Berita dengan kategori berbayar mulai diminati

Merdeka.com - Apabila selama ini, banyak anggapan miring bahwa berita berbayar tidak laku dijual, menurut penelitian, ternyata terjadi lonjakan tren yang akibatkan banyak orang rela membeli berita dalam kategori berbayar.

Menurut sebuah penelitian yang mengambil sample dari negara-negara di Eropa seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Denmark dan beberapa negara lain, ternyata tidak sedikit pembaca berita online mulai mau untuk membeli berita-berita dalam kategori berbayar.

Selama ini, banyak media online seperti The Sun, Daily Telegraph, Bid sampai dengan Washington Post yang memberlakukan sistem berbayar untuk beberapa berita yang mereka anggap unggulan.

Dari penelitian tersebut, seperti yang dikutip dari BBC (20/06), selama 10 bulan terakhir, ada kenaikan tren sebesar 10 persen dari tahun sebelumnya.

Pengguna internet mulai open-minded untuk menyisihkan beberapa uangnya untuk mendapatkan berita yang berkualitas walaupun harus membayarnya terlebih dahulu.

Dalam penelitian itu, pengguna internet yang mulai membuka diri untuk berani membayar untuk satu berita didominasi oleh orang-orang yang berusia mulai dari 25 sampai 34 tahun.

Dari kisaran umur tersebut, jumlah pembaca pria masih dominan dibandingkan wanita. Tentunya bukan menjadi satu hal yang aneh, karena hal tersebut merupakan salah satu sisi positif dari perkembangan teknologi.

Saat ini, banyak orang yang sudah memiliki smartphone bahkan tablet. Dengan menggunakan perangkat mereka itu, maka untuk mengakses berita juga dapat dilakukan di mana dan kapan saja.

Untuk itu, dengan segala kemudahan yang ada, para pemilik berita, khususnya media-media online, selain dari iklan, mereka juga mengharapkan pemasukan dari berita yang mereka punya dengan cara memberlakukan sistem berbayar.

"Data ini mengindikasikan, rata-rata, 10 persen orang telah membayar untuk berita dalam bentuk digital, naik sepertiga dari tahun sebelumnya," kata Robert Picard, direktur penelitian di Reuters Institute for the Study of Journalism, yang melakukan studi tersebut.

Menjadi satu hal yang unik sekaligus menarik apabila pemikiran banyak orang sudah mulai terbuka dan tidak terlalu mengharapkan sesuatu yang gratisan saja.

Apabila di dunia barat sudah mulai open-minded, bagaimana dengan pengguna internet sekaligus pencari berita di Indonesia? Kira-kira mau tidak untuk membayar beberapa Rupiah untuk berita yang berkualitas?