Partai Islam dinilai tak punya nyali bikin koalisi
Merdeka.com - Hasil hitung cepat pemilihan umum legislatif 2014 menunjukkan partai-partai berbasis massa Islam kurang memperoleh suara maksimal. Jika mereka tidak membentuk koalisi, diperkirakan semakin menunjukkan perpecahan di antara mereka.
Hal itu dikritik oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bahtiar Effendy. Menurut dia, mestinya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar percaya diri menggagas dan memimpin koalisi partai Islam.
"Kenapa Muhaimin enggak percaya diri mendeklarasikan? Ini ironisnya," kata Bahtiar dalam acara diskusi di kawasan Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, Sabtu (20/4).
Bahtiar menyatakan, politikus partai Islam hanya merasa Islam penting dalam politik Indonesia, tapi tetap tidak ada yang mau menjadi calon dan wakil presiden. Padahal, lanjut dia, jika semua suara partai Islam digabungkan akan memberikan posisi tawar politik kuat.
"Saya enggak tahu kenapa. Buat apa harus mendukung partai ini, itu. Enggak ada ruginya partai Islam bersatu. Kalau jalan sendiri-sendiri sampai kapanpun hanya menjadi pelengkap politik dan tidak pernah dianggap penting sepanjang sejarah Indonesia. Kalau terus seperti itu partai Islam enggak akan pernah besar. Kau bilang partai Islam, tapi enggak pernah berani merasa penting sebagai partai Islam," ujar Bahtiar.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan nilai-nilai politik Islam tidak bisa dipisahkan dari dunia politik Indonesia. Dia meminta partai-partai Islam bersatu.
"Jangan jalan sendiri-sendiri dengan egoismenya. Ini justru akan mempertontonkan perpecahan di kalangan politik Islam itu sendiri. Kalau dipandang tidak taktis, maka akan ditinggalkan kekuatan lain," ujar Din.
Lain lagi pendapat politikus Partai Golkar sekaligus Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama, Slamet Effendi Yusuf. Menurut dia, partai-partai Islam ini masih ragu satu sama lain sehingga enggan merapat dan berkoalisi.
"Ada keraguan di kalangan partai Islam. Mereka itu kelihatannya bersatu tapi hatinya tercerai berai. Hal ini dibuktikan pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Mereka bersatu tapi cuma setahun," ujar Effendi.
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah organisasi besar yang berhaluan Syafii Asy'ari ini berubah menjadi partai politik golongan kaum tua untuk menandingi gencarnya gerakan kaum muda.
Baca SelengkapnyaNdiaye memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan MK RI tentang perubahan syarat usia capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaNarasi-narasi provokatif dapat memicu perpecahan harus dihindari terlebih di tahun politik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
AHY menegaskan ingin fokus memenangkan Partai Demokrat dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAirlangga menyebut, hampir seluruh presiden masuk dalam partai politi
Baca SelengkapnyaPolitikus Partai Gerindra resmi menjadi mualaf di hadapan sosok capres dan Imam Besar Masjid Istiqlal. Ini informasinya.
Baca SelengkapnyaAra menegaskan, pilihan yang sudah ditentukan olehnya dalam mendukung salah satu paslon capres-cawapres bukan atas instruksi dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaMaruarar memutuskan keluar dari PDIP dan memilih sejalan dengan arah politik Jokowi.
Baca SelengkapnyaNaskah proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) Tahun 1949 menjadi saksi bisu pemberontakan pasca kemerdekaan Indonesia.
Baca Selengkapnya