Komidi putar mengembara demi anak istri
Merdeka.com - Komunitas pasar malam yang menyajikan hiburan komidi putar dan sejenisnya hidup secara nomaden. Kelompok ini hidup dari satu lahan sewa ke lahan lain. Kisah hidup mereka bak suku Gipsi yang terus mengembara mencari daerah baru yang lebih menjanjikan.
Januar (53) mengaku sudah puluhan kali berpindah-pindah dari satu lahan ke lahan lain untuk menggelar pasar malam. Hanya Indonesia bagian timur saja yang belum pernah dia dirikan pasar malam. Di mana ada tanah kosong dekat permukiman warga, di situlah dia hidup mengadu nasib.
"Sumatera semua provinsi pernah saya datangi. Kalimantan juga sudah, Sulawesi juga pernah. Paling sering memang di Jakarta dan Jawa Barat," ujar Januar, koordinator sebuah kelompok pasar malam kepada merdeka.com di Citayam, Bogor, Kamis (19/1) lalu.
Pasar malam yang dia kelola terdiri dari 5 lapak pedagang pakaian, 5 jenis wahana hiburan (Bianglala, kora-kora, kereta mini, komidi putar dan tong setan) dan 4 jenis permainan seperti lempar gelang-gelang, bola mini dan beberapa permainan lainnya. Sejak sebulan lalu, Januar dan kelompoknya singgah di sebuah tanah lapang di Citayam untuk mengadu nasib.
"Kalau di kampung gini yang datang ramai tetapi pemasukan agak kurang. Tapi ya lumayan lah untuk hidup," ujar pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
Pria yang akrab disapa Pakde ini mengaku memiliki seorang istri dan dua anak. Anak dan istrinya tinggal di kampung di Ungaran, Semarang. Sesekali dia pulang kampung untuk melepas rindu bersama keluarga. Namun yang pasti setiap bulan uang kirimannya selalu pulang kampung.
Pakde dan kelompoknya hidup dari satu lahan pasar malam ke lahan lain. Ketika sewa lahan hampir habis, Januar biasanya akan mencari daerah lain yang dirasa menjanjikan. Jika lokasi cocoknya, bongkar pasang segera dilakukan setelah mengurus semua izin penyelenggaraan acara. Dia menelepon penyewaan truk langganannya untuk mengangkut semua barang. Dalam sekali angkut 3 truk besar bisa membawa semua peralatan pasar malam.
"Kalau main di kampung seperti di Jawa Tengah atau Jawa Barat kita cari pas habis panen. Lumayan tuh, tapi kalau pas masa tanam kita buka pasar malam di kampung pasti jatuhnya sepi. Kecuali kalau di kota, tiap hari istilahnya panen," ujar Pakde.
Hampir semua komunitas pasar malam memang hidup tak menetap. Rindam (35) koordinator kelompok pasar malam lain melakukan hal sama. Namun kelompok Rindam lebih sering mencari lahan di kawasan Jabodetabek. Kelompok Pakde Januar dan Rindam libur pada waktu bulan Ramadan dan lebaran. Saat itu mereka pulang kampung dan baru kembali merantau buka pasar malam setelah lebaran.
"Kalau soal mandi cuci sama buang air ya kita bisa di mana saja tergantung lokasi. Kita biasanya sewa rumah kontrakan di dekat lahan. Kita sewa sebulan untuk mandi, cuci dan toilet. Selebihnya kita hidup di tenda ini sekalian jagain barang-barang. Kita siang malam tidur di sini pakai terpal, kadang kardus bekas, seadanya saja," ujar Rindam kepada merdeka.com di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
Rindam juga punya seorang istri dan seorang anak yang dia tinggal di kampung. Istrinya memilih hidup di kampung halamannya merawat anaknya.
"Kangen anak istri mah sarapan tiap hari yak. Tapi gimana lagi, kerjaan kayak begini kan risikonya memang gak nentu arah. Tapi kadang sebulan saya pulang. Kalau urusan duitkan bisa transfer," ujar pria lulusan SMP ini.
Pasar malam yang dijalankan oleh Januar dan Rindam termasuk kategori kecil. Nasibnya berbeda dengan pasar besar dengan aneka hiburan dan permainan yang lebih variatif. Pasar malam besar sering mendapat undangan untuk mengisi HUT sebuah daerah. Pasar malam besar dapat uang juga lebih mudah, meski tidak sering tampil.
"Dulu waktu masih gabung dengan Paman, itu termasuk pasar malam besar. Permainannya besar, ada tong setan, rumah hantu dan lebih banyak mainannya. Tapi saya pilih misah bikin yang kecil-kecil saja. Pasar gede lebih ribet ngurus izin dan lahannya," ujar Januar.
pasar malam hiburan rakyat ©2012 Merdeka.com/imam buhori
Pegang kepala preman
Dalam bisnis pasar malam salah satu yang menjadi momok adalah pemalakan dari preman atau ormas setempat. Januar dan Rindam pun sudah kenyang menghadapi preman-preman yang kerap minta jatah uang rokok.
"Ya pasti Bang. Dulu waktu di Cibubur, tiap malam preman datang minta uang rokok, uang keamanan. Padahal belum tentu tiap malam ramai. Kadang ramai orang doang, beli atau main juga nggak. Tapi mereka meras, ngancem mau ngerubuhin pasar malam kalau gak dikasih uang," ujar Januar.
Dalam kondisi tersebut, Januar dan Rindam memiliki dua posisi. Melawan atau harus mengalah. Namun naluri bisnisnya mengatakan mereka harus mengalah. Sebenarnya mereka berani melawan. Apalagi para anak buahnya yang masih remaja juga sering mendukung dan siap tarung sampai mati. Tapi Januar dan Rindam lebih suka mengalah.
"Sebenarnya kita melawan bisa saja. Tapi gini hari kini lawan kita menang, besoknya mereka bawa pasukan lebih banyak. Kita yang kalah, terus semua barang-barang kita dirusak. Kita gak bisa buka lagi, ruginya lebih banyak. Jadi saya sering meredam anak buah supaya ngalah. Ngalah bukan berarti kalah, justru kita yang menang," ujar Januar.
Atraksi Tong Setan ©2015 merdeka.com/arie basuki
Namun seringnya preman maupun ormas mengajak kerja sama. Mereka mengutip uang parkir di area pasar malam, tetapi dengan syarat mereka tak boleh mengusik dan meminta uang rokok. Pakde Januar dan Rindam lebih suka model seperti ini karena sama-sama menguntungkan.
"Kalau saya biasanya pegang kepalanya dulu. Jadi waktu survei sekalian nanya, bos preman yang megang wilayah itu siapa. Terus nanti saya datangin minta izin sama ngasih uang rokok. Kalau kepalanya udah dipegang bawahnya gak berani macam-macam biasanya. Kalau anak buahnya rese kita panggil bosnya," ujar Rindam.
Soal pendapatan, Januar dan Rindam enggan menyebutkan berapa keuntungan yang mereka dapat ketika sebulan penuh menggelar hajat di lahan orang. Namun dari pasar malam, Rindam dan Januar bisa menghidupi anak istri di kampung dan beberapa anak buahnya yang semuanya masih remaja, perokok kadang juga minum.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
"Ya yang penting ada buah hidup. Kadang beda-beda nasibnya. Sebulan di sini sepi, pemasukan sedikit. Bulan depan di tempat lain bisa ramai pemasukan lumayan banyak. Ngirim ke kampung juga bisa bikin istri senyum-senyum. Tinggal kita yang pusing gak ketemu istri. Kan kalau orang normal lama gak ketemu istri hawanya kepikiran yang nggak-nggak aja. Makanya sebulan sekali meski cuma dua hari saya pulang ke kampung. 'Nyuci keris' lah," ujar Januar sambil tertawa.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca SelengkapnyaCerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.
Baca SelengkapnyaSaat pertama kali berkenalan, keduanya sama-sama memiliki latar belakang ekonomi yang sulit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ucok Baba hendak membeli mobil Alphard untuk dibawa pulang kampung ke Sumatra.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang Moro Kogoya mandi menggunakan deterjen sehingga prajurit TNI membelikannya sabun mandi.
Baca SelengkapnyaMakanan yang Ia beli juga dibaikan ke orang-orang sekitar secara gratis.
Baca SelengkapnyaSetiap orang punya cara tersendiri untuk berjuang melanjutkan hidup.
Baca SelengkapnyaUsai kejadian, pelaku kabur menemui keluarganya di Muara Enim.
Baca SelengkapnyaRela merantau, ia setiap harinya harus menjual dagangan baksonya.
Baca Selengkapnya