Melihat Peran Orang Tua di Balik Maraknya Perundungan di Kalangan Pelajar
Merdeka.com - Kasus pengeroyokan ABZ (15) siswi SMP di Pontianak oleh siswi SMA mengejutkan banyak pihak. Korban dia pukul, ditampar dan ditendang karena masalah saling sindir.
Psikolog Rose Mini mengaku prihatin dengan kasus itu. Sebagai orangtua, dia begitu kaget mendengar ada pengeroyokan demikian.
"Sebagai orangtua tentu saya sangat menyayangkan," kata wanita akrab disapa Bunda Romi ini saat dihubungi merdeka.com, Kamis (11/4).
Melihat kasus ini, katanya, korban menjadi pihak utama yang sangat perlu dibantu. Namun tak lupa memberikan efek jera pada pelaku dan juga orangtua mereka.
"Karena anak-anak itu kan terbentuk dari lingkungan, dan lingkungan terdekat itu adalah keluarga. Dan anak di bawah umur masih menjadi tanggung jawab orangtua," katanya.
"Seperti apa orang itu mendidik anaknya. Jangan kemudian menjadi lepas tangan. Jadi saya melihat efek jera itu tidak hanya diberikan pada anak tapi orangtuanya juga," sambung Bunda Romi.
Sebab lain yang mempengaruhi perilaku seorang anak adalah penggunaan gadget yang tidak tepat. Dia mencontohkan, seperti penggunaan media sosial harusnya ada ketentuan pada usia berapa dia layak.
"Karena anak-anak itu belum bisa saring. Saat dia melakukan apapun di media sosialnya dia merasa tidak ada yang lihat sehingga berbuat seenaknya. Nah itu juga seharusnya dalam pemantauan orangtua, apa yang dilakukan anaknya, tidak lantas dibiarkan," katanya.
Menanggapi banyaknya aksi serupa di kalangan pelajar, Bunda Romi menjelaskan pada dasarnya setiap anak harus mendapat pendidikan moral sejak dini. Terlebih ketika ada tersebut sudah masuk ke dalam lingkungan masyarakat supaya dia bisa menyaring.
"Moral itu adalah perilaku bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Kalau dia sudah mendapat pendidikan moral, pasti dia tahu mana yang baik dan buruk. Kalau itu gak ada, kemampuan dia menyaring dan merespons suatu hal gak bisa," kata wanita berkacamata ini.
"Maka itu anak sejak kecil harus ada pendidikan moral dan agama juga. Sehingga tidak ada misalnya dia melihat sesuatu yang tidak benar, tapi tidak bisa membedakan itu baik atau buruk. Karena dia melihat di lingkungan saja hal itu boleh dilakukan. Dan selama ini dalam kasus seperti ini kita gak pernah bicara tentang orangtuanya," katanya.
Sebab, kata Bunda Romi, usia remaja adalah saat anak butuh gambaran tentang dirinya. Tapi yang sering terjadi gambaran itu malah dia dapat dari geng atau kelompok temannya, sementara di rumah belum tentu dia berperilaku sama.
"Lalu dia gunakan sosial media untuk menunjukkan supaya dipuji karena berani. Ini kan cara yang salah untuk mendapatkan identitas diri. Jadi anak itu bukan mendapatkan identitas diri dari aksesori yang dia pakai, tapi bagaimana dia mengenal kepribadiannya dan peran orangtua sangat penting," jelas Bunda Romi.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adanya nilai-nilai berharga yang terkandung dalam pantun adat, generasi muda diajak belajar dan menghargai warisan budaya.
Baca SelengkapnyaSosoknya bukan orang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mendapat jabatan
Baca SelengkapnyaBerikut contoh cerita lucu pendek untuk anak Sekolah Dasar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mengapa sejumlah budaya sama-sama mengganggap tabu untuk membuka payung di dalam ruangan? Ketahui penjelasannya mengapa hal ini terjadi.
Baca SelengkapnyaMomen Bintara Polri tak didampingi orang tua saat pelantikan menuai perhatian dari Kapolda Kaltara.
Baca SelengkapnyaSeorang pembudidaya belut mampu kembangkan hingga 200 kolam meski sempat diremehkan hingga merugi.
Baca SelengkapnyaSang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.
Baca SelengkapnyaBerangkat dari keluarga sederhana, sang dosen hingga kini tak menyangka dirinya mampu mencapai titik puncak.
Baca SelengkapnyaCerita kehidupan dari keduanya menarik perhatian komandan.
Baca Selengkapnya