Cerita Kuntjoro Pinardi, Tinggalkan Hidup Mewah di Swedia Demi Alirkan Listrik Warga Papua
Kuntjoro Pinardi dipercaya sebagai guru besar madya di sebuah kampus di Swedia.

Kuntjoro pernah menjabat Dirut PT PAL.

Cerita Kuntjoro Pinardi, Tinggalkan Hidup Mewah di Swedia Demi Alirkan Listrik Warga Papua
Akademisi Kuntjoro Pinardi mengisahkan, dirinya rela meninggalkan kehidupan serba kecukupan di Swedia demi mengalirkan listrik di Desa Wehali, salah satu desa terpencil Papua. Mantan Direktur PT PAL Indonesia (Persero) ini mengaku sudah puluhan tahun berkarier di Eropa, tepatnya Swedia dan Belanda.Usai lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Teknik Nuklir, Kuntjoro Pinardi melanjutkan pendidikan di Delft University of Technology di Belanda, kemudian Chalmers University of Technology di Swedia.
Bahkan, Kuntjoro Pinardi dipercaya sebagai guru besar madya di sebuah kampus di Swedia. Selain itu, Kuntjoro juga mendapatkan permanent resident dari pemerintah Swedia.
Meski menjalani hidup yang nyaman dan mapan di negeri kaya, namun panggilan hati Kuntjoro Pinardi merasa harus berkontribusi pembangunan di Indonesia. Kuntjoro kembali ke Indonesia pada tahun 2004 usai 20 tahun di Eropa, dan menjadi dosen dan profesional di bidang telekomunikasi dan IT.
Kuntjoro mengambil bagian dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa Wehali, Papua. Kuntjoro mengakui bahwa ketertarikannya untuk mengambil dan melaksanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro ini bukan semata karena faktor materi saja, tetapi juga ada faktor sosial di dalamnya.
Kuntjoro menekankan bahwa ketertarikannya untuk membangun Papua bukan karena proyek Mikrohidro, tetapi juga memperbaiki image branding masyarakat yang saat itu selalu memiliki stigma negatif bagi masyarakat Indonesia di daerah lain.

"Nilai project saya waktu itu tidak besar, membangun Mikrohidro setara dengan 120 kilowatt. Jadi produksi bisa menangani daya 120.000, kira-kira bisa (mengaliri) 1.000 rumah,"
kenang Kuntjoro
Selain tantangan, proyek PLTMH di Desa Wehali juga menghadirkan kisah yang penuh inspirasi. Saat memulai pembangunan Mikrohidro tersebut, tim yang dibawa Kuntjoro sangat minimal.
"Saya pergi ke Papua tanpa membawa pengawalan security. Jadi tidak kontak Polisi, TNI. Saya datang ke sana hanya membawa satu admin untuk pengelolaan project, tiga tukang, yaitu dua tukang las dan satu tukang kayu dan batu," tutur Kuntjoro.
Demi menghindari proyek yang mangkrak karena kehabisan dana, efisiensi yang dilakukan Kuntjoro adalah dengan mengajak para ibu-ibu di sekitar Desa Wehali untuk membantunya menyelesaikan pembangunan PLTMH tersebut. Ia meminta bantuan ratusan wanita menarik pipa-pipa seberat dua ton sepanjang 300 meter.
Selain itu, Kuntjoro juga memberdayakan masyarakat dengan memberi pendidikan kepada mereka tentang bagaimana menghasilkan batu untuk pondasi. Kuntjoro mengaku tidak membawa dan membeli batu.

Kepada warga yang membantu pembangunan, ia mengajari cara mencari batu di sungai, kemudian mengolahnya untuk pembuatan bendungan. Pun begitu juga membangun rumah turbin, Kuntjoro juga mengajak orang-orang untuk membuat batu bata sendirI. Hingga akhirnya desa pedalaman Papua tersebut dapat menikmati aliran listrik.