Wisma ditutup, jumlah penderita HIV/AIDS di Gang Dolly menurun
Merdeka.com - Tutupnya sebagian wisma di Gang Dolly, Surabaya, Jawa Timur, berbuah positif. Jumlah wanita tuna susila (WTS) yang terjangkit virus HIV/AID pada 2013 menurun, hanya 73 orang. Sedangkan pada 2012 mencapai 118 orang.
Hal ini diungkapkan Lurah Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Bambang Hartono saat menggelar diskusi tentang bahaya HIV/AIDS bersama para pemilik wisma dan mucikari di Wisma Barbara Gang Dolly, Rabu (18/9). Hadir pula di acara itu, Kepala Puskesmas Kelurahan Putat Jaya, Hartati yang bertindak sebagai pembicara.
Bambang mengatakan, penurunan jumlah penderita HIV/AIDS di lokalisasi Dolly dan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan tersebut, berdasarkan penghitungan yang dilakukan Puskesmas setempat dari bulan Januari hingga September 2013 ini.
"Sekarang jumlah penderita HIV/AIDS di lokalisasi Dolly ada 73 WTS. Dari data di Puskesmas, jumlah itu mengalami penurunan. Pada tahun 2012 lalu, jumlahnya mencapai 118 orang dan tahun ini turun," kata Bambang di sela-sela diskusi.
Menurut Bambang, penurunan jumlah penderita HIV/AIDS tersebut imbas dari ditutupnya sebagian wisma yang ada di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut. "Penurunan jumlah tersebut, seiring dengan tutupnya sejumlah wisma sebagai penampungan para WTS," katanya.
Dipaparkan Bambang, total wisma yang ada di Gang Dolly dan Jarak ada sekitar 311 wisma. Rinciannya, di Gang Dolly 52 wisma dan 238 wisma di lokalisasi Jarak. "Dua wisma di Gang Dolly sudah ditutup. Sedangkan, di Jarak ada 19 wisma yang sudah tutup. Total wisma di dua lokalisasi ini ada sekitar 311, dan memang wisma yang paling banyak di Jarak, karena banyak berdiri wisma-wisma kecil plus pitrat,"
Dengan banyak ditutupnya wisma di dua lokalisasi tersebut, kata Bambang, berimbas pula pada jumlah WTS yang bermukim di area prostitusi yang kali pertama didirikan oleh Tante Dolly sejak zaman Belanda tersebut. "Maka berkurang pula jumlah penderita HIV/AIDS di sini (Dolly dan Jarak)," lanjutnya.
Ke depan, kampanye kesehatan bagi para pekerja seks komersial (PSK) harus tetap dilakukan secara berkesinambungan. Pemeriksaan kesehatan bagi WTS/PSK harus terus dilakukan di Puskesmas-Puskesmas setempat. "Tak terkecuali pemilik wisma, juga harus ikut memeriksakan kesehatannya. Biaya pemeriksaannya tidak mahal, setiap orang hanya dikenakan biaya Rp 9 ribu saja," katanya lagi.
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
jumlah sampah yang terkumpul selama malam perayaan tahun baru 2024 di Jakarta mencapai 130 ton.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita muda berinisial MJS (19) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia dijadikan pekerja seks komersial (PSK) di Jakarta Utara.
Baca SelengkapnyaSaat beraksi, pelaku membawa pisau untuk mengancam korban kemudian menutup mata korbannya dengan lakban.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dia dibawa oleh seorang pria berinisial A (18) yang dikenal melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaDemi menebus asa membangun sekolah, seorang polisi rela menyisihkan gaji untuk menabung.
Baca SelengkapnyaSeorang lagi anggota Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia, Sabtu (17/2).
Baca SelengkapnyaTerduga pelaku berinisial R, warga Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Sejauh ini, sejumlah saksi sudah dimintai keterangan.
Baca SelengkapnyaAni menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.
Baca SelengkapnyaAti mengaku kewajiban pembayaran cicilan KUR BRI Rp9 juta per bulan justru menjadi penambah semangat berjualan.
Baca Selengkapnya