IDI Blak-Blakan Izin Praktik Dokter Disebut Menkes Raup Untung Ratusan Miliaran

Kamis, 23 Maret 2023 15:28 Reporter : Supriatin
IDI Blak-Blakan Izin Praktik Dokter Disebut Menkes Raup Untung Ratusan Miliaran Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto. ©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) membantah tuduhan ada ‘bisnis’ di balik penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter. ‘Bisnis’ penerbitan SIP dan STR diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto mengatakan, tahapan penerbitan STR dan SIP sudah sesuai dengan UU Praktik Kedokteran. Misalnya, IDI menetapkan dokter harus memenuhi 250 Satuan Kredit Profesi (SKP) untuk mendapatkan rekomendasi dan sertifikat kompetensi STR dan SIP.

“Atas perintah UU Praktik kedokteran maka IDI menetapkan 250 SKP, yang terdiri dari profesional (praktik), pembelajaran (seminar workshop), publikasi ilmiah, pengabdian masyarakat (baksos), ranah pengembangan ilmu dan pendidikan,” jelas Slamet kepada merdeka.com, Kamis (23/3).

Slamet menegaskan, STR dokter diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), lembaga independen yang bertanggung jawab langsung terhadap Presiden Joko Widodo. Sementara SIP dikeluarkan pemerintah daerah.

Namun, sebelum memiliki STR dan SIP, dokter harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi seperti IDI. Sementara untuk mendapatkan rekomendasi, dokter harus memenuhi 250 SKP.

Slamet menyebut, untuk mendapatkan rekomendasi IDI, umumnya dokter membayar sekitar Rp100.000 hingga Rp500.000. Biaya tersebut bervariatif tergantung wilayah para dokter mengabdi. Biaya tertinggi dikenakan pada dokter di wilayah DKI Jakarta sebesar Rp500.000.

“Itu pun Rp500.000 per lima tahun. Dihitung saja, berarti per tahun hanya Rp100.000,” kata Slamet.

Dia menyebut, uang yang diperoleh IDI dari penerbitan rekomendasi STR dan SIP digunakan untuk kebutuhan organisasi. Di antaranya untuk keperluan operasional, membayar kantor, dan kegiatan lainnya.

“Untuk operasional karena pemerintah sama sekali tidak memberikan anggaran,” imbuhnya.

2 dari 4 halaman

Bantah Biaya Seminar Rp1 Juta

Slamet Budiarto membantah tuduhan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa dokter harus mengeluarkan biaya Rp1 juta untuk satu kali seminar di IDI. Dia menegaskan, saat ini seminar yang diselenggarakan IDI gratis.

"Loh enggak benar, sekarang gratis," tegasnya.

Slamet mengakui, beberapa tahun silam, dokter harus mengeluarkan biaya untuk mengikuti seminar. Biaya tersebut digunakan dokter untuk membayar tempat penginapan. Sebab, seminar digelar secara offline atau tatap muka.

“Sekarang sudah ada online, ngapain offline. Ya sekali-kali dokter punya uang sedikit kepengen offline ya enggak jadi masalah tapi kita mengendalikan juga agar tidak over kemahalan,” ujarnya.

3 dari 4 halaman

Minta Menkes Bangun Komunikasi Baik

Slamet Budiarto meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membangun komunikasi baik dengan PB IDI. Dia juga meminta Budi meminta informasi langsung kepada IDI mengenai besaran biaya penerbitan STR dan SIP.

“Jangan membuat kegaduhan, kan jadinya fitnah kalau tidak benar,” ujarnya.

Slamet mengatakan, IDI merupakan mitra strategis pemerintah dalam melakukan transformasi kesehatan. IDI mengaku siap membantu pemerintah dalam memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Tanah Air.

“Jadi sebaiknya Menteri Kesehatan itu menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan organisasi profesi, tidak hanya dengan dokter, tapi perawat, bidan dan yang lain,” ucapnya.

4 dari 4 halaman

Menkes Bongkar Bisnis Izin Praktik Dokter

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurut Budi, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan.

Budi menyebut, dalam setahun sebanyak 77.000 STR diterbitkan. Sementara besaran biaya untuk penerbitan STR berkisar Rp6 juta per orang.

“Ya aku kan bankir 77.000 kali Rp6 juta kan Rp430 miliar. Oh pantes ribut, Rp400 miliar setahun,” kata Budi pada Rabu (15/3).

STR merupakan dokumen atau bukti tertulis yang menunjukkan dokter telah mendaftarkan diri dan sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan serta telah diregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Sementara SIP merupakan bukti tertulis yang secara sah diberikan oleh pemerintah daerah kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) sebagai tanda telah diberi kewenangan untuk menjalankan praktik.

Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar. Sekali penyelenggaraan seminar, kata Budi, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp1 juta per peserta.

"Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140.000 jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih. Pantas ramai," katanya.

Budi mengatakan, besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan. "Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar. Kalau dokternya enggak bayar, nanti dibayarin orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expances jadi naik. Menderita juga rakyatnya," katanya.

Reporter Magang: Alya Fathinah [tin]

Baca juga:
Menkes Ungkap 'Bisnis' Izin Praktik Dokter, Ini Penjelasan IDI soal Mekanisme & Biaya
Menkes Ungkap 'Bisnis' Izin Praktik Dokter, IDI: Jangan Buat Gaduh dan Fitnah
Anggota Komisi IX Usul Fasilitas Praktik Dokter Diserahkan ke Pemerintah
Komisi IX DPR Minta Bisnis SIP & STR Kedokteran Ditelusuri: Untuk Apa Saja Uangnya?

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini