Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

"Jika Taliban Mengubah Kebijakannya Tahun Depan, Saya akan Memilih Jurnalisme"

"Jika Taliban Mengubah Kebijakannya Tahun Depan, Saya akan Memilih Jurnalisme" perempuan afghanistan. ©Hoshang Hasimi/AFP

Merdeka.com - "Jika Taliban Mengubah Kebijakannya, Saya akan Memilih Jurnalisme"

Fatima namanya. Usinya masih 19 tahun. Tapi impiannya untuk menjadi jurnalis hancur karena peraturan pendidikan pemerintahan Taliban.

“Saya datang ke ujian masuk perguruan tinggi dengan banyak harapan. Tetapi ketika saya melihat kertas seleksi, Saya tidak dapat menemukan pelajaran menarik,” ujar Fatima, seperti dilansir BBC, Sabtu (15/10).

“Saya bermimpi untuk menjadi jurnalis. Saya ingin bekerja di radio dan TV. Saya ingin memperjuangkan hak-hak perempuan,” lanjutnya.

Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan Agustus 2021 lalu, pemerintahan Taliban melarang sebagian besar gadis remaja bersekolah.

Peraturan yang telah berjalan selama satu tahun itu membatasi perempuan untuk berkuliah di universitas-universitas di Afghanistan. Pemerintah Taliban juga melarang anak-anak perempuan untuk bersekolah.

Karena peraturan itu, Fatima pun tidak dapat lulus meski sudah berada di tahun terakhir sekolah.

Bagi Taliban, lingkungan Islam yang tepat harus diterapkan di dunia pendidikan sebelum perempuan dapat duduk di bangku sekolah atau perkuliahan. Namun satu tahun setelah berkuasa, perubahan pendidikan belum terjadi. Bahkan banyak dari pengikut setia Taliban setuju agar larangan pendidikan tetap berlaku.

Namun Taliban mengeluarkan peraturan jika perempuan yang sudah berada di tahun terakhir sekolah dapat mengikuti ujian masuk universitas.

Kala itu Fatima senang mendengar peraturan itu. Namun kesenangan itu tidak bertahan lama karena pemerintah Taliban membatasi mata pelajaran yang dapat dipilih perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang diizinkan untuk mempelajari semua mata kuliah yang diinginkannya.

Universitas-universitas di Afghanistan pun harus mengikuti aturan itu. Seperti yang terjadi di Universitas Nangarhar, tempat ujian Fatima.

Dari 13 fakultas yang tersedia, perempuan hanya dapat berkuliah pada 7 fakultas tertentu. Mata kuliah seperti jurnalisme, agrikultur, kedokteran hewan, teknik mesin, dan ekonomi dilarang diambil oleh perempuan.

Fatima mengungkap semua harapan yang dimiliki perempuan Afghanistan hilang karena peraturan itu. Dia juga menjelaskan jika perempuan-perempuan lain yang mengikuti ujian masuk hanya diizinkan untuk mengambil mata kuliah seperti keperawatan, kebidanan atau sastra.

“Kertas seleksi tidak diberikan kepada kami sebelumnya. Ketika kami – sekelompok sekitar 10 gadis – melihat kertas dan tidak dapat menemukan fakultas yang kami inginkan, kami semua menangis,” jelas Fatima.

Namun tidak semua universitas menerapkan peraturan yang sama, sebab ada beberapa universitas lain yang mengizinkan perempuan mengambil mata kuliah kedokteran dan keperawatan serta pelatihan guru dan studi Islam. Bahkan di Universitas Kabul, perempuan diizinkan mengambil mata kuliah jurnalisme.

Tetapi ilmu kedokteran hewan, teknik, ekonomi, pertanian, dan jurnalisme adalah mata kuliah terlarang bagi perempuan di seluruh Afghanistan.

Fatima dan teman-teman perempuannya mengungkap jika mereka harus belajar bersama dan bekerja keras untuk persiapan ujian masuk universitas di rumah karena banyak tempat belajar yang ditutup.

Tahun ini sendiri diperkirakan sebanyak 100,000 pelajar (termasuk 30,000 perempuan) akan mengikuti ujian masuk universitas. Waktu-waktu ujian pun bervariatif karena peraturan Taliban yang menekankan jika laki-laki dan perempuan harus mengikuti ujian dalam waktu yang berbeda.

Hasil ujian juga sulit diketahui karena peraturan Taliban itu. Peraturan pendidikan pun juga dapat membuat penurunan jumlah perempuan yang berkuliah di universitas. Seperti yang terjadi di Provinsi Laghman, di mana tahun lalu hampir 1,200 siswi perempuan mengikuti ujian masuk, sementara tahun ini hanya 182 perempuan yang mengikuti ujian.

Namun pemerintah Taliban juga berusaha agar perempuan dapat bersekolah, hanya harus tetap mengikuti peraturan pendidikan.

“Kami perlu menyediakan kelas terpisah untuk perempuan. Di beberapa daerah jumlah calon perempuan rendah. Jadi kami tidak mengizinkan perempuan untuk melamar perkuliahan tertentu,” jelas kepala divisi ujian di Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan, Abdul Qadir Khamush.

Pendidikan di Afghanistan melemah sejak Taliban mengambil alih. Berbagai pengajar pun pergi meninggalkan Afghanistan. Bantuan internasional juga sudah tidak lagi mendanai pendidikan Afghanistan karena kekuasaan Taliban.

Bukan hanya itu, Taliban juga membagi Afghanistan menjadi beberapa wilayah dan menerapkan pembatasan berdasarkan jenis kelamin. Perempuan tidak dapat bersekolah di luar wilayah-wilayah mereka.

Kini Fatima dengan perempuan-perempuan lainnya yang ingin bersekolah harus mengikuti peraturan Taliban.

“Saya hanya bisa mempelajari apa yang mereka tawarkan kepada saya. Saya tidak punya pilihan. Jika Taliban mengubah kebijakannya tahun depan, saya akan memilih jurnalisme,” jelas Fatima.

Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sempat Putus Sekolah hingga Berjualan Rokok dan Koran, Mantan Panglima ABRI Ini Terkenal Jujur Bersahaja

Sempat Putus Sekolah hingga Berjualan Rokok dan Koran, Mantan Panglima ABRI Ini Terkenal Jujur Bersahaja

Sosoknya bukan orang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mendapat jabatan

Baca Selengkapnya
Cak Imin Janjikan Pesantren Hingga Sekolah Bebas PBB

Cak Imin Janjikan Pesantren Hingga Sekolah Bebas PBB

Pemerintah diminta menjadikan guru ngaji sebagai prioritas negara.

Baca Selengkapnya
Pernah Dilarang Sekolah karena Namanya Dianggap Tak Keren, Pria Nganjuk Ini Berhasil Jadi Dokter yang Dicintai Masyarakat

Pernah Dilarang Sekolah karena Namanya Dianggap Tak Keren, Pria Nganjuk Ini Berhasil Jadi Dokter yang Dicintai Masyarakat

Namanya dianggap terlalu Jawa hingga tidak diizinkan sekolah di institusi pendidikan milik Belanda

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Layaknya Sekolah Betulan, Begini Situasi Sekolah Khusus Burung Murai di Cilacap yang Muridnya Datang dari Berbagai Daerah

Layaknya Sekolah Betulan, Begini Situasi Sekolah Khusus Burung Murai di Cilacap yang Muridnya Datang dari Berbagai Daerah

Para pemilik burung rela jauh-jauh mengirim hewan peliharaannya demi bisa sekolah di sini

Baca Selengkapnya
Anak Yatim ini 2 Kali Gagal kini jadi Polisi Bikin Jenderal Polisi Salut, Sang Ibu 'Semoga Almarhum Bangga'

Anak Yatim ini 2 Kali Gagal kini jadi Polisi Bikin Jenderal Polisi Salut, Sang Ibu 'Semoga Almarhum Bangga'

Simak kisah inspiratif Bintara Polri anak yatim, sampai bikin kagum dua jenderal polisi.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Melalui Perpusnas akan Kirim Pesan Berantai Permudah Akses Literasi Masyarakat

Pemerintah Melalui Perpusnas akan Kirim Pesan Berantai Permudah Akses Literasi Masyarakat

Adin menjelaskan, kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi.

Baca Selengkapnya
Di Trenggalek, Anies Janjikan Kesejahteraan Bagi Pendidik Madrasah

Di Trenggalek, Anies Janjikan Kesejahteraan Bagi Pendidik Madrasah

Untuk pembangunan Jawa Timur bagian selatan, Anies akan melanjutkan program pemerintah saat ini.

Baca Selengkapnya
Cerita Warga Uighur Hilang Kontak Tujuh Tahun dengan Keluarga Akibat Aksi Genosida

Cerita Warga Uighur Hilang Kontak Tujuh Tahun dengan Keluarga Akibat Aksi Genosida

Cerita Warga Uighur Hilang Kontak Tujuh Tahun dengan Keluarga Akibat Aksi Genosida

Baca Selengkapnya
6 Orang Jadi Tersangka Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud, Ganjar: Oknumnya Tak Boleh Semena-Mena

6 Orang Jadi Tersangka Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud, Ganjar: Oknumnya Tak Boleh Semena-Mena

Ganjar Pranowo memuji gerak cepat Panglima TNI Agus Subiyanto dalam menangani kasus penganiayaan relawannya.

Baca Selengkapnya