PN Jakarta Selatan Beri Izin Ruslan Buton Hadiri Pemakaman Istrinya
Merdeka.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memberikan izin kepada, Ruslan Buton, terdakwa kasus ujaran kebencian untuk menghadiri pemakaman istrinya yang meninggal dunia hari ini di Bandung. Izin diberikan selama empat hari terhitung mulai tanggal 25 hingga 28 September 2020.
"Terhitung hari ini (Jumat) sampai hari Senin," kata Pejabat Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haruno. Demikian dikutip dari Antara, Jumat (25/9).
Pemberian izin atas dasar kemanusiaan agar terdakwa dapat menghadiri pemakaman dan melepas kepergian sang istri ke peristirahatan terakhir.
Selama masa pemberian izin, Rulan Buton, akan dikawal oleh pengawal tahanan mulai dari berangkat hingga dipulangkan kembali ke rumah tahanan.
"Terdakwa didampingi petugas pengawal tahanan hingga dikembalikan lagi ke Rutan Bareskrim," ujar Haruno.
Seperti diberitakan sebelumnya, Erna Yudhiana (44) istri Ruslan Buton, meninggal dunia akibat sakit yang dialaminya.
Erna diketahui sudah cukup lama mengidap penyakit ginjal dan harus melakukan cuci darah setiap dua minggu sekali.
Erna Yudhiana sempat hadir ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memperjuangkan keadilan suaminya dengan mengajukan praperadilan pada Juli 2020.
Ia datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah dalam kondisi sakit, sehingga harus menggunakan kursi roda.
Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun menyebutkan jenazah istri Ruslan Buton dikebumikan di Bandung.
Ruslan, lanjut Tonin, juga telah berangkat ke Bandung untuk menghadiri pemakaman setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberi izin kepadanya.
Izin tersebut diberikan berdasarkan surat penetapan majelis hakim nomor 845/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel yang mengabulkan permohonan tim penasihat hukum terdakwa dengan alasan demi kemanusiaan.
"Menetapkan memberi izin kepada terdakwa Ruslan Buton bin La Mudjuni tersebut karena istrinya meninggal dunia," tulis keterangan dalam surat penetapan majelis hakim tersebut.
Adapun surat penetapan itu ditetapkan pada Jumat, 25 September 2020. Serta ditandatangani oleh hakim Ketua Majelis Dedy Hermawan serta hakim anggota majelis Ratmoho dan Haruno Patriadi yang memeriksa dan mengadili perkara.
Ruslan Buton telah menjalani sidang perkara keonaran dan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak 13 Agustus 2020.
Ruslan didakwa didakwa empat pasal alternatif oleh Jaksa penuntut umum (JPU).
Keempat pasal tersebut, pertama Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua, Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Ketiga, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Keempat, Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5).
Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial.
Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan dalam rekaman suaranya.
Usai merekam suara, pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca SelengkapnyaPolisi tersebut nampak tampil nyentrik dan unik di antara anggota lainnya.
Baca SelengkapnyaIstana menjelaskan alasan pemerintah membuka rekrutmen calon aparatur sipil negara (CASN) besar-besaran pada tahun politik 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Petugas akan ditempatkan di beberapa titik untuk mengamankan lokasi debat yang digelar di Gelanggang Bulutangkis
Baca SelengkapnyaKorban sempat dilaporkan hilang oleh ibunya di kantor polisi sebelum ditemukan tewas.
Baca SelengkapnyaKetiganya ada yang terjerat narkoba dan bolos dinas
Baca SelengkapnyaBerani terabas hujan untuk temui rakyat, begini potret anak jenderal polisi saat belusukan menjelang Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAncaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca SelengkapnyaDemi menebus asa membangun sekolah, seorang polisi rela menyisihkan gaji untuk menabung.
Baca Selengkapnya