Reporter Natas diinterogasi saat meliput pengepungan asrama Papua
Merdeka.com - Wartawan dari Pers Mahasiswa (Persma) Natas universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengalami intimidasi saat meliput peristiwa pengepungan polisi terhadap asrama Papua, Jumat (15/7). Intimidasi tersebut berupa interogasi identitas diri atas dasar rasial.
Pimpinan Umum Persma Natas, Gregorius Adhytama, membenarkan bahwa dua anggotanya yang bernama Benidiktus Fatubun (Benfa) dan Fileksius Gulo (Fileks) mengalami intimidasi saat melakukan peliputan. Benfa dan Fileks yang merupakan mahasiswa jurusan pendidikan sejarah tersebut dimintai identitasnya oleh polisi.
"Tiba-tiba datang seseorang yang berpakaian jaket kulit dan berbadan gempal datang menghampiri Benfa dan Fileks. Mereka berdua bertemu dengan seorang anggota kepolisian di depan kampus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), Jalan Kusumanegara," jelas Gregorius Adhytama, Senin (18/7).
Gregorius Adhytama menjelaskan bahwa polisi kemudian meminta Benfa dan Fileks menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan kartu id Pers. Tak hanya itu saja, polisi kemudian juga memfoto identitas tersebut.
"Mereka berdua diminta menunjukan KTM, KTP, dan kartu pers. Kemudian setelah dilihat lalu difoto oleh polisinya," ujar Gregorius Adhytama.
Menurut Gregorius Adhytama, saat peristiwa peliputan tersebut sedang marak razia yang dilakukan oleh kepolisian atas terhadap orang-orang yang berasal dari Papua. Mereka yang berkulit hitam dan berambut kriting kerap dicurigai dan dilakukan interogasi.
"Benfa itu orang Maluku yang dari lahir di Papua jurusan pendidikan sejarah semester lima. Sedangkan Fileks itu jurusan pendidikan sejarah semester tiga asli Nias," ujarnya.
Gregorius Adhytama menyayangkan perbuatan polisi yang melakukan intimidasi terhadap dua wartawan persma tersebut. Menurutnya polisi sebagai pejabat negara tak selayaknya berbuat rasis.
"Perbuatan polisi itu kan menunjukan diskriminasi terhadap orang Papua yang berkulit hitam. Miris polisi kok sangat rasis," ujarnya.
Kami jelas mengecam tindakan aparat terhadap intimidasi wartawan pers mahasiswa Natas Universitas Sanatadharma. Karena aparat sendiri telah menutup akses informasi atas apa yang terjadi di asrama Papua.
Sementara itu sekjen Perhimpunan Pers Mahasiswa Indosenia (PPMI) Yogyakarta, Taufik Hidayat, Mengecam upaya polisi dalam mengintimidasi wartawan Persma Natas. Dia menilai kepolisian sama saja menutup kran informasi terhadap publik.
"Polisi yang mengintimidasi wartawan sama dengan upaya penutupan fakta terhadap peristiwa di asrama Papua," ujar Taufik Hidayat.
Menurut taufik, polisi semestinya mengerti wilayah kerja masing-masing institusi. "Kalau kerjanya polisi mengamankan ya sudah cukup dengan mengamankan saja. Tidak perlu melakukan intimidasi dengan menginterogasi wartawan apalagi berdasarkan rasial," imbuhnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemudik yang berangkat melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya capai 65.530 orang
Baca SelengkapnyaIbu bayi malang ini divonis penjara seumur hidup karena menelantarkan bayinya hingga tewas.
Baca SelengkapnyaPria bernama Bagas Adi ini berjuang untuk jadi mantu Ridwan Kamil.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kesal lantaran diselingkuhi dengan sosok tentara, pria tersebut mulai bertekad jadi abdi negara.
Baca SelengkapnyaPatung Kepala Firaun Nabi Musa Dikembalikan ke Mesir, Dicuri Selama 30 Tahun dan Sempat Muncul di Pameran
Baca SelengkapnyaPerempuan Ini Ngobrol dengan Ibunya yang Sudah Meninggal Pakai AI, Pengalamannya Menyeramkan
Baca Selengkapnyafakta-fakta pembunuhan R di Pulau Pari yang dirangkum merdeka.com
Baca SelengkapnyaApa saja fakta menarik dari Hari Persandian Nasional tanggal 4 April?
Baca SelengkapnyaPimpin Sekte Sesat, Pria Ini Mengaku Nabi, Sekap 251 Anak untuk Tujuan Mengerikan
Baca Selengkapnya