Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tentara Amerika di Asia: Belajar dari Pengalaman Korea Selatan

Tentara Amerika di Asia: Belajar dari Pengalaman Korea Selatan Militer AS latihan bersama Korea Selatan. ©REUTERS/Kim Hong-Ji

Merdeka.com - Setelah kekalahan di Afghanistan mengguncang sekutu Amerika Serikat (AS) di seluruh dunia, Korea Selatan dipandang sebagai kisah sukses perang luar negeri AS.

“Secara teknis, perang terlama kami bukanlah Afghanistan: (Perang terlama) Ini adalah Korea,” tulis mantan Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice di artikel op-ed Washington Post op-ed pada Agustus. Rice mencatat, setelah beberapa dekade aliansi keamanan AS-Korea Selatan telah memberi Washington sekutu yang berharga dan "kehadiran yang kuat di Indo-Pasifik."

Tujuh puluh tahun setelah Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan jalan buntu, sekitar 28.500 tentara AS masih berada di Korea Selatan untuk mempertahankan negara itu dari Korea Utara. Pasukan AS Korea (USFK) adalah kehadiran militer AS terbesar ketiga di luar benua Amerika setelah Jepang dan Jerman.

Ketika pemerintahan Biden mulai memulihkan aliansi di seluruh dunia dan kembali sebagai pemimpin di Asia Pasifik, USFK diharapkan dapat masuk ke dalam strategi Indo-Pasifik yang lebih luas yang berpusat pada upaya menahan kebangkitan China di kawasan itu.

Namun, aliansi tersebut telah diuji sejak Presiden AS sebelumnya Donald Trump menuntut peningkatan pembayaran lima kali lipat dari Seoul untuk pasukan AS yang ditempatkan di negara itu. Menurut perjanjian baru antara kedua negara yang diumumkan pada Maret, Korea Selatan akan membayar 14 persen lebih banyak pada 2021 untuk menjadi tuan rumah bagi pasukan AS.

Para penentang memprotes bahwa AS yang harus membayar Korea Selatan karena tetap menggunakan tanahnya untuk tentara Amerika, dan USFK adalah simbol Perang Dingin, yang telah berakhir sejak lama.

Namun jauh sebelum perselisihan terkait pembayaran ini, ketidakpuasan populer atas kehadiran AS di Korea Selatan telah disuarakan.

Pada Agustus, sebuah kelompok sipil Korea Selatan menggugat laboratorium biologi Fort Detrick di Maryland dan USFK karena menyelundupkan zat beracun mematikan ke pangkalan militer AS di negara itu antara 2017 dan 2019. Gugatan tersebut mengklaim tentara AS mengimpor sampel antraks bertentangan dengan undang-undang Korea Selatan dan melakukan eksperimen rahasia yang membahayakan penduduk setempat.

Penyelidikan sebelumnya pada 2015 menemukan USFK melakukan 15 percobaan menggunakan sampel antraks mati di Garnisun Yongsan di Seoul dari 2009 sampai 2014. Penyelidikan ini juga mengungkap tentara AS membawa spesimen wabah basil ke negara tersebut.

Gugatan baru ini hanyalah yang terbaru dalam sejarah panjang keluhan terhadap USFK.

Kejahatan pasukan AS

Sebuah perjanjian pertahanan bersama yang ditandatangani pada 1953 menjadi dasar penempatan pasukan AS di Republik Korea (ROK). Kemudian pada 1966, kedua negara menandatangani Status of Forces Agreement (SOFA) untuk menetapkan aturan yang mengatur personel AS di Korea Selatan.

Sampai SOFA mulai berlaku pada 1967, Korea Selatan tidak memiliki yurisdiksi sama sekali atas kejahatan yang dilakukan tentara AS di negara tersebut. Pada tahun itu saja, tercatat 1.710 kasus kriminal, di mana Korea Selatan menjalankan yurisdiksi hanya sembilan yang dianggap pelanggaran serius.

Menurut para aktivis, pihak berwenang Korea Selatan tidak berdaya dalam menangani kejahatan AS dan pelaksanaan yurisdiksi kurang dari satu persen.

Menurut Kampanye Nasional Pemberantasan Kejahatan oleh Pasukan AS di Korea Selatan, pasukan AS disebut melakukan puluhan ribu kejahatan terhadap warga sipil Korea Selatan sejak awal pendudukan militernya pada 1945.

"Persepsi di antara banyak orang di sini adalah bahwa tentara AS melakukan kejahatan dan kemudian lari kembali ke markas mereka untuk perlindungan,” jelas direktur Kampanye Nasional Pemberantasan Kejahatan oleh Pasukan AS di Korea Selatan, Park Kyung-soo, dikutip dari laman CGTN, Senin (11/10).

Kelompok pengawas tersebut dibentuk setelah pembunuhan mengerikan seorang perempuan 27 tahun oleh seorang tentara AS pada tahun 1992 yang mengejutkan negara itu.

Akibatnya, masyarakat sipil Korea Selatan telah lama menganggap hubungan dengan AS sangat tidak setara. Pada 2000-an, sebuah episode buruk dalam sejarah aliansi keamanan Washington-Seoul terungkap.

Antara akhir Perang Korea dan awal 1990-an, lebih dari 1 juta perempuan Korea Selatan terperangkap dalam industri seks yang khusus diperuntukkan bagi pasukan AS di lokasi yang disebut "kota perkemahan".

Menurut berbagai laporan media, perempuan rentan didorong pemerintah untuk menjual diri kepada tentara AS untuk memperkuat aliansi setelah gencatan senjata. Karena skala praktik dan ketakutan akan penyakit, militer AS bahkan menjalankan fasilitas khusus di mana pekerja seks dipaksa menjalani perawatan medis dan karantina sampai mereka cukup sehat untuk bekerja kembali.

Sejak pertengahan 1990-an, ledakan ekonomi Korea Selatan sebagian besar telah memungkinkan perempuan lokal untuk melarikan diri dari eksploitasi kamp-kamp, di mana pelecehan pekerja seks atau warga sipil lainnya oleh anggota layanan AS biasanya tidak dilaporkan atau tidak dihukum. Tetapi peran lama mereka kemudian diisi oleh migran dari bagian lain Asia, menjadikan pangkalan AS di Korea Selatan "pusat perdagangan transnasional perempuan," menurut kesimpulan para peneliti pada 2007.

Sentimen anti-AS

Sentimen anti-Amerika selalu ada di Korea Selatan. Tetapi sebelum 1970-an, negara itu tidak dalam posisi untuk mengatakan tidak kepada AS karena bergantung pada militer AS untuk keamanan, dan mereka yang berbicara dibungkam, menurut pemimpin redaksi eksekutif majalah angkatan laut Shipborne Weapons, Shi Hong kepada CGTN.

Namun, sejak tahun 1980, kebencian terhadap AS meningkat di negara itu. Titik baliknya adalah kekerasan berdarah terhadap protes rakyat di Gwangju oleh pemerintah militer Jenderal Chun Doo-hwan. Para pengunjuk rasa mengharapkan dukungan AS, hanya untuk mencari tahu Chun memerintahkan penggunaan kekuatan yang didukung pemerintahan Carter.

Menurut Dr. So Jun-seop, insiden itu mengguncang fondasi struktur kekuatan Perang Dingin Amerika di Asia. So Jun-seop adalah seorang ahli di Perpustakaan Majelis Nasional yang dipenjara setelah tindakan keras Gwangju.

Pada 1987, duta besar AS untuk ROK Richard Walker menyerahkan memorandum 10 halaman yang mendesak penggantinya James Lilley untuk memperingatkan peningkatan sentimen anti-Amerika.

“Terutama ada tiga jenis anti-Amerika Korea Selatan: kaum kiri yang secara ideologis anti-Amerika, kaum nasionalis yang menentang apa yang mereka lihat sebagai pendudukan AS, dan mereka yang marah dengan AS pada isu-isu tertentu,” jelas Shi.

"Generasi anti-Amerika tahun 1980-an adalah tulang punggung masyarakat Korea Selatan saat ini."

Setelah Perang Dingin, Korea Selatan melihat kekuatannya secara keseluruhan tumbuh pesat dibandingkan Korea Utara. Hal ini, menurut Shi, alasan penting lainnya perubahan sikap Korea Selatan terhadap AS.

Namun saat ini, kehadiran AS di Korea Selatan dipandang sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi Seoul yang berlawanan dengan Pyongyang.

Menurut Shi, pandangan yang disebarkan media-media Barat bahwa negara-negara Asia yang memiliki ideologi politik yang sama dengan AS membutuhkan perlindungan militer hanyalah angan-angan sepihak.

"Washington membutuhkan sekutu di Indo-Pasifik untuk membantu ambisi geopolitiknya, tetapi juga ingin mereka membantu membayar tagihan dan meringankan beban fiskalnya," jelasnya.

"Sebagian besar negara di kawasan ini memahami apa yang coba dilakukan AS, dan hanya sedikit yang ingin menjadi pion dalam persaingannya dengan China."

"Oleh karena itu, negara-negara seperti Korea Selatan dan negara-negara di ASEAN tidak bergabung (dengan aliansi melawan China)," katanya.

"Karena sebagian besar negara dan wilayah di dunia ingin perdamaian dan pembangunan, bukan ketegangan yang semakin banyak di depan pintu mereka."

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya

Tentara Pembela Tanah Air (PETA) merupakan pasukan militer yang aktif selama Perang Dunia II di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Terungkap! Jutaan Orang Kaya di Amerika Pindah ke Negara Kecil Demi Alasan Ini
Terungkap! Jutaan Orang Kaya di Amerika Pindah ke Negara Kecil Demi Alasan Ini

Jutaan orang Amerika Serikat berlomba memiliki paspor dari negara lain demi menyelamatkan harta kekayaan mereka.

Baca Selengkapnya
Jepang Jadi Negara Kelima Capai Bulan, Pesawat Alami Kendala Sesaat Setelah Mendarat
Jepang Jadi Negara Kelima Capai Bulan, Pesawat Alami Kendala Sesaat Setelah Mendarat

Jepang menyusul AS, Uni Soviet, India dan China yang sebelumnya telah berhasil mendarat di Bulan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kasad dan Danjen USARPAC Bersatu Demi Stabilitas dan Keamanan Asia Pasifik
Kasad dan Danjen USARPAC Bersatu Demi Stabilitas dan Keamanan Asia Pasifik

Kunjungan kehormatan ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama militer antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya
Tangguh, Kekuatan Militer Indonesia Kalahkan Israel dan Jerman
Tangguh, Kekuatan Militer Indonesia Kalahkan Israel dan Jerman

Amerika Serikat Masih menjadi negara digdaya dengan kekuatan militer di peringkat pertama.

Baca Selengkapnya
13 Januari Hari Korea Amerika, Sejarah Migrasi Pertama Orang Korea ke Amerika
13 Januari Hari Korea Amerika, Sejarah Migrasi Pertama Orang Korea ke Amerika

Migrasi masyarakat Korea ke Amerika dimulai pada tahun 1903.

Baca Selengkapnya
Luar Biasa Kuat, Prajurit TNI ini Bikin Keok Petarung asal Amerika, Momennya Mendebarkan
Luar Biasa Kuat, Prajurit TNI ini Bikin Keok Petarung asal Amerika, Momennya Mendebarkan

Berikut prajurit TNI yang bikin keok petarung asal Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya
Sikap Hakim Pengadilan Amerika ke Veteran Perang Dunia 2 Berusia 100 Tahun ini Jadi Sorotan, Putusan ke Kasus Tak Terduga
Sikap Hakim Pengadilan Amerika ke Veteran Perang Dunia 2 Berusia 100 Tahun ini Jadi Sorotan, Putusan ke Kasus Tak Terduga

Seorang veteran perang dunia II di Amerika Serikat, terilbat pelanggaran lalu lintas.

Baca Selengkapnya
Perjalanan Menuju Korea, Begini Keseruan Para ABK di Kapal Seperti Keluarga 'Makan-makan dan Karokean'
Perjalanan Menuju Korea, Begini Keseruan Para ABK di Kapal Seperti Keluarga 'Makan-makan dan Karokean'

Potret kegiatan Anak Buah Kapal (ABK) saat berkumpul dan berpesta di laut.

Baca Selengkapnya