CEO di Amerika Serikat mulai meyakini bahwa ekonomi negara tidak bisa mencapai soft landing menyusul serangkaian kenaikan suku bunga besar oleh Federal Reserve untuk meredam inflasi.
Menurut survei terhadap 400 pemimpin perusahaan besar di AS oleh perusahaan konsultan KPMG, 91 persen memperkirakan resesi di AS bakal terjadi dalam 12 bulan ke depan.
KPMG juga menemukan bahwa hanya 34 persen persen dari CEO yang disurvei melihat resesi akan berlangsung secara ringan dan singkat.
"Ada ketidakpastian yang luar biasa selama dua setengah tahun terakhir," kata Paul Knopp, ketua dan CEO KPMG, merujuk pada dampak ekonomi imbas pandemi Covid-19 dan kekhawatiran tentang inflasi, dikutip dari CNN Business, Selasa (4/10).
"Sekarang, kita menghadapi resesi lain yang membayangi," ungkapnya.
KPMG menyebut, lebih dari separuh CEO yang disurveinya sedang mempertimbangkan pemangkasan tenaga kerja untuk bersiap enghadapi resesi. Tetapi nasih ada sedikit tanda harapan.
Meskipun mayoritas CEO berpikir bahwa resesi akan datang, masih banyak eksekutif bisnis percaya bahwa mereka dalam kondisi yang lebih kuat untuk menghadapi guncangan ekonomi yang begitu keras daripada di tahun 2008 silam. "Ada optimisme untuk jangka panjang tentang ekonomi AS dan prospek untuk organisasi mereka sendiri," sebut Knopp.
"Perusahaan merasa mereka lebih tangguh dan lebih siap (menghadapi resesi)," pungkasnya.
Tetapi Knopp menambahkan bahwa para CEO juga memperhatikan prospek jangka pendek ekonomi sehingga mereka berniat untuk merubah rencana pengeluaran jangka panjang.
Perkiraan soal Bisnis
Knopp mencatat bahwa meskipun banyak CEO mengungkapkan yakin bisnis mereka akan meningkat dalam jangka panjang karena inisiatif lingkungan, sosial dan tata kelola, mereka mungkin perlu menghentikan beberapa upaya ini selama setahun ke depan atau lebih untuk menekan biaya.
Dia pun menambahkan, bisnis di AS juga menyadari ada potensi risiko yang lebih besar dari memangkas terlalu banyak pekerjaan dan mengurangi pengeluaran terlalu banyak.
"Perusahaan tidak bisa bereaksi berlebihan dalam jangka pendek karena itu bisa menimbulkan masalah untuk jangka panjang. Pandemi masih menimbulkan kekhawatiran mendesak bagi perusahaan," jelas Knopp.
Kekhawatiran di antara para pemimpin perusahaan besar di AS tampaknya juga dialami oleh para pemimpin perusahaan kecil.
Sebuah survei terhadap perusahaan pasar menengah yang dilakukan bulan lalu oleh firma akuntansi dan penasihat Marcum LLP dan Sekolah Bisnis Frank G. Zarb dari Universitas Hofstra menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen CEO perusahaan menengah mengkhawatirkan resesi.
Lebih dari seperempat dari CEO ini mengatakan mereka telah memulai PHK atau berencana untuk melakukan pemangkasan karyawan dalam 12 bulan ke depan, untuk mengantisipasi resesi.
Reporter: Natasha Khariunnisa Amani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani Dapat Bisikian soal The Fed Bakal Turunkan Suku Bunga Acuan
Saat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaBI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh Melambat di 2024, Bagaimana dengan Indonesia?
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaInvestasi Mulai Mengalir ke Indonesia, Investor Pantau Hal Ini Usai Pemilu 2024
Saat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bukti Tak Ada Lapangan Kerja di Indonesia: Pengusaha Kecil-kecilan Menjamur, dari 100 Rumah Saja Ada 25 Warung
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaKinerja Industri Pembiayaan Diprediksi Tumbuh Hingga 16 Persen di 2024
Industri pembiayaan diprediksi akan terus meningkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaKondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaGubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya
Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaEkonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen
Dua faktor ini menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi global terganggu, bahkan lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.
Baca Selengkapnya