Anggaran Perbaikan Jembatan Jompo Jember Membengkak Karena Keburu Ambles
Merdeka.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) menyatakan anggaran perbaikan jembatan Jompo, Jember yang ambles Senin (02/03) lalu akan membengkak. Awalnya pemerintah menganggarkan biaya perbaikan jembatan Rp13 miliar.
Kepala Balai Besar Pemeliharaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Achmad Subki tidak menyebut secara pasti, besaran anggaran yang nantinya dibutuhkan, untuk perbaikan jembatan.
"Tapi ini keburu ambruk. Seharusnya Februari sudah clear dan dianggarkan Rp13 Miliar. Tapi kalau sudah kejadian seperti ini, (anggaran) Rp13 M itu harus ditambah lagi," ujar Subki kepada wartawan, Kamis (5/3).
Di atas aliran sungai Kali Jompo, berdiri jalan raya nasional dan sejumlah kompleks pertokoan yang cukup strategis dan menjadi jantung bisnis kota Jember. Subki membenarkan, penanganan masalah Jembatan Kali Jompo yang sudah retak sejak Maret 2019 lalu itu, melibatkan beberapa instansi.
Untuk urusan jalan raya dan jembatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui Kemen PUPR. Sedangkan aliran sungai yang ada di bawahnya, menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim. Adapun bangunan ruko yang ada di atasnya, merupakan milik sepenuhnya dari Pemkab Jember yang disewakan kepada para pengusaha sejak bertahun-tahun.
Subki menyebut, berdasarkan pengkajian pada bulan Oktober 2019 ditemukan fakta retakan di atas jalan raya. Panjang retakan mencapai 80 meter.
"Dari hasil pemeriksaan lapangan, retakan itu disebabkan oleh pondasi bagian bawah dari bangunan ruko, sudah tergerus aliran air sungai. Sehingga sebenarnya sudah tidak mampu lagi untuk memikul beban bangunan ruko yang ada di atasnya," ujar Subki.
Penurunan kekuatan pondasi yang dibangun di atas aliran sungai, menurut Subki, adalah hal yang wajar. Sebab, bangunan ruko di bangun sejak hampir 40 tahun yang lalu.
"Mungkin saat dibangun dulu, morfologi sungainya berada di atas kolong bangunan tadi. Tetapi seiring berjalannya waktu, dasar sungai semakin menurun. Lama-kelamaan turun hingga sebesar 50 sentimeter, ya wajar sih karena sejak tahun 1974 kalau tidak salah," jelas Subki.
Kondisi itu sebenarnya sudah terdeteksi oleh pemerintah sejak pertengahan tahun 2019 lalu. Karena itu, dari beberapa kali rapat lintas instansi, disepakati adanya pembagian tugas.
Pemkab Jember diminta untuk segera merobohkan bangunan ruko miliknya sendiri itu, yakni sejumlah 31 unit ruko. Deadline atau jangka waktu yang disepakati, perobohan bangunan ruko harus dilakukan Pemkab Jember selama 2 bulan, yakni November hingga Desember 2019.
Selanjutnya, pengerjaan tender hingga selesainya pembangunan ulang jembatan dikerjakan bersama oleh Pemprov Jatim dan Pemerintah pusat melalui Kemen PUPR, sejak Januari 2020.
Namun tugas perobohan tidak juga dikerjakan oleh Pemkab Jember hingga akhirnya jembatan ambles ke sungai. 10 dari total 31 ruko milik Pemkab yang ada di atas jembatan ikut ambles.
Pada 4 Oktober 2019, BBPJN VIII sebenarnya sudah mengirimkan surat resmi kepada Pemkab Jember, agar segera melakukan perobohan bangunan di atas Jembatan Sungai Kali Jompo. "Sebenarnya saran perobohan itu sudah keluar sebelum Oktober. Sudah keluar rekomendasi, itu resmi hitam di atas putih dan sudah kami sampaikan ke bupati," ujar Subki.
Namun, Subki enggan menyebut Pemkab Jember terlambat menjalankan kesepakatan. "Ya deadline jadwal itu kan di buat berdasarkan perkiraan optimistik. Kami memahami, memindahkan orang itu tidak mudah," papar Subki.
Sementara itu, Bupati Jember Faida membantah bahwa pihaknya terlambat menjalankan rekomendasi untuk merobohkan pertokoan di Jompo. "Sudah kita rencanakan (perobohan bangunan) pada 2020 ini. Tetapi kejadian ambles terjadi lebih dulu," ujar Faida.
Perobohan bangunan oleh Pemkab, menurut Faida, selama ini terkendala beberapa hal. Salah satunya, karena ada oknum pengusaha yang mengaku sudah membeli ruko sehingga meminta ganti rugi atas rencana perobohan bangunan.
"Kita perintahkan Disperindag bersama dengan Polres Jember, untuk menyelidiki jual beli itu. Kita juga tetapkan status bencana, sehingga polemik ganti rugi itu bisa dipinggirkan dulu," ujar Faida.
Namun, sikap Faida itu kembali memicu kritik dari parlemen. "Tidak fair kalau Pemkab kasih ganti rugi untuk penghancuran bangunan miliknya sendiri," ujar David Handoko Seto, Ketua Komisi C (Bidang Pembangunan) DPRD Jember.
David menilai, kasus Jompo merupakan bentuk keterlambatan langkah dari Bupati Jember. "Padahal, berbagai pihak sudah mengingatkan Bupati Faida sejak Maret 2019 lalu. Mulai dari DPRD Jember, DPRD Provinsi Jawa Timur hingga Kementerian PUPR," pungkas politikus Partai NasDem ini.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akses jalan penghubung itu ditutup sementara sejak Kamis (25/1) kemarin untuk mengantisipasi hal tak diinginkan.
Baca SelengkapnyaPembangunan jembatan ini sebagai wujud rasa hormat atas jasa Presiden Soekarno saat itu.
Baca SelengkapnyaJembatan tersebut memiliki panjang 39 meter dan lebar 4,2 meter, dibangun dengan konsep Jembatan Bailey yang diperkirakan memiliki daya tahan hingga 50 tahun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
BBPJN mulai memperbaiki kondisi Jalan Pantura Demak-Kudus, yang rusak karena banjir.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan peta prakiraan gerakan tanah bulan April 2024, lokasi itu masuk dalam zona potensi gerakan tanah menengah-tinggi.
Baca SelengkapnyaUntuk penyebab kebakaran, masih dilakukan penyelidikan oleh polisi.
Baca SelengkapnyaWarga Kampung Pakuan, Desa Sukasari, Kecamatan Dawua, Kabupaten Subang Jawa Barat, bahu membahu membersihkan jalan raya dengan cara mengepel.
Baca SelengkapnyaJalan nasional di Desa Pasar Tamiai lumpuh para pengendara tidak bisa melintas.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan pembangunan 10 ruas jalan dan 1 jembatan dengan total panjang 50,9 kilometer telah diselesaikan
Baca Selengkapnya