Vidio Jadi yang Paling Populer di Indonesia, Lampaui Netflix dan Disney+
Merdeka.com - Dalam konferensi industri media dan telekomunikasi Asia Pasifik (APOS Summit) yang berlangsung di Singapura pekan lalu, Indonesia disebut-sebut akan menjadi pasar besar berikutnya bagi layanan video berbayar.
Para kreator musik, game, video pendek dan film mengatakan Indonesia bisa menjadi pasar yang pertumbuhannya tercepat di Asia. Ini terjadi justru di saat perusahaan multinasional mengerahkan miliaran dolar untuk memburu pelanggan di China, Jepang, India, dan Korea Selatan.
Wajar karena Indonesia adalah negara dengan populasi keempat terbanyak di Indonesia dan selain itu Indonesia pun memiliki pertumbuhan ekonomi dan jumlah generasi muda yang tinggi.
YouTube, Instagram, TikTok sudah lebih dulu menguasai pasar, setidaknya dalam hal pengguna. Menurut Media Partners Asia (MPA) yang dikutip Bloomberg, Senin (3/10), 80 persen dari waktu yang dimiliki para pengguna di Asia Tenggara dipakai untuk menyaksikan video YouTube dan TikTok.
Tapi untuk kategori video premium, Netflix dan Disney+ ternyata masih berada di belakang sebuah pemain lokal di Asia Tenggara. Vidio, platform media berbayar lokal Indonesia, menjadi layanan yang paling populer, menurut MPA. Meski Disney+ memiliki lebih banyak pelanggan (subscriber), tapi kebanyakan itu adalah hasil kerja sama dengan Telkomsel, penyedia layanan telekomunikasi lokal. Orang masih lebih banyak memakai Vidio yang kini memiliki 3,5 juta pelanggan.
Vidio adalah kisah langka suksesnya pemain lokal dan menjadi pelajaran bagi perusahaan media lain di dunia. Perusahaan-perusahaan besar asal negara Barat mendominasi pasar video daring hampir di berbagai belahan dunia di luar China. Netflix berada di papan atas di Brasil, Meksiko, Korea Selatan, Australia dan sebagian besar Eropa Barat. Amazon menjadi pemain terbesar di Jepang dan beberapa negara Eropa. Disney+ unggul di India.
YouTube memang media video paling populer di hampir semua negara di dunia, tapi mari lebih fokus pada video berbayar.
Para pemain lokal sebagian besar masih gagal menjadi pesaing alternatif dari luar negeri. Tapi masih ada peluang pasar ketika pemain luar tidak menanamkan banyak uang.
Netflix dan sejenisnya belum mau melakukan investasi besar di Indonesia. Meski memiliki populasi besar, Indonesia belum memiliki industri film lokal yang cukup memadai dan sebagian besar penduduk masih relatif miskin. (PDB per kapita masih berada di antara Thailand dan India).
"Sebagian besar pesaing, setidaknya yang dari Barat, tidak begitu tertarik berinvestasi besar di pemain produksi konten lokal Indonesia," kata Managing Director EMTEK dan CEO Vidio sekaligus PT Surya Citra Media (SCM) Sutanto Hartono.
Bukan berarti tidak ada peluang
Pelanggan layanan video berbayar sedang meningkat dan sudah melampaui pasar pay-TV. Jika ada layanan yang mampu menggaet 10 persen saja dari populasi Indonesia, maka dia akan memiliki 30 juta pelanggan.
EMTEK saat ini memproduksi hampir 40 series lokal dalam setahun, lebih banyak dari yang dibuat para pemain luar jika digabungkan. EMTEK juga memiliki hak siar dari Liga Inggris dan NBA (penonton NBA memang kecil tapi mereka cukup loyal dan berduit).
Vidio menawarkan layanan yang memberikan pilihan harga dibanding pemain lainnya. Ada layanan yang masuk kategori gratis, ada lagi tiga kategori berbayar yang dibedakan berdasarkan perangkat apa yang digunakan dan program apa yang ingin ditonton. Penggemar olah raga membayar lebih dibanding mereka yang tidak ingin menonton olah raga dan mereka juga harus membayar lebih jika menyaksikan di luar perangkat ponsel. Netflix termasuk yang paling ketat soal harga dibanding yang lainnya. Itu semua menjadi alasan Vidio lebih cuan di Indonesia ketimbang layanan video berbayar lain.
Selain itu masih ada yang meragukan jika Netflix atau Disney+ mau berinvestasi lebih besar maka mereka bisa mengungguli Vidio. Tapi untuk membangun layanan yang menyesuaikan dengan penonton Indonesia akan butuh waktu dan biaya besar dibandingkan keuntungan yang akan diperoleh. Sebagian besar perusahaan Barat memutuskan mereka tidak akan melakukan itu dan hanya berharap layanan mereka di belahan dunia lain mampu menambah jumlah pelanggan.
Strategi serupa juga tidak akan berlaku di pasar Asia Tenggara lainnya, Timur Tengah, dan Afrika. Kondisi inilah yang membuka peluang pemain lokal untuk menjadi lebih besar dibanding pesaingnya yang berasal dari luar.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Konsumsi konten masyarakat Indonesia tidak hanya di platform televisi, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka berpindah ke platform digital.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan jumlah pelanggan, Vidio merupakan platform OTT nomor satu di Indonesia dan mengungguli pemain lain seperti Viu, Disney Plus, hingga Netflix.
Baca SelengkapnyaAmazon Prime Video menyajikan beragam layanan, salah satunya film internasional hingga lokal. Bagaimana cara berlangganannya?
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penggemar game di Indonesia ditaksir mencapai 65 juta orang
Baca SelengkapnyaNetflix menayangkan sederet film populer dari tahun 2000-an seperti Jomblo, Tentang Dia, dan Mengejar Matahari.
Baca SelengkapnyaVidio meningkatkan pengalaman menonton pelanggan Malaysia
Baca SelengkapnyaSepanjang tahun 2023 jumlah turis asing yang datang ke negara ini mencapai 29 juta kunjungan.
Baca SelengkapnyaVidio berhasil mengalahkan platform OTT global dan regional
Baca SelengkapnyaKemitraan ini memberikan penawaran tayangan streaming Vidio sebagai bagian dari paket Aneka Plus Pack Unifi TV.
Baca Selengkapnya