Kemenkeu akan Revisi Ketentuan Kelompok Produk Tekstil
Merdeka.com - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, Kemenkeu bersama Kementerian Perdagangan akan merevisi ketentuan terkait impor kelompok tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan saat ini.
"Dulu ketika susun itu (ketentuan) perusahaan masih dianggap belum bisa produksi, sekarang dengan perkembangan, ternyata itu (TPT) sudah bisa diproduksi," katanya di Jakarta, Jumat (4/10).
Menurut dia, aturan tersebut yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 tahun 2017 yang membagi TPT menjadi dua kelompok yakni A dan B.
Kelompok A, berisi barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri sehingga syarat impor TPT lebih ketat, tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri. Syarat itu yakni memerlukan rekomendasi Kementerian Perindustrian, persetujuan impor dan kuota dari Kementerian Perdagangan serta laporan dari Surveyor.
Kelompok B, tidak begitu ketat dibandingkan kelompok A karena kelompok B menandakan barang TPT tersebut belum diproduksi di dalam negeri. Syarat untuk impor dalam kelompok B lebih longgar yakni hanya memerlukan laporan Surveyor dan tidak memerlukan rekomendasi, persetujuan impor dan kuota.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, ada lonjakan impor TPT yakni kain embroidery, renda, net dan lace yang masuk kelompok B dan belum bisa diproduksi di Indonesia. Padahal, kenyataannya barang tersebut sudah diproduksi oleh perusahaan di Indonesia.
Tercatat ada lima perusahaan yang bisa memproduksi TPT yang sebelumnya masuk kelompok B itu yakni PT Budi Agung Sentosa, PT Dinar Sarana, PT Embroitex Jaya, PT Kewalram Indonesia dan PT Mas Sumbiri.
"Oleh karenanya, yang tadinya masuk ke kelompok B yaitu kelompok yang lebih bebas menjadi lebih ketat (kelompok A)," ucapnya.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan ada 15 perusahaan yang melanggar aturan yakni mengaku mengimpor barang kelompok B tapi malah mengimpor barang kelompok A. Terkait dengan itu, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan 15 perusahaan itu sudah diberikan sanksi fiskal.
"Maksudnya kalau bayarnya kurang, kami tambahkan plus denda. Tapi menyelundupkan, tidak memberitahukan, tertangkap, (kena) pidana," katanya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Teten bilang, selama ini kemitraan antara pelaku UMKM dengan produsen besar masih bersifat kegiatan sosial saja.
Baca SelengkapnyaSelain produsen teknologi dan mesin, Indo Intertex juga menjadi ajang kumpul para fesyen designer dan brand-brand fesyen ternama di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKementerian Ketenagakerjaan menerima 1.475 pengaduan terkait THR yang diadukan pegawai perusahaan swasta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bamsoet menilai kebijakan Mentan sukses mengurai berbagai persoalan pangan yang menghambat produksi selama ini.
Baca SelengkapnyaKhusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaDireksi Sepatu Bata Temui Pejabat Kemenperin, Ungkap Alasan di Balik Tutupnya Pabrik Berusia 20 Tahun
Baca SelengkapnyaPerusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca Selengkapnya