Mengapa Awal Puasa dan Lebaran Terkadang Berbeda di Indonesia? Ini Kata Ilmuwan

Senin, 20 Maret 2023 08:14 Reporter : Merdeka
Mengapa Awal Puasa dan Lebaran Terkadang Berbeda di Indonesia? Ini Kata Ilmuwan ilustrasi bulan. ©shutterstock/Claudio Divizia.com

Merdeka.com - Perbedaan penentuan awal puasa dan lebaran di Indonesia masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Perbedaan muncul bukan karena metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) yang dilakukan. Hal itu disampaikan oleh Ilmuwan Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin.

Menurutnya, rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga, kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat.

"Jadi, adanya perbedaan itu lantaran kriteria yang ditentukan," kata seperti dilansir dari laman resmi BRIN, Senin (20/3).

Sebab, kriteria harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama. Termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Thomas menyebut ada potensi kesamaan awal Ramadan, apabila saat maghrib, 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat (3-6,4).

Dan pada saat yang bersamaan juga sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal (WH). Sehingga, dua kriteria tersebut menjadi seragam, baik versi 3-6,4 dan WH bahwa 1 Ramadan 1444 pada 23 Maret 2023.

Di sisi lain, Thomas menyebut adanya potensi perbedaan terkait Idulfitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS.

"Namun di sisi lain, sudah memenuhi kriteria WH. Jadi, ada potensi perbedaan, yaitu versi 3-6,4, 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, sedangkan versi WH, 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023," urainya.

Sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha yang terus berulang, jelas Thomas, karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriah, yaitu harus ada otoritas tunggal.

"Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama. Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. Kriteria diupayakan untuk disepakati bersama," ungkap Thomas.

[faz]

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini