Merdeka.com - Di era Perang Dunia II, rezim Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler dari tahun 1933 hingga 1945 selain menyisakan berbagai kisah pilu di berbagai peperangan ternyata juga menyimpan beberapa sejarah mengerikan di bidang ilmu pengetahuan.
Banyak dari dokter-dokter Nazi yang ditengarai melakukan eksperimen yang melibatkan manusia sebagai subjeknya hingga puluhan kali, diperkirakan mencapai 30 jenis eksperimen.
Ironisnya, eksperimen-eksperimen yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tak menghiraukan hak-hak dari manusia yang dijadikan kelinci percobaan. Banyak di antara mereka yang diperlakukan tidak manusiawi seperti mutilasi dan 'pencacatan' dengan sengaja. Alhasil kebanyakan manusia yang menjadi kelinci percobaan dipastikan meninggal dunia.
Hingga setelah Perang Dunia II selesai, sebanyak 15 dokter sadis Nazi didakwa bersalah dengan melakukan eksperimen-eksperimen kejam itu dan menerima hukuman gantung.
Berikut adalah 5 eksperimen Nazi yang tergolong sangat sadis serta ulasannya.
Ketika perang, banyak tentara Jerman yang terinfeksi penyakit 'Gas Gangren' atau semacam penyakit yang menghambat suplai darah kebagian tubuh. Parahnya, gangren bisa membuat bagian tubuh yang terkena mengalami nekrosis atau kematian jaringan.
Tak mau kehilangan banyak tentara, dokter Nazi yang berada di kamp Ravensbruck melakukan uji coba obat luka Sulfanilamide untuk mengatasi infeksi luka selama perang. Yang membuat miris adalah para dokter tersebut dengan sengaja menularkan beberapa bakteri berbahaya seperti streptococcus, tetanus, hingga gangren ke manusia yang menjadi bahan percobaan.
Para dokter tersebut melukai para manusia yang menjadi kelinci percobaan kemudian mengoleskan bakteri-bakteri itu ke luka yang telah dibuat tadi. Sebelum akhirnya menghentikan suplai darah ke bagian tubuh yang dilukai dengan cara mengikat bagian tubuh tersebut dengan tali dan mengaplikasikan obat Sulfanilamide.
Tak diragukan lagi, banyak dari objek uji coba yang meninggal dengan mengenaskan akibat eksperimen ini.
Advertisement
Nazi pada masa jayanya memang dikenal banyak menggunakan pesawat terbang untuk melakukan invasi ke berbagai negara. Oleh karenanya, dibutuhkan sistem keamanan yang tinggi untuk para pilot yang diterjunkan ke medan perang.
Salah satu dokter Nazi bernama Sigmund Rascher mencoba meneliti dampak ketinggian terhadap para pilot dengan menggunakan tahanan perang di penjara Dachau sebagai objek penelitian, sekitar tahun 1942.
Dibantu oleh peneliti lain, Rascher menempatkan para tahanan di sebuah ruang khusus yang sengaja diatur memiliki tekanan udara rendah seperti di ketinggian 20 kilometer di atas permukaan tanah.?
Dengan keadaan lingkungan seperti itu, tentu saja para tahanan lama kelamaan akan mati lemas. Bahkan setelah ketika para tahanan hampir meninggal, Rascher membedah isi kepala mereka untuk mengetahui dampak ketinggian ektrim pada otak dan pembuluh darah manusia.
Eksperimen kejam ini meminta korban hingga 80 orang dari total 200 tahanan. Pada akhirnya, sekitar 120 objek penelitian sisanya dibunuh secara sadis.
Jika Anda menganggap dua penelitian sebelumnya sadis, maka eksperimen yang satu ini jauh lebih sadis.
Untuk mempelajari cara transplantasi bagian tubuh dari satu orang ke orang lain, para dokter Nazi melakukan eksperimen transplantasi kaki, tangan, dan bagian tubuh lain milik para tahanan di kamp Ravensbruck.
Tanpa didasari dengan pengetahuan yang cukup, para dokter itu dengan sengaja mengamputasi bagian tubuh tahanan untuk ditransplantasikan ke tahanan lain. Transplantasi serupa juga dilakukan pada jaringan tulang dan otot untuk mempelajari regenerasinya ketika beralih tubuh.
Eksperimen sia-sia tersebut dianggap telah menyebabkan kesakitan luar biasa hingga kecacatan permanen pada manusia yang menjadi objek penelitian. Hal itu belum termasuk korban meninggal yang diperkirakan tidak sedikit jumlahnya.
Advertisement
Kekejaman para dokter Nazi berlanjut, bahkan untuk menentukan cara eksekusi para tahanan yang didakwa bersalah sekalipun.
Para peneliti di kamp tahanan Buchenwald melakukan uji coba memakai beragam metode eksekusi menggunakan senjata beracun. Mereka dengan sengaja menyuntikkan zat racun macam sianida dan zat asam karbol kepada tawanan perang asal Rusia.
Yang lebih membuat bulu kuduk merinding, berbagai macam jenis racun lain juga diberikan lewat racun yang diteteskan pada makanan, hingga menembak langsung tahanan menggunakan peluru yang telah dilumuri racun.
Bahkan objek penelitian yang diketahui berhasil selamat pun masih akan tetap dibunuh agar para dokter itu bisa melakukan otopsi untuk melihat dampak dari racun ke jaringan tubuh.
Jika Indonesia memiliki sistem KB (Keluarga Berencana) untuk mengontrol pertumbuhan penduduk, tidak demikian dengan cara yang diterapkan oleh Nazi.
Karena ingin melakukan proses sterilisasi masal dalam tempo yang cepat dan 'efisien', para dokter di kamp Auschwits, Ravensbruck, dan daerah lain mengaplikasikan metode radikal sebagai ganti sistem kontrasepsi, baik kepada pria maupun wanita di sana.
Banyak pria yang pada akhirnya harus dikebiri agar para dokter bisa memantau perubahan sikap serta dampak dari metode sterilisasi ini. Demikian halnya dengan para wanita, sebuah alat tertentu sengaja dimasukkan ke dalam rahim secara paksa agar tidak terjadi pembuahan.?
Kedua metode sterilisasi radikal tersebut diketahui menyebabkan pendarahan hingga kematian dalam jumlah yang tak sedikit. Bahkan ribuan dari korban sterilisasi mengalami gangguan mental yang parah.
Advertisement
AI Disebut Bakal Ubah Cara Pasarkan Produk
Sekitar 33 Menit yang laluDANA Resmi Implementasikan Layanan BI-FAST
Sekitar 2 Jam yang laluPerangkat Ini Bisa Monitoring Aktivitas Saraf Otak Manusia
Sekitar 3 Jam yang laluElon Musk Tak Bisa Lepas dari Kawalan Bodyguard Sekalipun ke Toilet, Ini Wujudnya!
Sekitar 5 Jam yang laluPHK Amazon Bertambah 9000 Karyawan setelah 18 Ribu Pegawai Diberhentikan
Sekitar 6 Jam yang laluCara Membuat Pesan Broadcast WA untuk Kirim Kata-kata Jelang Ramadan & Lebaran
Sekitar 7 Jam yang laluXiaomi Redmi Note 12 Series Segera Dirilis di Indonesia, Catat Tanggalnya!
Sekitar 9 Jam yang laluBeli Motor Volta dengan Baterai Tambahan Bisa Dapat Kuota Internet Telkomsel
Sekitar 11 Jam yang laluIlmuwan Meyakini Ada Hubungan Masa Depan Pengaruhi Hasil di Masa Lalu
Sekitar 12 Jam yang laluPelanggan Baru Smartfren Bisa Dapat Paket Data 36GB Harga Rp50 Ribu, Begini Caranya
Sekitar 22 Jam yang laluSedang Mencari Smartphone Baru? Ketahui Dulu Beberapa Hal ini agar Tak Salah Pilih
Sekitar 1 Hari yang laluIndiHome Hadirkan Serial Podcast Bareng Si Unyil
Sekitar 1 Hari yang laluCara Pakai AI Seperti ChatGPT di Microsoft Word, Begini Langkah-langkahnya
Sekitar 1 Hari yang laluIni Postingan Pertama Kali Donald Trump saat 'Bebas' dari Hukuman Facebook
Sekitar 1 Hari yang laluVIDEO: Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu 50 Kg di Bungkus Teh Cina Asal Malaysia
Sekitar 3 Jam yang laluWarga Lampung Terkena Peluru Nyasar Saat Pulang Kerja, Ini Kronologinya
Sekitar 4 Jam yang laluPolisi Kantongi Identitas Sopir Fortuner Seruduk Polantas di Jakarta Barat
Sekitar 7 Jam yang laluKisah Pria Ditolak Mertua karena Jual Ikan Cupang, Kini Jadi Polisi Diminta Kembali
Sekitar 8 Jam yang laluVIDEO: Mahfud Duga Sambo Tak Akan Dieksekusi Mati, Hukuman Jadi Seumur Hidup
Sekitar 1 Hari yang laluTeddy Minahasa 'Boyong' Ahli Forensik Pernah Bela Eliezer Sebagai Saksi Meringankan
Sekitar 5 Hari yang lalu10 Tas Mewah Istri Para Pejabat Indonesia, Mulai Sambo sampai Rafael Alun
Sekitar 5 Hari yang laluCEK FAKTA: Ferdy Sambo Berlutut dan Mengemis Minta Ampun ke Bharada E?
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Richard Eliezer Buntut Wawancara TV, Ini Kata Pengacara
Sekitar 1 Minggu yang laluAlasan LPSK Cabut Perlindungan Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Terhadap Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluCEK FAKTA: Hoaks Permintaan Terakhir Sambo Satu Sel dengan Putri Sebelum Dihukum Mati
Sekitar 1 Minggu yang laluTOP NEWS: Harta Miliaran Rafael Terbongkar | LPSK Kecewa Berat Eliezer Langgar Aturan
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan, Bharada E akan Diperlakukan Seperti Ini oleh Polisi
Sekitar 1 Minggu yang laluVIDEO: Duduk Perkara Hingga LPSK Cabut Perlindungan Buntut Eliezer Wawancara di TV
Sekitar 1 Minggu yang laluVaksin IndoVac Sudah Bisa Digunakan Sebagai Booster Kedua Masyarakat 18 Tahun ke Atas
Sekitar 1 Minggu yang laluHoaks, Kemenkes Terbitkan Artikel Pria Tak Vaksinasi Berefek pada Kualitas Sperma
Sekitar 3 Minggu yang laluBRI Liga 1: Enggan Berleha-leha, PSIS Maksimalkan Jeda FIFA Matchday untuk Tingkatkan Performa
Sekitar 1 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami