Tinggalkan Pekerjaan Sebagai Petani, Kelompok Ibu-Ibu Rintis Usaha Jenang dari Nol
Merdeka.com - Setiap musim kemarau, wilayah Gunungkidul selalu dilanda kekeringan. Hal ini selalu menjadi kendala para petani di daerah itu yang lahannya merupakan sawah tadah hujan. Bila tak ada hujan, mereka otomatis tidak bertani.
Ada banyak cara yang mereka lakukan demi melewati masa-masa kemarau yang sulit. Ada yang menjadi buruh bangunan, ada yang beternak, ada pula yang mencoba alternatif usaha lain.
Pilihan terakhir ini yang dilakukan oleh kelompok ibu-ibu dari Padukuhan Saban, Kaluruhan Karangwuni, Kapanewon Rongkop. Mereka merintis usaha kuliner Jenang. Kelompok usaha mereka diberi nama “Jenang Barokah”.
Suswaningsih (52) salah satu perintis kelompok ibu-ibu Jenang Barokah mengatakan, inisiatif tersebut muncul saat mereka tidak ada kegiatan lain di sela-sela kegiatan utama sebagai petani. Apalagi kegiatan di sektor pertanian hanya efektif dijalankan pada saat musim hujan.
Maka dari itu mereka kemudian berkumpul dan memulai usaha pembuatan jenang pada bulan Februari tahun 2011.
“Waktu itu kami memulai dari modal nol. Modalnya juga perorangan. Bahan bakunya juga dikumpulkan dari para anggota,” kata Suswaningsih saat ditemui Merdeka.com pada Jumat (16/6).
Anggota kelompok “Jenang Barokah” beranggotakan 20 orang. Mereka menyewa sebuah rumah untuk produksi jenang sehari-hari.
Suswaningsih berkata, pada saat awal-awal memulai usaha, ia bersama ibu-ibu lain menemui berbagai kendala. Bahkan banyak orang yang meragukan usaha kelompok ibu-ibu itu bakal maju. Bahkan pada saat itu, jenang yang dijual ke pasar warnanya dianggap terlalu hitam karena proses pengadukan yang lama.
“Jadi mau laku ataupun tidak laku kita sikapi dengan sabar. Cemoohan dari orang itu banyak tapi kita tetap bersatu dalam kelompok dan tetap Istiqomah dalam membuat jenang,” ujarnya.
©IstimewaGayung bersambut, kelompok itu mendapat berbagai pendampingan dari dinas terkait. Pada tahun 2015 ada program dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, sekarang BRIN) untuk ikut membantu kelompok usaha itu dari sisi pengolahan hasil jenangnya. Mereka melakukan pendampingan agar produk jenang yang diproduksi para ibu-ibu tersebut kualitasnya lebih baik dan makin laku di pasar.
Seiring waktu jenang yang mereka jual di pasar makin banyak pembelinya. Pedagang besar mulai berdatangan. Tak hanya membeli produk mereka, beberapa dari pedagang juga menawarkan sistem barter di mana mereka menawarkan bahan baku seperti beras, ketan, gula, dan kelapa.
Setelah bertahun-tahun usaha mereka berjalan lancar, pada saat pandemi COVID-19 menyerang tahun 2020 usaha mereka berhenti. Keadaan itu berjalan selama dua tahun.
“Selama dua tahun itu tidak ada yang pesan. Kita mau buat tapi tidak ada yang beli. Akhirnya berhenti. Kita kembali melakukan kegiatan bertani lagi,” kata Suswaningsih.
Namun pada akhir 2021, mulai banyak orang yang memesan jenang. Para ibu-ibu meninggalkan ladang dan kembali memproduksi jenang.
Suswaningsih mengatakan, dalam sebulan mereka bisa memproduksi 1.500 kg jenang dengan total omzet mencapai Rp10 juta. Uang itu kemudian dibagi-bagi ke setiap anggota dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, terutama dalam mengalami sulitnya musim kemarau di mana para petani tak bisa menggarap ladang.
“Tidak hanya petani, peternak pun kalau ladangnya tidak ada tanaman mereka terpaksa membeli rumput. Jadi dengan adanya program ini bisa menopang ibu rumah tangga yang punya anak masih sekolah,” tuturnya.
©IstimewaUntuk memperkenalkan produknya, mereka mengikuti berbagai pameran, salah satunya adalah Bazar UMKM yang diselenggarakan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada Jumat (16/6) di halaman Kantor Wilayah BRI Yogyakarta. Ia berharap dengan mengikuti program tersebut
“Jenang Barokah” semakin dikenal. Selain itu ia berharap kelompok usaha itu bisa menjadi kluster bimbingan BRI dan mendapat bantuan Coorporate Social Responsibilty (CSR) agar produk mereka bisa semakin berkembang.
“Kami berharap Jenang Barokah bisa maju dan kami bisa menjaga kualitas dan kualitas demi kepercayaan konsumen,” pungkas Suswaningsih.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tiga orang emak-emak di Garut Jawa Barat tertabrak mobil saat menyeberang usai menghadiri kegiatan pengajian
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo bertemu dengan para petani di Dusun Gunung Bakal, Desa Sumberarum, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (17/12).
Baca SelengkapnyaIstri Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak kesakitan saat terkena pedang Dayak di kakinya, ekspresi orang-orang jadi sorotan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca SelengkapnyaIrham memulai perjalanan karirnya saat masih kuliah. Saat itu dia senang mempelajari ilmu yang berkaitan dengan pengembangan diri.
Baca SelengkapnyaKedua pelaku menyerahkan diri setelah dilakukan pendekatan dengan keluarga.
Baca SelengkapnyaGanjar menerima keluhan para petani tebu di Nglawak, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk,
Baca SelengkapnyaKepala Desa Mayang Ely Febriyanto mengatakan warganya melakukan bakti sosial dengan membagi-bagikan takjil di tepi jalan secara gratis.
Baca SelengkapnyaPendapatannya saat ini jauh lebih sedikit tapi ia mengaku bahagia
Baca Selengkapnya