Merdeka.com - Pemilu pertama di Indonesia menorehkan pengalaman buruk bagi para aktivis partai islam: kebangkitan PKI dari liang kubur.
Penulis: Hendi Jo
Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum yang tak terlupakan bagi Suarsa. Mantan aktivis Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) di Cianjur itu sama sekali tak menduga jika partainya tidak bisa meraih posisi terbanyak dalam perolehan suara. Hingga pengumuman terakhir, secara nasional Masyumi hanya mampu menempati posisi nomor dua, setelah PNI (Partai Nasional Indonesia).
"Padahal kami saat itu sangat yakin bisa memenangkan Pemilu mengingat jumlah umat Islam paling banyak di Indonesia," ujar Suarsa (92).
Kisah tentang Suarsa adalah cermin harapan orang-orang Masyumi di Indonesia saat itu. Menurut Remy Madinier dalam Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi & Islam Integral, dengan kepercayaan diri yang kuat sebagai penganut agama mayoritas, mereka begitu yakin akan menjadi pemenang.
Tidak hanya itu, Masyumi juga termasuk partai yang memiliki modal besar. Tidak heran jika kemudian mereka bisa mengadakan sarana-sarana untuk kampanye seperti pengeras suara, pemutar film dan tape recorder sehingga bisa mengadakan rapat-rapat besar.
Tak ketinggalan, para juru kampanye yang dikenal memiliki reputasi sebagai 'singa podium' seperti Isa Anshary (Ketua Cabang Masyumi Jawa Barat) bisa mengundang massa yang berlimpah ruah. Justru situasi-situasi inilah, kata Madinier, yang turut andil memberi gambaran keliru di benak orang-orang Masyumi mengenai kekuatan pengaruh mereka sebenarnya.
"Itulah barangkali salah satu contoh yang menjelaskan keterpautan antara harapan yang dipupuk begitu tinggi dengan kenyataan pahit di hari pemungutan suara," ungkap pakar sejarah politik dari Prancis tersebut.
Pemungutan suara yang dilakukan pada 29 September 1955 justru menjadi mimpi buruk Masyumi. Alih-alih menjadi juara, mereka harus menerima kenyataan hanya bisa menduduki posisi kedua di bawah PNI dengan angka 20,9 persen. Sedangkan PNI 22,3 persen.
Tetapi yang paling membuat para aktivis Masyumi terpukul justru PKI (Partai Komunis Indonesia) yang menjadi 'musuh bebuyutan', justru bisa menempati peringkat ke-4 dengan angka 16,4 persen.
Kendati masih terpaut jauh dalam hal jumlah keterwakilan, namun hal tersebut tidak membuat senang orang-orang Masyumi. Mengingat selama kampanye Pemilu 1955, mereka praktis memperlakukan PKI sebagai 'setan besar'. Begitu juga sebaliknya.
Sikap bijak justru diperlihatkan oleh Ketua Umum Masyumi Mohammad Natsir terkait kenyataan tersebut. Dalam Abadi edisi 2 Maret 1955, Natsir menyatakan bahwa kekalahan itu harus menjadi pelajaran bahwa keyakinan yang terlalu tinggi hanya akan menjadikan munculnya ketidakwaspadaan.
"Pemilu telah membuka tabir asap yang tadinya meliputi kita yang merasa diri paling besar jumlahnya… Ternyata semua yang menamakan dirinya umat Islam tidak sama merata dukungan mereka itu kepada ideologi Islam," kata Natsir.
Advertisement
PKI sendiri bisa menyerobot ke posisi empat besar bukan tanpa usaha. Dengan militansi yang mengagumkan, para aktivis PKI 'bergerilya' di basis-basis tradisional partai islam seperti Wonosobo, Brebes, Cilacap, Purbalingga dan Kudus. Mereka bahkan sukses merangkul beberapa kiyai ternama seperti Kiyai Ahmad Dasoeki dan Kiyai Sabitun.
Di Solo, PKI malah mendirikan sebuah organisasi mantel yang menampung keberadaan umat Islam di partainya. Namanya Ikhwanul Muslimin. Menurut Idham Chalid dalam buku biografinya, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid, Ikhwanul Muslimin bikinan PKI itu dipimpin oleh KH. Sirat. Namun menurut ulama NU terkemuka tersebut, dirinya sangsi bahwa KH. Sirat mengerti marxisme dan leninisme yang menjadi dua garis perjuangan PKI.
Selain itu, tim sukses PKI pun sangat pandai membuat sarana kampanye yang sangkil. Sadar keuangan mereka tidak sebanyak parpol-parpol besar lainnya, mereka mencari cara agar kampanye bisa dilakukan semurah meriah mungkin namun mangkus.
Dalam memoarnya, Siswoyo dalam Pusaran Arus Kiri, mantan anggota Sekretariat CC PKI Siswoyo bercerita kendati mereka tidak mengesampingkan rapat-rapat besar, namun pertemuan-pertemuan kecil seperti mengunjungi para buruh dan petani di komunitasnya masing-masing lebih sering dilakukan. Kampanye lebih diarahkan kepada dialog dan diskusi daripada indoktrinasi.
Kampanye mereka pun biasanya hanya menggunakan sarana seadanya namun mangkus. Salah satu contoh, di Jawa Tengah, mereka membuat rakit-rakit dari gedebok pisang lantas ditancapi bendera palu arit (simbol PKI). Rakit-rakit itu kemudian dilabuhkan dari hulu sungai dan dibiarkan mengikuti arus hingga bisa dilihat oleh penduduk sepanjang sungai.
Di Semarang, Kendal dan Pekalongan, para petani PKI membuat ratusan layang-layang yang sudah digambari simbol palu arit. Setelah jadi, layang-layang itu diterbangkan lalu diputus begitu saja hingga jatuh di berbagai tempat hingga desa yang terpencil sekali pun.
Satya Graha, jurnalis dari Suluh Indonesia (koran-nya PNI) menjadi saksi bagaimana militannya para buruh PKI beraksi. Mereka melukis simbol-simbol partai di kereta api-kereta api barang.
"Rupanya mereka mau memanfaatkan kereta api barang yang banyak berkeliling ke banyak tempat di pulau Jawa untuk kampanye," ungkap jurnalis senior itu.
Semua upaya keras itu berbuah hasil yang manis buat PKI: 6.179.914 suara. Itu suatu prestasi jauh dari lumayan bagi sebuah partai politik yang tujuh tahun sebelumnya nyaris diberangus dan hilang dari peredaran politik di Indonesia.
Advertisement
Bom Belanda Jatuh 3 Meter dari Lokasi Prajurit TNI Salat, Ajaib Tak Meledak
Sekitar 10 Jam yang laluToeti Amir Kartabrata, Pejuang Perempuan di Garis Depan Bandung Selatan
Sekitar 11 Jam yang laluDipecat Pasukan Elite, Algojo Belanda Paling Kejam Banting Setir Jadi Tukang Sayur
Sekitar 12 Jam yang laluKapolri Singgung Pengakuan Israel Sangat Berharga dan Sikap Dingin Wapres
Sekitar 1 Hari yang laluKisah Kedekatan Panglima Besar Soedirman dengan Anak Buah
Sekitar 1 Hari yang laluSukarno Ceritakan Detik-Detik Proklamasi Dramatis, Bung Hatta Bilang 'Biasa Saja'
Sekitar 1 Hari yang laluKisah Ajudan Presiden, Incar Gadis Austria Malah Ketemu Noni Belanda Kelahiran Klaten
Sekitar 2 Hari yang laluDikira Serdadu Jepang, Seorang Kadet Akademi Militer Gugur dengan Kepala Terpenggal
Sekitar 2 Hari yang laluTolak Tawaran Hidup Enak Setelah Disiksa Jepang, K'Tut Tantri: Aku Merasa Menang!
Sekitar 3 Hari yang laluSepasang Suami Istri yang Membuat Jenderal Soedirman Terharu dan Menitikkan Air Mata
Sekitar 3 Hari yang laluDiserang Mendadak saat Subuh, Pasukan Akademi Militer Kocar-Kacir
Sekitar 3 Hari yang laluSosok Tentara & Isi Surat yang Berhasil Rayu Panglima Besar Soedirman Turun Gunung
Sekitar 4 Hari yang laluMoestopo: Pejuang Nyentrik dengan Deretan Gelar Terpanjang, Pencetus Tentara Rahasia
Sekitar 4 Hari yang laluKisah Tragis Pejuang Perempuan Indonesia Berhadapan dengan Serdadu Belanda
Sekitar 5 Hari yang laluPak Polisi Baik Hati Bantu Sopir Truk di Pinggir Jalan, Aksinya Ramai Dipuji
Sekitar 3 Jam yang laluAgar Tak Ada Lagi Suap Masuk Polisi
Sekitar 5 Jam yang laluKeluh Kesah Pengemudi soal Strobo Polisi Terlalu Silau Dibarengi Sirine Melengking
Sekitar 6 Jam yang laluVIDEO: Kapolri Koreksi Pengawalan Pakai Strobo & Sirine "Suaranya Bising Mengganggu!"
Sekitar 7 Jam yang laluPutra Bungsunya Ulang Tahun, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Tulis Pesan Haru
Sekitar 22 Menit yang laluVIDEO: Mahfud Duga Sambo Tak Akan Dieksekusi Mati, Hukuman Jadi Seumur Hidup
Sekitar 3 Hari yang laluTeddy Minahasa 'Boyong' Ahli Forensik Pernah Bela Eliezer Sebagai Saksi Meringankan
Sekitar 1 Minggu yang lalu10 Tas Mewah Istri Para Pejabat Indonesia, Mulai Sambo sampai Rafael Alun
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Richard Eliezer Buntut Wawancara TV, Ini Kata Pengacara
Sekitar 1 Minggu yang laluAlasan LPSK Cabut Perlindungan Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Terhadap Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluCEK FAKTA: Hoaks Permintaan Terakhir Sambo Satu Sel dengan Putri Sebelum Dihukum Mati
Sekitar 1 Minggu yang laluTOP NEWS: Harta Miliaran Rafael Terbongkar | LPSK Kecewa Berat Eliezer Langgar Aturan
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan, Bharada E akan Diperlakukan Seperti Ini oleh Polisi
Sekitar 1 Minggu yang laluVIDEO: Duduk Perkara Hingga LPSK Cabut Perlindungan Buntut Eliezer Wawancara di TV
Sekitar 1 Minggu yang laluVaksin IndoVac Sudah Bisa Digunakan Sebagai Booster Kedua Masyarakat 18 Tahun ke Atas
Sekitar 2 Minggu yang laluHoaks, Kemenkes Terbitkan Artikel Pria Tak Vaksinasi Berefek pada Kualitas Sperma
Sekitar 3 Minggu yang laluBRI Liga 1: PSM Makassar Bisa Kunci Gelar di Madura, Persib Perpanjang Napas
Sekitar 20 Menit yang laluBRI Liga 1: Ondrej Kudela Menghilang dari Sesi Latihan Persija, Ada Apa?
Sekitar 2 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami