Nadiem: Kita Sedang Dalam Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Merdeka.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan saat ini Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual di perguruan tinggi.
"Kita sedang berada dalam situasi darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Bisa dibilang situasi gawat, kita bukan hanya mengalami pandemi Covid-19 tetapi juga pandemi kekerasan seksual. Data dari Komnas Perempuan menyebutkan kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan. Sebanyak 27 persen dari aduan yang diterima terjadi di ajang pendidikan tinggi," ujar Nadiem dalam peluncuran Merdeka Belajar episode 14 : Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual di Jakarta, Jumat (12/11).
Survei yang dilakukan Kemendikbud Ristek juga menyebutkan sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Sebanyak 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya pada pihak kampus.
Nadiem menambahkan saat ini sedang berada pada fenomena gunung es, yang mana jika digaruk sedikit fenomena kekerasan seksual terjadi di semua kampus.
"Pemerintah perlu mengambil langkah melindungi dosen dan mahasiswa maupun tenaga kependidikan dari kekerasan seksual," imbuh dia.
Nadiem menambahkan kekerasan seksual paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang pada korban. Dia memberi contoh bagaimana seorang mahasiswi yang mengalami kekerasan seksual di kampus, mencoba melapor tetapi tidak ditanggapi, depresi dan akhirnya meninggalkan kampus.
Dia menegaskan bahwa tidak mungkin kampus dapat menyediakan pembelajaran yang berkualitas, jika dosen, mahasiswa maupun tenaga kependidikan tidak merasa aman dan nyaman. Dampak dari satu kejadian bisa dirasakan seumur hidup karena berdampak psikologis seumur hidup.
"Kita sudah memiliki beberapa UU, tetapi memiliki kekosongan pada perguruan tinggi. Kita memiliki UU anak, tapi itu hanya di bawah 18 tahun. Ada UU PKDRT, tapi hanya dalam lingkup rumah tangga, kita punya UU TPPO tapi hanya pada menjerat sindikat perdagangan manusia. Jadi ada kekosongan karena yang belum terlindungi usia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjebak sindikat perdagangan manusia," terang dia. Dikutip Antara.
Untuk itu perlu adanya aturan yang spesifik dan khusus dalam melindungi warga kampus. Dia juga menyebut ada beberapa keterbatasan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dalam KUHP saat ini yakni tidak dapat memfasilitasi identitas korban yang tidak diatur peraturan lain, tidak mengenali kekerasan berbasis gender online (KGBO) dan hanya mengenali bentuk perkosaan dan pencabulan.
Padahal civitas akademika dan tenaga kependidikan sangat rentan mengalami KBGO karena rentang usia tersebut pengguna aktif media sosial dan juga perkuliahan di kala pandemi Covid-19 banyak dilakukan secara daring.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Korban dugaan pelecehan seksual dilakukan rektor Universitas Pancasila sebelumnya menyurati Kemendikbud.
Baca SelengkapnyaDia menerima apa yang telah menjadi keputusan organisasi tersebut. Dia pun akan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Baca SelengkapnyaBEM berharap kampus memfasilitasi aduan korban sehingga tuntutan korban dapat terakomodir dengan baik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban dugaan pelecehan seksual ini disebut mencapai delapan orang.
Baca SelengkapnyaAde Ary menambahkan alasan penundaan karena di hari yang sama sudah terjadwal ada agenda atau kegiatan yang lain di kampus.
Baca SelengkapnyaPolisi telah memeriksa delapan orang saksiuntuk mengusut laporan dugaan pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaPihak Kampus menduga, sebelum ke Satgas sudah ada proses di BEM.
Baca SelengkapnyaRektor Universitas Pancasila (UP) inisial ETH dicopot dari jabatannya menyusul dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
Baca SelengkapnyaDugaan pelecehan terjadi pada Februari 2023 bersamaan dengan almarhum ayahnya sakit.
Baca Selengkapnya