Kisah Para Presiden RI 'Terusir' dari Istana dengan Pakaian Lusuh
Merdeka.com - Menjadi seorang presiden, tak selamanya selalu berada di puncak kejayaan. Beberapa pimpinan tertinggi ini bahkan 'terusir' dari Istana negara. Parahnya, mereka 'terusir' dengan pakaian lusuh bukan dengan barang mewahnya.
Kisah para presiden RI ini tentu sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Sebagian besar orang mengetahui peristiwa di balik perlakuan tersebut pada sang presiden. Penasaran dengan kisah para presiden RI yang 'terusir' dari Istana dengan pakaian lusuh?
Simak ulasan informasinya berikut ini.
Abdurrahman Wahid
Sikap nyeleneh Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah sempat menjadi headline media massa. Baik di nasional maupun internasional. Saat menyambut pendukungnya di depan Istana Merdeka, sang presiden hanya memakai celana pendek dan berbalut kaos oblong.
"Hal yang paling unik saat Gus Dur (Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid) keluar dan berdiri di depan istana cuma memakai celana pendek," kata Osdar usai peluncuran bukunya yang berjudul 'Sisi Lain Istana' di Bentara Budaya, Jakarta, Jumat (7/3/2014).
Pada Senin 23 Juli 2001 malam, Gus Dur memberikan arahan kepada massanya untuk tidak melakukan tindakan bersifat anarkis. Hal ini terkait dengan pencopotan jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Saat itu, massa yang berkumpul menunggu penjelasan di bagian utara lapangan Monas tepatnya di depan Istana. Mereka menunggu kejelasan terkait isu pelengseran dirinya. Setelah mendapat penjelasan dari Gus Dur, akhirnya massa membubarkan diri.
Detik-Detik Pelengseran Gus Dur
Putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid masih mengingat dengan jelas detik-detik pelengseran sang ayah sebagai Presiden ke-4. Hal ini dia sampaikan dalam acara peringatan haul Gus Dur ke-9 yang digelar di rumahnya Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018) malam."Juni 2001 saya dipanggil bapak (Gus Dur). Bapak meminta kita pulang ke Ciganjur, beliau mengatakan 'suasana berat nak, bawa ibu pulang'," cerita Alissa Wahid di lokasi.
©Reuters
Kala itu, banyak pihak yang ingin sang ayah meletakkan jabatannya sebagai pimpinan tertinggi Republik Indonesia. Alissa mengaku dirinya saat itu setia terus mendampingi sang ayah di Istana Negara. Dia bahkan sempat memberikan saran agar sang ayah merelakan jabatannya. Akan tetapi, saran tersebut tak didengar oleh Gus Dur."Saya bertanya, 'Pak, kenapa si Bapak bertahan. Musuhnya banyak, bapak kan tidak menginginkan jabatan'. Beliau menjawab 'Nak, kita berjuang untuk kebenaran'. Kebenaran tidak bisa divoting," tegas Alissa.Menurutnya, sang ayah sudah bulat untuk bertahan di Istana. Namun, secara tiba-tiba Gus Dur mengubah sikapnya. Saat keluarganya memilih tinggal mendampingi Gus Dur, beliau justru memutuskan untuk keluar dari Istana."Kemudian saya bertanya lagi, 'Bapak kenapa kok kita keluar ke istana?'. Rupanya beberapa Kiai, salah satunya Kiai Iskandar mengatakan, beberapa ribu santri sudah berdatangan. Di depan istana berdemo, saling berbalas-balasan, saling adu suara. Waktu itu, beliau mendapat laporan ribuan akan datang dan siap berjihad untuk pemimpin mereka (Gus Dur)," tambahnya.
Tak Ingin Korbankan Rakyat
Kabar itulah yang justru membuat Gus Dur tegas untuk meninggalkan Istana dan meletakkan jabatannya sebagai Presiden. Sebab menurut Alissa, tak ada satu pun jabatan yang patut dipertahankan oleh sang ayah jika harus mengorbankan rakyatnya."Begitulah ketika kemanusiaan diletakkan di atas politik. Beliau teguh tidak akan mengorbankan rakyat untuk keuntungan mereka sendiri. Banyak orang yang tidak suka Gus Dur, cara-cara Gus Dur, tapi tidak ada yang menyangka bahwa Gus Dur berjuang untuk umat. Mari kita jadikan tauladan, mendahulukan kemanusiaan dibanding politik. Kita harus mengingatkan pemimpin untuk melayani rakyat, bukan pemimpin yang dilayani rakyat," pungkasnya.
Soekarno
Pada tanggal 12 Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mencabut kekuasaan Presiden Soekarno. Sejak Surat Perintah 11 Maret 1966, kekuasaan sebenarnya telah berpindah ke Jenderal Soeharto. Meski dilengserkan, Soekarno justru menolak anjuran loyalisnya untuk melawan Jenderal Soeharto. Presiden RI ke-1 ini memilih untuk mengalah. Maka, dengan pelan-pelan Soekarno yang masih tinggal di Istana Negara dijadikan sebagai tahanan rumah. Pemerintahan Orde Baru pun mulai memerintahkan untuk menurunkan gambar-gambar Soekarno dari kantor-kantor serta sekolah.
©2020 Merdeka.com
Pada 16 Agustus 1967, Soekarno kemudian meninggalkan Istana. Tak ada raungan sirine maupun pengawalan layaknya seorang pejabat negara. Tidak ada lagi bendera kepresidenan yang sudah 20 tahun menemani perjalanan perjuangan Soekarno. "Bung Karno keluar hanya memakai piyama warna krem serta kaos oblong cap cabe. Baju piyamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang koran yang digulung agak besar, isinya bendera sang saka merah putih," kata Perwira Detasemen Kawal Pribadi Sogol Djauhari Abdul Muchid.
Hari-Hari Terakhir Soekarno
Kisah ini diceritakan dalam buku 'Hari-hari Terakhir Soekarno' yang ditulis Peter Kasenda dan diterbitkan Komunitas Bambu. Dijelaskan, tak ada pengawalan layaknya kepala negara dan hanya pria tua berusia 65 tahun terkantuk-kantuk dalam mobil tua yang menyusuri jalanan Jakarta yang macet. Soekarno sempat tinggal di paviliun Istana Bogor. Gerakannya saat itu masih relatif bebas. Melihat hal itu, tentara lantas melarang Soekarno kembali lagi ke Jakarta. Tentu saja hal ini membuat Soekarno menderita dan mulai sakit-sakitan. Pada Agustus 1967, Soeharto mengeluarkan ultimatum bagi anak-anak Presiden pertama tersebut. Mereka disuruh meninggalkan Istana Negara. Dengan terpaksa mereka tinggal mengontrak, sementara sebagian tinggal bersama Fatmawati di Kebayoran Baru.Pada Desember 1967, giliran Soekarno dan Hartini yang diperintah meninggalkan paviliun Istana Bogor. Saat itu, kondisi kesehatan Soekarno kian memburuk. Sang presiden kemudian pindah ke Batutulis, sebelum akhirnya menjadi tahanan rumah di Wisma Yasoo, Jakarta. Di Wisma Yasoo inilah Soekarno diperlakukan sebagai orang pesakitan yang membuat kondisinya kian memburuk. Tanggal 21 Juni 1970, Soekarno menghembuskan napas terakhir. Berakhirlah hidup Proklamator, pejuang dan presiden pertama Indonesia ini. Ironisnya, dalam status tahanan rumah. Dia ditahan oleh bangsanya sendiri.
(mdk/tan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meskipun demikian, Luhut mengaku bersedia apabila diminta hanya untuk memberikan saran oleh Presiden yang terpilih nantinya.
Baca SelengkapnyaDari 7 Presiden yang memimpin Indonesia, BJ Habibie lah kepala negara RI tertua ketika dilantik yakni 61 tahun.
Baca SelengkapnyaDalam pertemuan dengan Wapres, para tokoh yang hadir menyampaikan hal-hal terkait pentingnya keutuhan bangsa,.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ganjar membeberkan sampai pagi ini, dirinya sama sekali tidak menerima undangan dari KPU RI.
Baca SelengkapnyaKapan Pemilu Presiden? Pemilu presiden 2024 adalah pemilu kelima di Indonesia yang bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaSeorang pria tua berusia 80 tahun sukses mencuri perhatian. Awalnya, kakek tua itu tengah berusaha menyeberang jalan raya.
Baca SelengkapnyaPihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menggelar pertemuan dengan Presiden Tanzania Samia Suluhu Hassan di Istana Kepresidenan Bogor.
Baca Selengkapnya